07

111 11 4
                                    

.

Rencana

.

Tadi malam aku pulang pukul 11, aku tak menyangka film yang dimainkan Lesley sampai memakan waktu 5 jam. Awalnya film itu akan diputar tepat saat jam 4, namun kami terlambat dan harus menunggu sampai pukul 7. Uangku habis untuk menjajankan Irithel, kami berkeliling mall sampai 3 jam.

Tapi biarlah, aku dapat informasi tentang harga ponsel terbaru. Spec tinggi dan harganya murah, aku ingin sekali membeli handphone baru. Jujur saja, yang ada dalam kantung celanaku ini masih ponsel curian, hehehe.

Aku sempat membeli hoodie polos berwarna magenta untuk Fanny. Aku yakin dia akan bertambah imut saat memakai Hoodie yang kuberikan!

"Pagi Claude," sapa Miya yang tengah memeluk Harith di depan TV. Aku bisa melihat wajah muram Alucard, "Pagi Miy. Fanny mana?"

"Mandi," jawab Alucard dengan intonasi kesal. Untung saja aku sudah mandi, sekarang aku ingin bergabung saja dengan mereka, "Ada apa dengan wajahmu? Mengerikan sekali."

Alucard membuang muka, "dasar bocah sialan," desis Alucard. Aku mengerti, pasti dia tengah cemburu pada Harith.

Miya mengacak-acak surai pirang Alucard gemas, "Aluuu! Jangan ngambek."

"Kak Alu marah. Harith ga tanggung jawab loh nee-chan."

Aku tak tau panggilan menggelikan itu datang dari mana. Pasti Miya memaksa Harith untuk memanggilnya dengan sebutan "Nee-chan". Dasar wibu shotacon.

Miya menyerahkan Harith padaku. Ia hendak membujuk Alucard yang tengah merajuk. Gadis itu terus-terusan menyenggol lengan kekar Alucard. Padahal mereka belum pacaran, kenapa seperti orang pacaran?

"Udahlah Al, jangan didiamkan terus si Miya. Nanti ku rebut loh," ujarku santai. Alucard memelototi aku sampai timbul aura mengerikan. Namun aku tak menghiraukannya, aku kan hanya bercanda.

"Harith bilang ke Kak Irithel ya," kata bocah di pangkuanku. Aku menempelkan telunjuk di bibir, mengisyaratkan agar Harith tak mengadu pada gadis itu. Harith tertawa khas anak-anak, aku yakin pasti Miya tengah menahan kegemasan.

"Miya, ayo makan," ucap Fanny yang datang tiba-tiba. Ia membawa nampan berisi 2 porsi sarapan. Miya menggeleng pada Fanny, "Aku mau sarapan sama Alucard."

"Eh!? Aku udah ambil punyamu."

"Sama Claude saja."

Gadis pintar! Dengan begitu, aku tak perlu susah-susah ke dapur dan kembali lagi ke sini, "Sini Fan. Ayo sarapan."

Fanny masih sedia berdiri di tempatnya dengan raut kesal, aku tersenyum padanya.

"Alu, ayo pindah ke gazebo. Ayo Harith."

Miya mengajak Alucard dan adik angkatnya ke belakang untuk sarapan. Aku menarik tangan Fanny agar gadis ini duduk disampingku, "Nih, makan!"

"Iyaa. Pagi-pagi udah galak aja."

"Terus?"

Aku mengambil atensi Fanny sepenuhnya, bola mata hazel itu ku tikam serius dengan pandanganku, "Jangan begitu. Nanti kamu tidak manis lagi Fan."

"Me-memangnya aku manis!?" Ia menukikkan alisnya, aku mengangguk membenarkan pertanyaan Fanny, "Kamu manis kok." Sekarang lihat, wajahnya jadi seperti kepiting rebus.

"Di-diam!" Serunya kesal. Baiklah, jika tak diam bisa dipastikan aku akan dihajar Fanny. Oke, aku diam.

"Tehe, berduaan." Natalia tiba-tiba muncul dihadapan kami. Aku hampir menyemburkan bubur ayam di mulutku. "Tehe, sendirian," balas Fanny sembari mengunyah makanannya santai, ia tak terkejut sepertiku.

"Oh iya. Tadi malam kakak pulang jam berapa?"

"Semuanya pulang jam 11. Kecuali Silvanna dan Granger, mereka pulang saat tengah malam."

"Eeh? Iyakah Claude?"

Saat namaku dipanggil, aku menjawabnya kalem, "Iya. Harith saja sampai terkantuk-kantuk di motor Alucard."

"Kasihan Harith."

"Kami bahkan tak menyangka akan pulang bersamaan," kata Natalia datar. Fanny menyahut, "Kakak pulang ke sini? Ini rumah kakak ya?"

"Tigreal tinggal di sini kan? Ini rumahku juga berarti."

"Uuhh, manis sekali."

Fanny kembali membuat wajah konyol, ia tersenyum aneh seraya menaik-turunkan alisnya. Natalia menyemburkan tawa, renyah sekali. Kalau dilihat-lihat, Natalia ini cantik.

Kenapa ya? Kok aku punya fetish pada rambut merah? Lesley, Irithel, Natalia, semuanya cantik dan menarik. Ah, aku memang suka wanita dengan rambut merah sedari kecil.

.
.

"Ooii, Claude! Kak Anna suruh kita kumpul. Ayo bangun, jangan tidur terus," seru Fanny melengos masuk ke kamarku. Ia merampas bantal dan gulingku, arrgghh kesal!

"Pakai bajumu! Mentang-mentang laki-laki, tidur ngga pakai baju," celotehnya lagi. Karena malas mendengar keributan ini, aku segera bangkit dan meraih baju kaosku di gantungan pintu.

"Sudah kan? Puas? Sana keluar," ucapku kesal. Fanny tersenyum lebar, "Hehehe, maaf ya. Pasti kamu kesal."

Aku menghembuskan nafas, "Ya. Aku mau cuci muka, keluar Fanny." Gadis itu akhirnya keluar dari kamar lantas aku menyusulnya ke ruang keluarga.

Semua penghuni rumah telah duduk manis di sini, "Semuanya sudah berkumpul?" Tanya Silvanna. Tak ada yang menjawab.

"Sudahlah. Berhubung kalian semua sudah berkumpul, aku akan memberi tahu kalian sesuatu."

"Apa? Potong komisi?" sela Fanny. Semuanya melotot ke arah gadis itu, minus aku. Fanny memang mengesalkan, aku menarik badan gadis itu untuk berpangku denganku dan menutup mulut Fanny dengan tangan kanan, "Jangan berisik."

Bagus, gadis konyol ini menjadi patung dalam kungkungan diriku. Dasar menyebalkan.

"Haduh, listen to me. Aku akan membawa kalian ke Azrya, kita akan berlibur ke sana selama seminggu. Miya yang jadi pemandu kita. Bagaimana? Mau ikut tidak?" jelas Silvanna, ia menunggu tanggapan kami.

"Harith mau!"

"Paman tidak mau ikut, paman akan mudik ke Northen Vale," ucap Franco datar. Lelaki tua itu lalu melenggang pergi ke kamarnya, hendak tidur akibat pulang larut malam.

"Aku dan Tigreal juga tidak ikut, kami banyak urusan." Natalia bersuara di samping Tigreal, tiba-tiba Fanny meronta dan dengan terpaksa aku melepaskannya. "Heee Fanny juga tidak mau ikut kalau begitu."

"Kenapa? Ini kesempatan kita jalan ke Azrya Fan," ucapku kecewa. "Aku tak bisa, Claude."

Silvanna berpangku tangan. "Fanny yakin tidak mau ikut? Kakak sudah mengajak teman lamamu loh."

"Teman lama yang mana? Kimmy?"

"Pergi saja Fanny, kapan lagi kamu akan berlibur? Aku dan Natalia banyak urusan," sela Tigreal lalu diangguki Natalia.

Silvanna memijat pangkal hidungnya lalu memaksa Fanny untuk ikut. "Bukan Kimmy. Pokoknya kamu harus ikut! Atau aku akan mengusir Tigreal dari sini. Wich one?"

"Kenapa malah menumbalkan aku?" Sela Tigreal lagi, lelaki galak ini memang suka menyela. Fanny yang tak punya pilihan akhirnya mengangguk lemah tanda setuju. Aku terkekeh geli dalam hati.

"Kalian semua menyebalkan!" Fanny marah dalam dekapanku. "Kau lebih menyebalkan. Dasar tak sadar diri," balas Granger yang sedari tadi diam.

"Tenang Fan, nanti aku akan menemanimu. Ayo bersenang-senang di Azrya!" aku menyeru pada Fanny agar gadis itu bersemangat. Apa jadinya jika liburanku tanpa cincong miong Fanny? Hampa.

Baiklah, mari melanjutkan tidur. Hm, sebelum itu aku harus mengabari Irithel tentang liburan ini.

T
B
C

Ignorant PartnerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang