"Rayaa kita turut berduka cita ya!"
Biru, Salma dan Anna langsung memeluk Raya setibanya perempuan itu dalam kelas. Raya pun membalasnya. "Makasih ya."
"Jujur, gue kaget banget pas denger kabar Tante Fatimah sama Om Azzam," ucap Biru.
"Kayak mimpi gak sih?" Timpal Salma.
"Padahal kita cuma kenal sekilas, tapi kayak ikutan sedih banget, apalagi elo Ray," ujar Anna.
Raya tersenyum, melepas pelukannya lalu menghela napas. "Walaupun gue sedih, hal itu gak bisa gue tunjukin terus-menerus, karena mau bagaimana juga ada Alif yang harus gue hibur. Dia terpuruk banget setelah denger kabar orang tuanya."
"Wajar sih, ditinggalin orang yang kita sayang itu emang menyakitkan." Biru tersenyum kosong.
"Siapa coba yang mau ditinggalin? Gak ada, apalagi ini berurusan sama maut, sekali ditinggal udah gak akan bisa ketemu lagi," timpal Anna.
Semuanya terdiam. Seperti merenungi topik hari ini. Hidup memang seperti ini, tak semua hal selalu indah pada waktunya. Tak semua hal bisa sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Raya memejamkan kedua matanya lelah. "Capek banget rasanya dari kemarin anter Alif ke tempat pencarian terus."
Salma mengusap bahu sahabatnya itu lembut, lalu tersenyum. "Lelah lo bakalan jadi lillah kok. Semangat!"
"Betul tuh! Nemenin suami kan dapet pahala," bisik Biru menggoda. Raya hanya dapat mendengus kasar. Selalu saja seperti itu, mentang-mentang ia nikah muda.
"Masih belum ketemu juga ya?" Tanya Anna.
Raya menggeleng pasrah, ekspresinya terlihat tak bergairah. "Kayaknya emang udah gak ada harapan lagi, karena besok juga pencarian udah gak bakal lanjut."
Mereka kembali memeluk Raya. "Semangat ya Ray!!"
"Harus dong!" Raya terkekeh. Lalu, mereka kembali melepas pelukannya.
Biru yang berada di samping Raya langsung memasang wajah penasaran. "Alif gimana sih Ray kalau lagi sedih?"
"Gak usah nanya yang gak berfaedah deh Bir, orang lagi berduka." Salma menoyor kepala temannya itu membuat Biru mencebik.
"Orang sedih paling diem, atau nggak nangis. Tapi kayaknya Alif lebih banyak do'a deh pasti, ya kan Ray?" Tebak Anna.
Raya mengangguk. Walau tidak sepenuhnya seperti itu, tapi Raya tidak mau mengumbar aib milik Alif, tentang bagaimana cowok itu setelah ditinggal pergi oleh orang tuanya.
"Eh, terus itu adeknya gimana? Si Acha?" Biru heboh.
"Lah, iya, ya ampun kasihan banget masih kecil." Salma menatap Raya berkaca-kaca.
"Gue sama Alif sih yang bakal urus kayaknya."
Biru, Salma dan Anna langsung melotot seketika.
"Lo serius?" Tanya Anna memastikan.
Raya mengangguk singkat. "Siapa lagi yang bakal jaga dia kalau bukan gue sama Alif? Gak mungkin Mamah Papah gue, mereka udah tua."
"Hmmmm, bener juga sih. Tapi emangnya lo bisa?"
Raya menghela napas mendengar perkataan Biru. Sebenarnya ia juga tak terlalu yakin, mengurus seorang anak di usia yang masih belia benar-benar di luar ekspetasinya. Tapi mau bagaimana lagi? Kinan dan Bagas sepertinya tidak oke juga untuk diandalkan, karena mereka sering ke sana kemari untuk mengurus tugas di luar kota, ya sebenarnya tugas Bagas sih, tapi suka mengajak Kinan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah [END]
Разное"Jadi perempuan itu harus bisa jaga sikap dan prilaku." "Bodoamat." "Ray..." "Apa sih?!" "Lo itu tanggung jawab gue sekarang." "Ya, terus gue peduli?" "Udah tugas gue buat bimbing lo. Lo istri gue, dan gue suami lo. Dosa lo gue yang tanggung. Gue cu...