Bunyi gemercik hujan menemani pagi Jungkook. Pemuda manis itu duduk melamun menghadap jendela kaca besarnya. Suhu udara perlahan menurun, saat ini ia mengenakan sweaters hadiah dari Taehyung dulu ketika pria itu baru menyelesaikan syuting filmnya. Dengan begini ia bisa merasakan kehadiran Taehyung, seolah memeluknya dari belakang supaya dirinya tidak merasa dingin lagi.
Jungkook menghela nafasnya, kembali teringat akan relasi yang mulai renggang. Mereka seolah menjauh dari hidupnya, Jungkook sering memperhatikan ekspresi wajah kakak-kakanya ketika mereka bersama dalam satu ruangan. Mereka terlihat tidak nyaman, padahal Jungkook merasa tidak melakukan apa-apa, kecuali skandal hebatnya dengan Taehyung.
"Jin hyung, aku rindu panggilan kelinci buntal itu. Bisakah hyungie memanggilku seperti itu lagi? A-aku merindukanmu… A-aku r-rindu kalian semua."
Mereka tidak tahu beban apa yang tengah Jungkook pikul sekarang. Kewarasannya seolah direnggut perlahan lewat ancaman teror yang mengganggu, dengan kondisi tertekan Jungkook kembali menghadapi beban baru. Ia diancam untuk tutup mulut, tidak ada alasan baginya untuk membela diri sebab pria asing itu memegang kartu merahnya.
"Sebenarnya aku ingin bercerita pada kalian, tetapi___ tidak bisa. Betapa takutnya aku hyung, bagaimana caraku memberitahu kalian? Hiks___ a-aku takut."
Jungkook cukup waras untuk tidak melanggar permintaan pria asing itu. Dirinya tidak boleh egois, karena bukan hanya dirinya dan Taehyung yang akan terkena masalah, tetapi mereka semua, hingga citra agensi akan dipandang buruk. Sudah cukup ia mengacau lewat skandal kencan terlarang itu.
"Sudah cukup aku membebani kalian, sekarang___ a-aku harus menghadapinya sendiri."
Dengan keadaan seperti ini Jungkook masih bisa tersenyum meskipun matanya tidak bisa berbohong. Ada banyak kesedihan yang tersembunyi di dalam sana. Dan ia berharap semoga ada orang yang mengerti tatapan terluka itu, setidaknya Jungkook tidak harus membuka mulut untuk menyampaikan masalahnya.
Hujan mulai reda namun hawa dingin masih membekas. Jungkook bersiap mandi dengan air hangat setelah itu ia akan pergi bekerja. Mungkin sekitar 30 menit lagi Paman Choi akan datang, mereka akan pergi bersama, kondisi mental yang tertekan tidak memungkinkan baginya untuk berkendara sendiri terlebih ini habis hujan.
Jungkook mengeratkan jaketnya, membuka pintu mobil dan segera duduk. Suhu udara di dalam mobil lebih hangat, Jungkook menghela nafas lega. Di sampingnya sudah ada Paman Choi, pria dewasa itu menyampaikan salam pagi kepadanya.
"Selamat pagi Jungkookie, bagaimana kabarmu?"
"Selamat pagi, Paman. Aku baik, jangan khawatir hehe." Anak itu membalas sapaan sang manajer sambil memasangkan seat belt.
"Sudah sarapan?"
Jungkook menggeleng pelan, pagi ini ia tidak datang ke dapur. Dirinya memiliki kenangan buruk di sana, dipaksa menelan dua pil tidur dan juga tindak kurang menyenangkan. Jungkook belum berani kembali ke dapurnya, ada rasa takut dan trauma tiap kali menginjakkan kaki di ruangan itu. Meskipun banyak kenangan manis yang dilewatinya bersama Taehyung di sana.
"Jungkook kau melamun? Mau sandwich tidak? Paman sengaja membelinya untukmu." Paman Choi menyerahkan dua porsi sandwich dan juga satu cup cokelat hangat untuk artisnya.
Jungkook tersenyum dan menerima makanan itu. Ia bersyukur karena masih ada orang yang memperhatikannya di saat jarak dengan para member semakin terlihat nyata. Jungkook makan dengan lahap, selera makannya memang bagus.
Mobil mereka berjalan dengan kecepatan sedang, Jungkook telah selesai dengan dua porsi roti isinya. Ia memandang Paman Choi dari samping, mengigit bibirnya pertanda anak itu sedang ragu.
KAMU SEDANG MEMBACA
SWEET NIGHT [TAEKOOK] [END I]
FanfictionMereka masih remaja kala itu, jatuh cinta lalu memutuskan untuk menjalin sebuah hubungan. Semua baik-baik saja sebelum mereka mengerti betapa rumitnya kata 'Cinta' Ini perjuangan dua anak adam dalam memperjuangkan cinta yang salah. *** ⚠️⚠️⚠️ Matur...