.
Cuddle
.
Desingan para tonggaret mengisi langit-langit kamar Fanny yang ditimpa kesunyian. Aku gugup bukan kepalang, tak bisa berkutik sama sekali di muka pintu. Gadis itu sedang meminum paracetamol yang tempo hari kubelikan.
"Claude."
Ah, aku di panggil. Namun tak menyahuti dirinya, cukup dengan menaikkan alis sebagai respon. "Kenapa di sana? Sini, bacakan aku cerita."
Gadis berkuncir itu sibuk mencari-cari sesuatu, mungkin buku cerita. Tangan putih tersebut menyibak-nyibak benda di nakas, mengobrak-abrik tumpukan mainannya (kartu remi, kartu uno, monopoli, ular tangga, dan catur berukuran mini).
"Eh, dimana bukunya?" Ia bertanya pada diri sendiri. Aku yang tak ada niatan bantu mencari, langsung merebahkan badan di kasur—kurang—empuk milik Fanny, lantas memainkan ponsel pintar hasil curian. Iya, belum ku ganti, sudah nyaman pakai ini. Hehe.
"Sudahlah, Fan. Tak usah dongeng-dongengan, sini tidur," aku menepuk-nepuk space kosong di sebelahku. Gadis itu menggaruk tengkuk, lantas duduk di sisi kasur. Pasti Fanny sedang berusaha mengingat dimana letak buku itu.
Aku pun beranjak dari ranjang, memutuskan untuk duduk di bawah, di tikar empuk nan lembut. Tikar ini tebal sekali, aku sangat suka bersantai di sini saat masuk ke kamar Fanny.
Hadiah ulang tahun dari Miya kepada Fanny. Paling susah di cuci karena berat, ketebalan tikar dari Azrya ini bahkan mencapai 5cm, tapi kelebihan yang dimilikinya membuat siapa saja pasti tak akan menyesal setelah membeli.
"Tunggu apa lagi? Jangan cuma duduk saja, tidur Fanny," titahku padanya yang langsung dihadiahi death glare oleh gadis itu. Sekarang masih siang hari, aku tahu ini bukan jadwal tidur Fanny. Pasti susah untuk memaksakan tidur.
Kedua kaki mulus gadis tersebut dihentak-hentakkan ke lantai seraya merengut, "Aku tidak bisa tidur, Claude! Kenapa sih kamu jadi pemaksa sekali hari ini? Kadar menyebalkanmu semakin bertambah tahu!" Aku terus memerhatikannya mengomel, ranum itu mengerucut imut, sangat mengundang untuk dikecup. Astaga, aku memikirkan apa?
"Kau menyuruhku tidur tapi tak membantu sama sekali, huh!" itulah kalimat terakhir yang keluar dari mulutnya, sekarang ia tengah bersedekap, membuang wajahnya dariku. "Hah? Membantumu tertidur? Memangnya ada ya tidur harus dibantu?"
"Ada lah! Huh, dasar Claude bodoh!"
Ya tuhan, Fanny imut sekali saat membentakku. Bolehkah aku menikahinya sekarang? Aku menghembuskan nafas pasrah, lantas melembutkan suara, "Jadi aku harus bantu bagaimana, Bocah?" Ia melirikku sekilas, lalu membuang muka lagi. Tch, imut sekali.
"Kamu tak pernah bantu Harith tidur? Tak pernah lihat Alucard bantu Harith tidur?" ia melontarkan pertanyaan retoris dengan suara kecil, ada semburat merah yang tiba-tiba muncul di pipi mochinya.
Cuddle ya? Bantu tidur, bantu tidur, susah tahu memahami bahasa Fanny. Bikin kesal saja. "Oh, bilang yang jelas dong! 'Claude, aku mau dicuddle,' begitu," ujarku. Gadis itu semakin memerah kala aku mendekatinya.
Aku meraih selimut Fanny, memberi kode agar ia langsung merebahkan diri. Setelah gadis itu terbaring, aku segera menyelimutinya, lantar menyetel lullaby yang berjudul "Rockabye Baby". Hah, aku rela menghabiskan quota internet yang 2 hari lagi akan habis demi memutar lullaby yang durasinya satu jam.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ignorant Partner
Fiksi RemajaSiapa sangka korban kejahilan Fanny yang baru ini malah merasa nyaman saja diusili. Harusnya kan kesal. Fanny itu jahil, tapi Claude tidak bisa jauh-jauh darinya. Claude x Fanny ┌─────────────────┐ Cast belong to Moonton:3 Not original story...