26. Peduli

79 55 47
                                    

Suasana pagi itu sangat sejuk sekali membuat gadis dengan rambut diikat kuda bergambar eskrim itu memaksakan untuk tersenyum.

Banyak pasang mata yang menatap kearahnya seraya berbisik-bisik. Kehebohan yang dua hari lalu menggemparkan SMA Kartikatama dan membuat para akun julid merasa senang itu tak kunjung reda sedikitpun.

Langkah gadis itu kecil-kecil dengan headset yang tersumpal ditelinga kanan dan kirinya tanpa memperdulikkan banyak orang berkomentar negatif tentangnya.

Langkahnya yang kecil itu mengundang perhatian salah satu murid 12A5 yaitu Bobi Pratama.

Siapa yang tidak mengenal Bobi Pratama? Seorang pria yang memiliki gebetan dimana - mana seperti Sevin Pratama, mungkinkah karena sama - sama Pratama? Teman dekat Gempa yang selalu bolak balik keluar masuk BK itu selalu menjadi samsak kemarahan guru. Kadang melihatnya kasihan, tapi menyebalkan juga, serba salah sekali.

"Sen itu temen lo kan?" tanya Bobi pada Senja yang sedang duduk dipinggir lapangan karena selesai bermain basket.

"Iya," jawab Senja singkat.

"Boleh gak gue kenalan? Badannya bagus ya kayak gitar spanyol."

"Emang lo tau namanya?" tanya Senja balik.

"Itu Mentari bukan Sen?"

"Mentari mah pacarnya Zaky."

"Udah putus anjir."

Senja hanya menanggapi dengan gumaman. "Lo tau namanya?"

"Dedek bukan?"

"Kadek anjir, Dedek mah otak lo isinya dedek gemes," balas Senja dengan kesal karena nama sahabatnya diplesetin seperti itu.

"Iya iya, dia yang lagi viral diakun nyinyir kan?"

"Hm.."

"Itu beneran dia, Sen?"

"Iya."

"Wih boleh juga," ada jeda, "bisa diajak main dong kalo gitu," lanjutnya.

"Otak lo kemana?" tanya Senja santai namun terkesan menyelidik.

Bobi terkekeh kecil lalu tersenyum. "Perasaan dulu rambutnya pendek deh."

"Iya dulu kan pas MOS rambut pendek sebahu, sekarang mah udah panjang karena gak pernah dipotong lagi," jelas Senja panjang lebar.

"Cakep ya Sen."

"Iyalah, temen gue cuma lo doang yang gak cakep."

Bobi mencibir tak suka lalu menyenggol lengan Senja. "Kenalin dong, Sen."

"Ogah."

"Ah elah kan bukan temen sekelas kita juga, biar gue ada kecengan baru."

"Jangan woi, temen gue itu."

"Emang kenapa kalo temen lo?" tanya Bobi penasaran.

"Harus gue jauhin dari manusia manusia kayak lo gini Bob. Lo kan banyak kecengan ntar temen gue patah hati."

"Tumben lo cerewet banget ya, Sen?"

"Hmm."

"Bentar doang, Sen."

"Apanya?"

"Mau deket sama dia doang..."

"Otak lo." tolak Senja sarkas yang kemudian berlari menyusul Kadek yang menuju kelas 12 IPS 3 tersebut.

"Dek!" panggil Senja.

Kadek menoleh refleks kebelakang. "Eh iya?"

Senja tersenyum tipis dan mensejajarkan langkahnya dengan Kadek. "Lo mau ke kelas?"

"Iya, mau ikut?"

Senja menganggukkan kepalanya. "Iya mau ketemu Fero."

"Deket banget sama Fero, ati-ati homo."

Senja berdesis sinis lalu menjitak kepala Kadek refleks. "Otak lo."

Kadek terkekeh kecil hingga kedua matanya menyipit sempurna. "Bisa aja lo."

Senja yang melihat itupun ikut tersenyum. "Lo lebih bagus senyum gini, Dek."

"Kenapa? Cantik?" tanya Kadek.

Senja tersenyum lalu mengangguk. "Cantik."

Kadek berhenti tepat mereka berdua didepan pintu kelas. "Modus lo!" umpat Kadek lalu masuk ke dalam kelas meninggalkan Senja yang terkekeh kecil didepan pintu.

"Enak juga ya jadi Bobi, penebar gombalan begini." ungkap Senja lalu menghampiri Fero ke dalam kelas untuk membicarakan hal-hal tentang olimpiade.

Kadek duduk dibangkunya dengan tenang. Didepannya terdapat Mentari dan Nirmala yang refleks memutar badannya menghadap Kadek sepenuhnya. "Are you ok?" tanya Nirmala.

"Ok, Mal. Gak perlu khawatir."

Nirmala menganggukkan kepalanya mengerti. Sedaangkan Mentari menyodorkan buku matematika bersampul ungu tersebut kepada Kadek. "Lo pasti belum ngerjain kan?" tanya Mentari tepat sasaran.

"Belum."

"Nih kerjain dulu, nyalin aja punya Mala."

Kadek menerima buku tersebut lalu bertanya. "Kenapa semalem gak bilang?"

"Sengaja, lo pasti banyak pikiran. Kita sebagai sahabat harus ngertiin lo," ada jeda, "lagipula jam pelajaran terakhir kok, masih lama," lanjutnya.

"Mau?" tawar Sintania kepada Kadek. Gadis itu menawarkan roti rasa coklat dan juga pocari sweat kesukaan Kadek.

"Lo tau aja gue lagi pengen ini."

"Iya dari Kak Andi," aku Sintania.

"Eh?" Kadek tersentak sendiri. Garis wajahnya langsung berubah dan kemudian mengernyitkan dahinya. "Kok bisa?"

Sintani memakan tusuk gigi yang tadi pagi sengaja ia beli. "Pas gue mau masuk gerbang sekolah, gue liat Kak Andi didepan gerbang kosan lo. Karena penasaran kan ya jadi gue samperin, terus dia nitip ini buat lo. Katanya gak bisa lama-lama nunggu lo keluar, dia mau kuliah pagi," jelas Sintania panjang lebar.

Kadek mengangukkan kepalanya dan bergumam pada diri sendiri. "Masih peduli ya?

***

#A/N

Hai guys KADEK update, ayoo langsung vote dan comment ya!!😍

Aku tungguin nih💅

Kadek [✓✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang