Happy Reading.....
Merasa baik-baik saja? Tidak bisa. Illa mengunci pintu kamar yang ia dan Arka tempati. Dia merenungkan kejadian tadi mengharapkan jika beberapa jam dia tidak mengetahui kebenaran mungkin dirinya masih tertawa bersama Arka.
"Pembohong!" Illa menumpahkan amarahnya dengan membanting foto-foto yang ada di meja ataupun nakas bahkan laptop dan hp miliknya tak luput dari samparan tangannya. Apapun bisa terjadi jika orang sedang dalam kekecewaan.
"Mama!" dari luar ada Aya yang terus memanggil dirinya karena suara pecahan yang terdengar sampai luar. Para pekerja bahkan ada mama mertua yang datang ke sana setelah laporan dari satpam rumahnya.
Aya terus memanggil mamanya dengan wajah yang sudah penuh linangan air mata seolah membantu neneknya untuk menenangkan Illa didalam sana.
"La kalau ada sesuatu, keluar! Kita bicarakan baik-baik." Mama Arka menggedor pintunya hingga Illa keluar dari kamar dengan pemandangan yang kacau. Jilbab yang sudah tidak karuan juga kamar yang sudah bisa disebut kapal pecah karena hantaman ombak yang besar.
Mama Arka merangkul menantunya ke ruang tamu lalu memberi minum yang telah diambilkan oleh ART. "Ada apa?" tanya mertuanya dengan wajah khawatir.
Belum juga akan menjawab, muncul Arka yang buru-buru ingin menemui Illa membicarakan baik-baik masalah tadi, tapi malah keduluan oleh mamanya. Arka sendiri tidak mengira akan sepanjang ini masalah yang dia buat.
Ia berjalan mendekati mamanya lalu bersalaman dan tidak lupa mencium Aya yang ada disamping neneknya. "Kamu keluar sama suster ya." Dengan patuh Aya menggandeng tangan pengasuhnya, tapi sebelum itu Aya mengelap pipinya yang basah dengan air mata.
"Selamat ya ma, mama akan dapat cucu lagi." Ucap Illa. Mama Arka merasa mendapat surprise langsung memeluk bergantian Illa dan Arka. Wajahnya sangat bahagia dan sumringah, tapi tidak dengan dua suami istri tersebut hanya ada ketegangan dan putus asa.
"Selamat ya buat kalian. Mama senang dengarnya." Ucap mama Arka dengan senyum yang terpancar diwajahnya.
"Cucu dari Caca ma." Sambung Illa. Mertuanya sudah berganti ekspresi kaget bahkan sampai berdiri atas ucapan Illa barusan. "Jangan bercanda kamu." Ucap mama Arka, wajahnya masih syok.
"Tanya pada anak mama itu." Jawab Illa tanpa menatap siapapun selain guci besar dipojokan.
"Kenapa diam saja? Benar ucapan Illa kalau kamu-" mama Arka tidak melanjutkan perkataannya malah keluar memanggil Tarno alias supir pribadinya.
******
Sedangkan di rumah Darwin, Caca beberapa kali mencoba berbicara kepada Darwin, tapi ucapannya seakan hanya angin lalu. Belum lagi kakak iparnya selalu mengompori Darwin.
"Wanita hina sepertimu tidak pantas mendapat nama belakang keluarga Pramudya apalagi memegang jabatan di rumah sakit keluarga kami." Sedari tadi itulah ucapan yang dilontarkan oleh Irene ataupun suaminya, Amri. Kalau saja dia tidak menjaga perasaan suaminya hanya ada satu yang ingin dia lakukan yaitu ingin menabrak dua orang bermulut lamis itu.
"Aku memang bukan manusia suci seperti kalian. Darwin apa alasan kamu tidak percaya sama aku? Aku gak pernah ngelakuin itu sama Arka atau orang lain. Jika kamu tahu masa lalu atau alur kehidupan yang pernah aku ceritakan setidaknya kamu akan percaya denganku." Ucap Caca.
Fokus para manusia tiba-tiba terletak pada Hp Darwin yang berdering, memunculkan nama papanya dan dia mengangkat telepon itu. "Iya pa, ada apa?" tanya Darwin dengan suara pelan.
"Kalian ke rumah papa Arka sekarang, ada yang harus dibicarakan!" Nada bicara terdengar tak ramah seperti papa Darwin biasanya.
"Papa menyuruh ke rumah keluarga Dirgantara." Setelah memberitahu, Darwin hanya melengos pergi meninggalkan Caca sendirian. "Kenapa masalah ini sampai ke keluarga besar?" Dirinya bermonolog menghadap kaca besar dank arena kesalnya terhadap kakak ipar, dia melempar vas bunga kearah cermin.
KAMU SEDANG MEMBACA
MY CEO OR MY DOCTOR 2
Chick-Lit"Ada 3 hal dalam mengucapkan kata selamat. Selamat atas pencapaianmu, selamat ulang tahun, dan selamat tinggal. Tapi aku tidak menyukai selamat yang ketiga." Kalau saja dua pilihan dapat ia pilih semuanya namun dirinya dipaksa akan sebuah pilihan...