Bagian 12

1.8K 184 20
                                    

Taehyung membuka matanya perlahan-lahan. Berdesis pelan begitu nyeri menyerang kepalanya. Sialan sekali Jimin, pasti pemuda itu dalang di balik semuanya. Taehyung bangkit dari tidurnya, kembali mengumpat ketika mulai menyadari sekitarnya. Semalaman dirinya tertidur di sofa sedang Jimin tidur dengan nyaman di atas kasur. Punggungnya pegal, dengan langkah terhuyung ia meninggalkan apartemen Jimin.

Tujuan utama Taehyung adalah apartemen miliknya. Masih terlalu pagi untuk pergi bekerja, bahkan ketika ia pulang tadi Jimin masih tertidur lelap. Taehyung mengumpati dirinya, sebelumnya ia tidak pernah minum hingga pingsan seperti orang gila. Ah sial, waktunya terbuang sia-sia hanya untuk mabuk.

Taehyung sudah selesai membersihkan tubuhnya, sekarang masih pukul tujuh lewat, tetap saja terlalu awal untuk pergi bekerja. Ia sempat merenung, seketika matanya membola begitu mengingat sesuatu.

Sial, dirinya sering mengabaikan Jungkook akhir-akhir ini. Taehyung mengambil kunci mobilnya, berencana mendatangi apartemen sang kekasih untuk sarapan bersama.

"Bagaimana mungkin aku mengabaikan Jungkook? Ck, Taehyung… Kau benar-benar payah."

*****

Jungkook terbangun sekitar pukul tujuh, tidurnya tidak begitu nyenyak malam. Malam tadi ia berbicara panjang lebar dengan paman Choi, kembali menceritakan teror yang ia terima. Manajernya berkata bahwa nomor asing yang selalu meneror Jungkook tidak dapat dilacak, nomor itu tidak terhubung dengan GPS dan tanpa identitas.

Hal yang membuat mereka kesulitan adalah nomor yang meneror Jungkook selalu berubah-ubah. Semua nomor berasal dari negara Korea Selatan tetapi tidak satupun dari nomor tersebut bisa dilacak.

"Argh! Sialan." Jungkook mengumpat, pikirannya tidak bisa tenang. Bahkan ini masih pagi, tetapi moodnya sudah kacau.

Jungkook memilih beranjak dari kamarnya, perutnya terasa lapar. Lagi-lagi ia mengumpat, tidak ada apa-apa di dapurnya yang cocok untuk sarapan. Padahal bisa saja ia sarapan di luar atau delivery tetapi suasana hatinya terlanjur kacau, akibatnya mudah marah.

"Kopi___?"

Jungkook mengambil satu cup kopi hangat dengan logo kemasan Starbucks. Keningnya mengerut, ia tidak merasa memesan minuman ini. Lagipula dirinya juga tidak begitu menyukai kopi, Jungkook ingin berteriak saja, pagi-pagi dengan mood yang begitu buruk dirinya harus memikirkan perihal darimana kopi ini datang.

"ARGH, SIALAN. AKU BENCI HARI INI."

Nyatanya ia sukses berteriak, Tangannya sudah gatal ingin melempar beberapa gelas ke lantai sakin emosinya. Namun ketika hendak duduk dan menetralkan nafas, Jungkook menemukan sesuatu di bawah kemasan kopi tadi, sebuah sticky note yang ditempel  pada meja.

Bagaimana? Aku sudah cocok menjadi kekasihmu? Bahkan aku lebih cepat datang ke sini daripada pemuda itu. Iyakan sayang?

"BAJINGAN___"

Jungkook langsung menghempas kopi ke lantai, suspensi pekat itu mengotori lantai putih di bawah sana. Jungkook tidak peduli, bahunya naik turun tidak teratur. Ketika kesal ia memang jarang menangis tetapi melampiaskan pada benda sekitar. Bahkan kini tangannya sudah memerah karena menghantam meja makan sebanyak dua kali.

Lama-lama ia merasa lelah karena rasa kesalnya. Perutnya bahkan sudah meronta minta diisi tetapi sang empu terlampau emosi untuk melakukan apa pun.

"Sayang, kau baik-baik saja?"

Jungkook memutar badannya, di sana berdiri kekasihnya sambil membawa dua bungkusan yang mengeluarkan aroma lezat. Seketika ia tersenyum lebar lalu menyerahkan tubuh berisinya ke pelukan pemuda Kim.

SWEET NIGHT [TAEKOOK] [END I]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang