Setelah memoles lipbalm di bibirnya gadis itupun berdiri dan mengambil tas ransel dari kasur yang ada di sana. Dengan tampang datar, Raya keluar dari kamar menuju ruang makan. Di sana, ia melihat Mama serta Papa nya sudah duduk anteng menunggu dirinya. Raya menghela napas.
"Sarapan dulu Nak," ucap Kinan yang dijawab dengan gelengan kepala oleh Raya. Ia berjalan menghampiri orang tuanya tersebut.
"Raya mau langsung berangkat aja. Ada tugas yang belum selesai." Ia mencium punggung tangan Kinan dan Bagas secara bergantian. Walau hatinya kesal, ia tak boleh lupa akan tata krama dan sopan santunnya terhadap orang tua. "Assalamualaikum."
Bagas menggeleng pelan ketika melihat anaknya itu pergi. "Anak ini, keras kepala sekali."
Lalu tak lama Raya kembali lagi. "Raya nggak keras kepala kalau Papa gak jodohin Raya." Selepas itu ia kembali pergi dan mengambil sepeda motornya untuk pergi ke sekolah.
Kinan menghela napas. "Susah Pa meyakinkan Raya. Kita harus gimana?" Tanyanya yang sudah merasa lelah dengan kelakuan anak satu-satunya itu. Ia juga sebenarnya tidak mau Raya menikah muda, hanya saja ini sebuah wasiat dari almarhum mertuanya, jadi ia tidak bisa berbuat apa-apa selain menjalankan.
"Tenang Ma, nanti juga Raya terima kok, Mama tenang aja ya."
Kinan hanya dapat mengangguk lemas dan melanjutkan sarapannya yang sempat tertunda.
*****
Raya POV
Dengan perasaan kesal aku men-standarkan sepeda motor kesayanganku ini di parkiran sekolah yang masih terlihat sepi karena sekarang waktu masih menunjukan pukul 06.15, yang artinya masih ada waktu 45 menit untuk para murid berangkat ke sekolah.
Tanpa ba bi bu aku membuka helm yang terasa berat memenuhi kepalaku yang sudah rapih dibalut hijab ini. Duh, kayak gini nih yang bikin kesal, kenapa sih wajib banget sekolah pakai helm? Kan nggak enak. Udah budeg, bikin berantakan kerudung pulak. Ck.
Aku melangkah menuju kantin untuk sekedar membeli roti ataupun minuman. Iyalah, ngapain juga aku ke kelas pagi buta begini, mau bengong sendirian gitu? Aku yakin kelas masih kosong melongpong karena memang teman-temanku itu ngaretnya ya minta ampun.
Setelah sampai di kantin aku pun membeli makanan lalu duduk sendirian seraya merenung, meratapi nasib hidupku ini. Duh, dari kemarin aku badmood sekali, nggak tahu kenapa ya soalnya kalian bayangin aja, tiba-tiba aku disuruh nikah sama orang yang .., oke aku kenal, tapi ya nggak kenal dekat. Gimana sih, masih muda, masih SMA, masa-masanya aku bebas dan bermain tapi malah dijodohin, jelas aku kesal! Papa sama Mama seperti tidak peduli lagi denganku. Nggak tahu ya bingung pusing mikirin beginian, bikin hariku hancur saja.
Tanpa sadar, roti yang ku makan telah habis tak bersisa. Sepertinya aku lebih memilih untuk pergi ke masjid saja, melaksanakan shalat Dhuha. Dari pada tidak ada kerjaan kan?
Aku pun berjalan, sesekali menyapa adik kelas ataupun teman yang lewat, maklum Raya memang begini orangnya, SKSD (sok kenal sok dekat) haha. Setelah sampai di masjid, aku melepas kedua sepatuku dan masuk ke dalam. Masih sepi. Enak sekali untuk tidur hehe. Nggak lah bohong, tapi sesekali aku suka sih tidur di masjid kalau jam kosong.
Selepas shalat Dhuha aku berniat untuk kembali ke kelas, namun apa daya saat berjalan aku malah bertemu dengan sosok yang sangat malas kulihat di dunia ini. Siapa? Alif! Iya cowok yang mau dijodohkan denganku. Entah kenapa ya, rasanya tuh gedeg aja lihat dia, soalnya kan dia itu bisa batalin rencana perjodohan ini tapi kenapa nggak dilakuin aja gitu? Apa jangan-jangan dia suka sama aku? Eh apa sih Raya, ngawur.
Dia tersenyum tipis melihatku. "Hai Ray." Aku hanya menatapnya sinis dan melenggang pergi begitu saja. Kukira ia akan membiarkanku pergi, ternyata malah mengikuti dan sekarang sudah berjalan di sampingku. Ish! Apaan sih maunya?!
"Ngapain sih ngikutin gue? Kuker ya lo?!" Ucapku dengan judes.
"Jangan lupa nanti gue tunggu di taman dekat sekolah," ujar Alif dingin dan langsung pergi begitu saja meninggalkanku. Lah, dia ini kenapa? Tadi saja baik, senyum, nyapa selamat pagi, kenapa tiba-tiba sekarang jadi kayak orang ngambek? Apa karena aku cuekin gitu aja ya pas tadi? Ah bodoamatlah Raya, ngapain juga peduli hal begituan. Nggak berfaedah.
*****
"Aduh eneng Raya, mukanya kenapa sih dari tadi ditekuk mulu?" Ucap Biru teman sebangkuku. Aku belum mengenalkan sahabatku ya? Jadi, aku memiliki 3 orang sahabat. Pertama, Biru, teman sebangkuku. Dan kedua ada Anna, lalu ketiga Salma. Kami berempat sudah bersahabat sejak kelas X, walau sempat terpisah saat kelas XI, tetapi sekarang disatuin lagi kok.
"Nggak tahu dah bingung," jawabku lalu menenggelamkan kepala di bawah lipatan tangan. Habis bingung mau ngapain nunggu guru yang belum juga datang. Padahal bel sudah berbunyi.
"Lagi PMS kali Bir," celetuk Anna. Apaan sih dia, udah tahu aku tadi shalat dhuha, masa iya PMS, aneh. Eh tapi kan dia tidak tahu kalau tadi aku shalat? Ah bodoamat deh.
"Udah diemin, nanti malah kayak macan ngamuk lagi," timpal Salma. Nah bagus, emang lagi nggak mau diajak debat gue, males. Mending juga bobo.
*****
"Kalian duluan aja ke kantin, gue mau ke perpus kembaliin buku," ucapku kepada ketiga manusia yang notabenya adalah sahabatku sendiri. Mereka mengangguk dan memberi tanda oke dengan tangannya, aku pun melenggang berlawanan arah dengan mereka. Sebenarnya agak malas sih jalan sendiri, kenapa? Soalnya ujungnya itu kayak orang linglung, iyalah nggak ada yang bisa diajak ngobrol.
Setelah sampai perpustakaan aku pun mengembalikan buku tersebut kepada penjaga. "Raya mau pinjam lagi ya Bu," ujarku seraya tersenyum lima jari.
"Pinjam aja sepuasmu Ray," jawab penjaga perpustakaan tersebut. Aku memang sudah langganan meminjam buku-buku di sini, walau ya kebanyakan novel sih yang aku baca.
"Siap!"
Dengan semangat aku mengelilingi deretan rak yang dipenuhi oleh buku-buku. Agak bingung juga sih, soalnya banyak banget buku-buku menarik, sedangkan waktu istirahat ku tinggal 10 menit lagi. Alamak, nggak bakal puas dong.
Lalu tatapanku terkunci pada satu buku yang ku ketahui dari sampingnya berjudul Assalamualaikum Calon Imam, ah! Itukan novel yang kucari-cari. Katanya sih seru, coba deh aku baca. Tapi, gimana ngambilnya ya? Keberadaan buku itu itu sangat tinggi dibanding aku yang hanya berukuran 155 cm. Yaampun kalian jangan bully aku ya!
Aku terus berusaha mengambil buku tersebut dengan sedikit loncatan, aish! Susah sekali, mana sepi tidak ada yang bisa ku minta bantuan. Tapi saat bersusah payah mengambil buku tersebut aku merasakan ada seseorang dari belakangku yang langsung membantu mengambil buku novel itu dengan mudah. Akupun berbalik dan merasakan sesak saat melihat sosok tersebut.
Sumpah demi apa?! Itu kan Reynald, cowok yang ku taksir sejak kelas XI saat aku sekelas dengannya, si kapten basket yang tingginya kayak tiang listrik. Yaallah Raya nggak kuat, mana dekat banget lagi, harumnya itu lho ..., Mau pingsan aja deh rasanya, eh kok lebay banget sih.
Reynald tersenyum. "Makanya Ray, tumbuh itu ke atas bukan ke samping," ucap nya yang kuyakin hanya sebuah candaan.
Aku nyengir. "Makasih ya Rey, btw aku nggak tumbuh ke samping kok, buktinya tubuhku langsing begini."
"Bener juga ya kamu."
Aku tertawa tapi saat menoleh mataku melihat satu orang cowok yang hanya diam melihat aku dan Reynald, saat pandangan kami bertemu ia langsung bergegas pergi begitu saja. Sebenarnya Alif itu kenapa sih? Aneh sekali sikapnya.
Hallooooo
Akhirnya update heheJgn lupa vote sama commenntnya ya kutunggu!
Bogor, 11 Juli 2020.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ana Uhibbuka Fillah [END]
Random"Jadi perempuan itu harus bisa jaga sikap dan prilaku." "Bodoamat." "Ray..." "Apa sih?!" "Lo itu tanggung jawab gue sekarang." "Ya, terus gue peduli?" "Udah tugas gue buat bimbing lo. Lo istri gue, dan gue suami lo. Dosa lo gue yang tanggung. Gue cu...