Chapter 10

1.5K 190 14
                                    

Buka spotify, dan cari lagu yang ada di mulmed :') aku gak bisa ngomong banyak. Hey come On Out di jadwalku selesai di bab 12. Nanti aku jelasin deh kenapa dan mengapa (bisa begini begitunya) intinya jangan melihat dari satu sisi ya. Tarik napas, lalu baca pelan2.

Author note : ngeliat a/n lama di atas, diriku merasa tersentil wkwk. Faktanya, ini yang niatnya short story jadi panjang banget. Aku revisi biar kalian enak ngebacanya~ tapi, jangan lupa vote :p yang belum dapet free ebook Hey Come On Out kemarin, diharuskan baca sampai selesai^^ terimakasih untuk support nya, love <3

+++









Sekeras apa pun rasa yang coba untuk disangkal, faktanya rasa itu tetap ada. Atau bahkan—semakin tumbuh tanpa disadari. Mungkin, sekarang bukan waktunya untuk menyalahkan keadaan. Karena semua telah terjadi. Semua telah terlanjur salah sejak awal. Kendati, Jungkook ingin memohon maaf ribuan kali, ia tidak bisa merubah apa yang ia lakukan dahulu. Tidak hanya Jungkook yang bersalah, Aera pun sama. Keduanya saling terluka dan melukai satu sama lain.

Sembari menunggu Aera siuman, Jungkook merenung dan akan mengambil keputusan. Di sana juga, ada Taehyung yang duduk tak jauh darinya. Keduanya terdiam, walaupun sesekali mencuri pandang seolah menebak apa yang tengah dipikirkan.

Taehyung sebenarnya sudah gatal hendak memukul Jungkook, memaki-maki. Namun, ia terlalu lelah dengan ini. Bertengkar bukan menyelesaikan masalah, tetapi membuat semakin runyam saja. Si Kim itu mengembuskan napas, menenangkan diri.

"Aku minta maaf."

Kata maaf itu terucap dari Jungkook, sehingga Taehyung menoleh ke arahnya. Alis kirinya terangkat naik, "Kenapa kau meminta maaf denganku?" Taehyung terkekeh sinis, dari matanya tampak jelas Taehyung begitu kesal. "Minta maaf dengan Aera. Apa kau---,"

"Ya, aku tahu. Maaf karena aku melukai wanita yang kau cintai, hyung."

Bibir Taehyung menganga, kehabisan kata. Menahan umpatan dalam hati, kemudian Taehyung beranjak dari duduknya, menghampiri Jungkook. Berdiri tak lagi menyembunyikan kekesalannya.

"Aku juga menyesal membiarkanmu menikahi Aera. Dan aku pun bersalah di sini. Tapi, aku tidak mungkin menjauh darinya. Dia membutuhkanku saat kau dengan gampangnya berkali-kali melukai perasaannya." sebelum melanjutkan konversasi memuakkan baginya, Taehyung menarik napas dalam-dalam. Tangannya terkepal, napas tersengal tidak tahu lagi bagaimana caranya membuat Jungkook mengerti. "Apa selama ini kau tidak menyadari, ha? Aku benci mengatakan ini. Sangat benci, Jung. Setiap kali Aera bersamaku, dia tak bahagia. Dia berubah, dia melampiaskan kekecewaannya padaku. Semua itu kurang jelas kah?! Aera tidak mencintaiku lagi."

Jungkook tetap diam, ia memalingkan wajah, dadanya teramat sesak bak di dalam sana tertancap ribuan duri tajam. Jungkook benar-benar tak sanggup berbicara.

Pada akhirnya, ia berdiri dan menatap Taehyung. Bola matanya bergetar, "Hyung, aku tak pantas bersamanya. Aku pria yang buruk. Aku---,"

"Diam. Aku memberimu waktu untuk bicara berdua dengannya. Bukan berarti aku mengalah." Taehyung langsung pergi, melewati Jungkook, menabrak tubuh pria Jeon itu.  Kepalanya amat mendidih.

Di saat yang sama, Jungkook gagal membendung air mata. Menunduk seorang diri di sana, menangis dalam diamnya.

*****

Yang Aera rasakan ketika dirinya terbangun adalah punggungnya yang nyeri. Matanya spontan terbelalak, melihat Jungkook duduk di dekat brankar sambil menggenggam tangannya. Jelas, segera menarik tangannya sehingga itu membangunkan tidur nyenyak Jungkook.

"Noona sudah bangun? Apa punggungmu masih sakit? Apa noona lapar? Aku panggilkan suster ya!"

Serbuan pertanyaan Jungkook mengundang tanda tanya Aera dalam benak, ada apa dengan dia sih?

"Tidak perlu. Aku tidak lapar." Aera menjawab, dingin. "Aku tidak mau melihat wajahmu, kau tahu itu kan?"

Jungkook tersenyum, bukan merasa tersinggung. "Aku senang, kau kembali ketus seperti dulu. Itu lebih baik, daripada kau menyembunyikannya."

Selama keduanya bersama, Aera pikir ia tak pernah melihat senyuman Jungkook. Senyuman yang dilihatnya itu kebanyakan senyum sinis. Mendapati, Jeon Jungkook tersenyum agaknya Aera kebingungan. Bingung, mengapa Jungkook berubah lembut?

"Apa pun yang membuatmu lega. Lakukan, Aera. Maki aku sepuasnya."

"Jung, aku baru bangun dan kau? Ingin aku marah-marah begitu?" di dalam selimutnya, Aera meremas jarinya sendiri.

Jika diingat lagi, itu makin mengacaukan pikiran bukan? Aera membasahi bibir bawahnya yang kering, menunggu Jungkook bicara. Akan tetapi, Jungkook masih diam. Bahkan, terlihat jelas bahwa Jungkook kaku sekali.

Pernikahan mereka masih di umur jagung, kerap bertengkar, melontarkan makian, tidak saling menghormati.

Aera memejamkan mata, lalu kelopak matanya terbuka mengerjap sendu. "Jungkook, aku dan kau---,"

"Aku memenuhi permintaanmu." Jungkook akhirnya membuka suara, masih sempat tersenyum ketika melanjutkan. "Aku akan melepaskanmu, noona. Kau ingin kita bercerai bukan? Aku penuhi itu. Bodoh jika kau tetap bertahan denganku. Terlalu banyak aku melukaimu." air mata Jungkook mengalir, tepat kala ia mengucapkan kata.

Pun wanita di hadapannya, bagai kehilangan jiwa menatap kosong padanya. Tidak ada senyuman mau pun tangis. Mata yang berkaca-kaca, Aera menganggguk. "Ya, kita harus bercerai karena aku tidak mau terus saling menyakiti. Kau pernah anggap aku manusia yang hina begitu pun diriku sebaliknya padamu."

"Noona, aku tidak pernah menganggapmu seperti itu." Jungkook berusaha untuk menjelaskan.

Sayang, Aera tidak mau mendengar. Aera menarik sudut bibirnya, tersenyum kecil. Membayangkan hari-hari buruk itu, hari yang membunuhnya. Betapa ia membenci Jungkook setiap detik, dan itu malah menimbulkan perasaan lain yang tak ia inginkan. Aera memang mencintai Taehyung, tetapi rasanya tak sama lagi sejak Jungkook masuk ke dalam kehidupannya serta melukis kanvas putihnya dengan tinta luka.

Bulu matanya yang lentik, mulai berair. Napas Aera tercekat. "Bagimu tidak dan bagi diriku? Haruskah aku menyebutkan apa kesalahanmu? Tidak perlu. Aku pun bersalah selama ini."

"Aku yang salah!" suara Jungkook meninggi bersamaan dengan tangisnya. "Jika saja aku tidak melampiaskan amarahku sewaktu Alena pergi. Mungkin, semua tidak akan begini. Kurasa, percuma memaksamu bertahan. Aku terlambat menyadari bahwa aku mencintaimu."

Tangis Aera pecah. Tentu saja tidak memercayai apa yang ia dengar. Ini pasti mimpi, pikirnya. Sialnya, ini bukan mimpi sebab Aera merasai dadanya yang kian menyempit, sakit. Semakin sakit lagi, jika ia mencoba tak menangis. Kepalanya menggeleng, memandangi Jungkook yang menghapus air matanya dengan ibu jari. Tersenyum saat menangkup pipi Aera.

"Noona berhak bahagia tanpa diriku. Aku yang meragukanmu. Aku melepas karena aku ingin Aera noona bahagia."

Pandangan mata Aera mengabur ditutupi air bening hangat yang terus mengalir. Sangat sulit menyusun kata yang ia rangkai di kepala. Disatu sisi Aera merasa begitu lega, dan di sisi lain hatinya hancur berkeping-keping.

Kepingannya tak dapat disatukan lagi. Jungkook begitu mengerti apa yang Aera rasa, kemudian tangan Aera ditarik untuk kemudian ia bawa ke dalam pelukan.

Pelukan yang tak pernah Aera dapatkan darinya.

Jungkook mendekap tubuh Aera, memeluknya dan mengusap rambut halus itu. Berbisik di telinga Aera. "Maaf. Aku sungguh meminta maaf atas semuanya."

[]

Hey Come On Out ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang