.
Kehilangan
.
Sudah tengah malam, pelanggan terakhir kami duduk di kursi dekat kasir. Dia gadis ramping dengan rambut merahnya, Irithel. Aku menghampirinya, "Tidak pulang?"
Ia menggeleng, "Masih ingin di sini," katanya. Hm hm, dia tidak takut? Sudah pukul 12 malam dan saat para gadis berjalan malam-malam pasti ada yang mengganggu, lelaki pemabuk misalnya. Atau mungkin dia terbayang-bayang akan hantu.
Irithel menguap, pertanda gadis itu sudah mengantuk. Aku beralih duduk di sampingnya, "Ngantuk kan? Ayo pulang, ku antar."
Ia mengangguk, lalu membereskan barang-barangnya. Aku melepas celemek coklatku dan menitipkannya pada Fanny, "Fanny, titip sebentar."
"Mau ke mana?"
"Antar Irithel pulang."
Fanny yang tengah menghitung uang memandang kami bergantian, lalu mengangguk. Ia menyimpan celemekku.
Aku melangkah ke gadis bersurai merah itu, lalu berjalan bersisian. Kami terdiam sampai tengah jalan. Hening sekali, hanya ada suara langkah kaki dan daun yang bergoyang ditiup angin.
"Tumben menungguku siap kerja."
"Ingin melihatmu saja."
"Eh?"
"Tidak boleh ya?"
"Bukan begitu. Hm, aku jadi curiga."
"Curiga bagaimana?"
"Aku curiga kalau kamu menyukaiku."
Aku menyugar rambut ke belakang sambil membuat muka sok ganteng di hadapannya. Ia terkekeh kecil, "iya, itu benar."
"Apa!?" Wajah sok gantengku tadi berubah jadi tak karuan. Bisa-bisanya ia mengaku padaku! Aku harus apa, aku harus apa!?
Baru saja kenal 2 minggu, mengapa ia langsung menyukaiku? Sejak kapan? Aku tak menyangka. Aku shock sekali, bahkan kaki ini membatu tak bisa melanjutkan jalan. Ia menungguku beberapa langkah di depan.
"Claude, jadi pacarku?" Ujarnya lagi. Ia tersenyum tipis padaku. Hm, bisa di rasakan jantungku berdebar keras sekali. Pipi ini rasanya panas, pasti sedang blushing. Tidak keren.
"Ayo saja," balasku. Ia tertawa kecil, dan mengamit lenganku, menuntun diri ini menuju rumahnya. Setelah itu aku pulang.
Aku sudah menetap di sini selama 2 minggu, menikmati momen bersama Irithel setiap sore. Bertukar nomor ponsel dengannya. Dia pun setiap hari datang ke Moniyan Cafe untuk sekedar melihatku. Aku senang-senang saja diperlakukan seperti itu dengan perempuan cantik. Siapa juga yang tidak senang? Bahkan sekarang, Irithel yang memintaku menjadi pacarnya.
Saat sampai rumah, aku akan menemui Fanny. Gadis konyol banyak tingkah yang selalu menemaniku, di rumah, di cafe, berjalan keluar rumah juga. Waktuku banyak dihabiskan bersama Fanny daripada Irithel, dia juga yang lebih tau diriku dibanding Irithel. Aku merasa bersyukur punya teman perempuan yang selalu ada untukku. Yah, walaupun kadang mengganggu...tapi dirinya itu manis.
Dexter, apa kabarmu? Sekarang aku sudah punya pacar loh, cantik pula. Setelah kau pergi, banyak yang menemaniku di sini. Bukannya kamu pembawa sial, Dexter. Kita hanya salah circle, kita berada di tempat orang-orang tak berhati dulu. Sekarang kau dan aku sudah dapat tempat yang nyaman, kau di sisi tuhan, dan aku di sini—namun karena aku masih hidup, masih ada sedikit masalah yang harus ku hadapi.
.
.Aku mendapati Fanny sedang memeluk gulingnya pulas di atas sofa. Alucard sedang menidurkan Harith, Granger sudah tidur, Tigreal masih mengopi di depan.
Aku melangkah ke tempat Tigreal duduk santai sambil merokok, "Tigreal, Fanny kenapa tidur di sofa?"
"Entahlah."
"Dia'kan adikmu."
"Tapi aku tidak tau. Kalau kau baik, pindahkan saja dia ke kamarnya. Beres. Sana pergi, kau menggangguku."
Aku langsung pergi, tak mau mendengar celotehan tak pentingnya. Lalu aku langsung menggendong Fanny ke kamarnya, tidak berat tapi tidak ringan. Wajahnya yang tertidur juga damai sekali, seperti anak bayi.
Setelah membaringkannya di kasur, aku menyengajakan untuk berdiam diri sebentar saja, memandangi wajah lugu Fanny dengan seulas senyum.
"Eh?" Ia terbangun. Aku padahal tidak melakukan apa-apa. Fanny mengucek matanya sebentar, "Kenapa? Tidur sana, sudah tengah malam tau."
"Ya. Sebenarnya aku ingin menceritakan sesuatu padamu, tapi kamu sudah tidur. Yasudah lah, aku ke kamar," ucapku. Ia langsung melek, "Tidak bisa begitu!"
"Ayo cerita, aku penasaran!"
"Aku tadi di tembak Irithel."
"Hah!? Kok bukan kamu yang tembak dia?"
"Belum mau...tiba-tiba dia bilang begitu."
"Lalu kamu terima atau tidak?"
"Aku terima saja."
"Hohoho! Karena sudah berpacaran, kamu harus bayar pajak. Ingat, aku membantumu untuk berdekatan dengannya loh."
Dasar Fanny. Kalau tau begini, aku tidak mau menceritakannya, aku lagi miskin malah dimintai pajak. Aku pun mengurut pangkal hidung, "Aku tidak ada uang Fanny."
"Hehehe, aku tau itu."
"Menyebalkan."
"Itulah aku! Terimakasih pujiannya."
Ia tersenyum sangat manis, sedari tadi sorot matanya redup, tidak ceria seperti biasanya, "Sudahlah. Sana tidur, aku mengantuk," ucapnya sambil menguap. Memang seperti anak kecil, tch.
Tak tau kenapa, tanganku mengelus lembut pucuk kepalanya. Ingin saja. Fanny tak seperti biasanya, bukan senyuman menyebalkan yang ia lempar, gadis itu justru langsung menutup matanya, pura-pura sudah tidur. Aku meninggalkan bilik ini, pergi ke kamar sebelah untuk tidur.
.
.Pintu kamarnya di tutup oleh Claude. Mata Hazel itu terbuka, Fanny terduduk lesu dengan bibir bergetar, ia menekan-nekan dadanya yang terasa sakit.
"Aku tidak suka ini, rasanya perih sekali," ucapnya lirih. Gadis pirang itu meloloskan air matanya, ia terisak. Tangisannya seperti orang kesakitan.
Fanny memeluk gulingnya, ia memutuskan untuk cepat terlelap tak mau memikirkan lelaki yang 2 minggu ini telah mengisi hari-harinya.
'Nanti Claude tidak akan menemaniku lagi, dia pasti sibuk sama Irithel. Aku tidak punya teman lagi,' inner Fanny. Padahal gadis itu tidak mau mengingat Claude, tapi semakin menghindar, semakin kuat pula kenangan bersama Claude terlintas.
'Temanku direbut oleh Irithel. Mungkin aku memang tidak pantas untuk berteman dengan siapapun. Tak ada gunanya lagi membuat masalah, mereka mana mau peduli lagi. Tidurlah Fanny, hari esok akan datang, perlu energi untuk menghadapinya.'
Itu benar, besok akan lebih berat bagimu Weiting nakal yang manis.
T
B
C

KAMU SEDANG MEMBACA
Ignorant Partner
Novela JuvenilSiapa sangka korban kejahilan Fanny yang baru ini malah merasa nyaman saja diusili. Harusnya kan kesal. Fanny itu jahil, tapi Claude tidak bisa jauh-jauh darinya. Claude x Fanny ┌─────────────────┐ Cast belong to Moonton:3 Not original story...