34. Kode

49 34 12
                                    

Gadis dengan balutan celana denim itu menatap sang pemilik mobil didepannya. Sore itu cuaca sangat dingin sekali pasca hujan deras yang datang disiang hari. Kadek menatap pria didepannya dengan menyipitkan kedua mata. "Kok tumben naik mobil?"

"Nanti lo keujanan terus basah, gue pula yang repot dimarahin Mama," ujar laki-laki tersebut.

Kadek menganggukkan kepalanya karena menerima jawaban tersebut, ada benarnya juga jika ia kehujanan pria didepannya ini habis diomeli Ibu Kandungnya sendiri.

"Miris banget ya, gue anak kandungnya tapi Mama lebih care sama lo."

"Makanya jadi gue."

"Ogah."

"Kenapa?" tanya Kadek seraya masuk kedalam mobil karena sudah dibukakan pintu oleh pria didepannya itu.

"Nanti gue gak bisa pacaran sama banyak cewek."

"Otak lo pacaran mulu, Kak."

Pria yang sedang duduk dibelakang kemudi itupun terkekeh kecil lalu menyalakan mobilnya dengan kecepatan yang sedang. "Kalo cemburu bilang."

"Siapa yang cemburu?" tanya Kadek seraya mengalihkan wajahnya kearah jendela. Hujan diluar masih terasa dinginnya hingga kedalam mobil, padahal AC yang terdapat dimobil sudah dimatikan tetapi Kadek masih bisa merasakannya.

"Gak mau ngaku ya, heran sama cewek."

"Apa?"

"Yaudah gue sama Angel aja.."

"Angel siapa, Kak?"

Pria itu tersenyum karena berhasil memancing gadis didepannya. "Anak kelas gue sih satu jurusan juga, aktif organisasi."

"Mau lo pacarin?"

Pria itu menggeleng. "Enggak, mau gue nikahin."

Kadek mendengus kesal mendengar kalimat tersebut. Gadis itu mengeluarkan ponselnya dan mengeceknya sesaat. "Kan lo masih semester 4 tahun ini."

"Iya, 2 tahun lagi gue nikahin dia."

"Lama amat gantunginnya," ucap Kadek sewot.

Sementara itu Andi tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuat gadis didepannya kesal. Apalagi dengan kerucutan bibir yang ditimbulkan oleh gadis tersebut membuat Andi gemas ingin mencubitnya.

"Gue nunggu lo lebih lama lagi."

Kadek menoleh sempurna kearah Andi dan kebetulan dengan adanya lampu merah menyala dijalan raya sore itu membuat Andi ikut menoleh kearahnya. "Maksudnya apa, Kak?"

Andi menghela napas panjang lalu menatap Kadek dengan misterius. "Dua tahun dan lo masih belum peka."

"Peka?"

Andi kembali menancapkan gasnya ketika lampu hijau menyala dan suara klakson dari mobil dibelakangnya berhasil mengejutkan.

Kadek mencerna ucapan Andi dengan perasaan yang membingungkan. Sebenarnya apa tujuan Andi mengatakan hal tersebut? Itu sangat membingungkan.

Hening tiba-tiba mrnyelimuti mereka berdua sampai tiba ditujuan. Mobil tersebut masuk kedalam rumah yang sangat asri dan mewah. Seakan terlatih, Andi keluar dari mobil dan membukakan pintu mobil untuk Kadek.

"Nanti jangan ancurin dapur," ujar Andi memperingati.

Kadek memutar bola matanya. "Gue bakar aja sih.."

Andi refleks menyentil dahi Kadek dengan sedikit tenaga. "Terakhir kali lo ngancurin pemanggang kue, Dek."

"Gue tau, jangan diingetin lagi."

"Kenapa? Malu?"

Kadek menatap Andi dengan sinis. Lagipula memang salah Kadek sepenuhnya karena merusak salah satu pemanggang kue milik tante Ara. Berkat kelalaiannya, Kadek sebenarnya malu sekali jika bertemu dengan keluarga Andi lagi.

Tapi apalah daya, Tante Ara mengajak Kadek untuk membantu membuat kue karena akan ada acara keluarga nanti malam katanya. Gadis itu tak bisa menolak dan akhirnya sampailah didepan pintu rumah keluarga Dirgantara.

Mereka berdua memasuki rumah tersebut dan duduk diruang tamu seperti biasanya. "Ma ini Kadek udah datang."

Kadek mencubit paha Andi dengan geram. "Gak sopan, lo kesana aja nyamperin Tante."

"Kenapa bukan lo aja?" tanya Andi balik.

Kadek menghela napas panjang menahan emosinya pada malam ini. Entah sengaja atau tidak, sepertinya Andi sangat menyebalkan hari ini.

"Pasti mau ngomong kalo gue nyebelin," tebak Andi tepat sasaran.

Kadek mengangguk setuju, karena memang sangat menyebalkan sekali. "Bener sih.."

"Oh iya rencana lo setelah lulus mau kemana?"

"Kuliah, Kak."

"Dimana?"

Kadek menipiskan bibirnya seolah berfikir. "Mungkin ambil kesehatan di Bali."

"Loh bukannya lo anak IPS?"

Kadek mengangguk. "Iya, baru rencana mau lintas jalur," ada jeda, "tapi baru kepikiran, gue masih nyoba Universitas Negeri dulu."

"Gak ada rencana mau tetap di Lampung?"

Kadek menggelengkan kepala. "Gak ada alasan yang tepat buat gue disini."

"Tapi gue belum siap LDR."

Kadek mengangkat alisnya bingung, lagi-lagi Andi berbicara aneh yang membuat Kadek bingung.

"Gue paham, lagipula gue mana nemu kakak seperti lo."

"Iya, gue mana nemu Adik seperti lo."

"Hmm iya.."

"Kakak adik ya? Mirip nama lo."

"Hm? Kadek?" tanya Kadek.

Andi menganggukkan kepala. "Lucu ya, nama lo mengartikan status kita."

Kadek kembali terdiam mencerna, jantungnya kembali berdebar jika Andi berbicara seperti ini. Kakak kelasnya selama dua tahun ini benar - benar masih menarik.

"Yang jelas dulu kalo ngomong, Kak."

Andi terkekeh kecil lalu mengusap puncak kepala Kadek dengan gemas. "Lo lucu."

Kadek mencibir tak suka dan menatap Andi dengan tatapan membunuh. "Berisik banget lo jubaedah," ada jeda, "gue mau kedapur dulu, bisa gila gue ngomong sama lo mulu," lanjutnya.

***

Hai guys!! Exited gak sih aku abis nonton drakor dan kepikiran buat lanjutin lapak ini 3_3 Setidaknya aku harus update gak sih:(

Padahal udah dianggurin hampir satu bulannnnnnn😢

Terimakasih semuanya guys, aku syg kalian yang VOTE cerita ini, dan yng GAK VOTE aku juga syg kok tapi dikit🤭

Sampai bertemu dichapter akhir yaaa^^ see u next time😎👍

Kadek [✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang