Chapter 13

1.3K 178 12
                                    

Sekilas info, penulis dikabarkan jarinya pegal2 krn mengejar deadline ditambah lancar membuat kisah-kisah menarik wkwk. Mohon maaf untuk Kak Taehyung, Aeranya disini dipinjem Jung sebentar :")
Dan, ini bakal cepet aku SELESAIKAN pemirsa~ Rl kerjaanku numpuk (sorry jadinya curhat) story pertamaku bersama Jungkook, gimana rasanya?!

+++



















Barangkali, semua telah terlambat. Hingga seseorang yang berdiri di ambang pintu tersebut, mengurungkan niatnya masuk ke dalam. Aera stagnan di tempat, persendian di kakinya kaku. Tidak mungkin Jungkook membaca suratnya.

Melangkah mundur, Aera hendak pergi. Sial, dewi fortuna tidak berbaik hati memberinya keberuntungan. Tangannya tidak sengaja menyenggol guci yang berada di sisi kiri pintu kamar.

Pun Jungkook segera beranjak dari duduknya, keluar dari sana. Pupil mata memerah Jungkook memandangi Aera dengan jelas. "Aera noona..." ia memanggil lirih.

"Ak-aku—aku kemari ingin mengambil barang yang tertinggal. Jung, aku---,"

Begitu cepat, Jungkook berjalan—memeluk Aera. Erat sekai, takut Aera pergi meninggalkannya. Sampai rasanya, Aera sulit bergerak. Ingin membalas pelukan itu, tetapi tangannya terjatuh lagi. Jangan menangis, jangan lemah—mempertahankan dirinya sekuat yang Aera bisa.

"Biarkan seperti ini. Aku mohon, sebentar saja." ujar Jungkook, pelukannya itu makin erat. "Jung, tapi aku harus pulang. Aku tidak mau lama-lama di sini."

"Noona, kumohon."

Baiklah, Aera menyerah. Sungguh ia tidak mau berdebat lagi dengan Jungkook. Jadi membiarkan pria itu memeluknya.

Lagi dan lagi, semesta tertawa terbahak-bahak. Gemar mengotak-atik takdir mereka, ketika Taehyung berjalan mendekat begitu angkuhnya. Bersuara tanpa memikirkan perasaan Jungkook. Aera datang bersama Taehyung, Aera tidak datang sendirian ke rumahnya untuk pulang.

"Aera, dokter kandungannya sudah menunggu. Ayo, tunggu apalagi."

Jungkook membeku. Padahal, yang dimaksud Taehyung itu bukan dokter kandungan yang memeriksa Aera sedang hamil. Melainkan, dokter yang memastikan—apakah Aera mampu hamil lagi atau tidak?

"Noona, apa maksudnya i-ini?" Jungkook terbata-bata. Kesulitan berbicara karena diserang pikiran buruk.

"Tidak ada waktu menjelaskan, Jung. Sudahlah." Taehyung, berdecak kesal.

"Apa maksudnya?!" Jungkook mengulang, membentak. Membuat Aera terkejut, langsung menjauh. "Kau hamil? Hamil anak Taehyung lagi? Iya, begitu?!"

Demi tuhan, kepala Taehyung rasanya nyaris pecah. Jungkook posesif sekali. Aera tak berniat menjelaskan, terlebih Taehyung.

"Bukan urusanmu!" Aera balas memaki.

Merasa aneh, tidak mengerti—Jungkook ini mengapa berubah aneh pikirnya?

"Jelas urusanku kita belum bercerai!"

"Berhentilah berbicara, Jungkook." Napas Taehyung tersengal, emosinya seketika naik. "Kau yang sudah melepas Aera. Jangan salahkan aku lagi jika aku merebutnya darimu."

Tersenyum bak seorang malaikat, Jungkook mengangguk, membenarkan. Menatap Aera begitu sendu. "Mungkin aku terlalu bodoh, noona. Berharap kau pulang dan memaafkanku. Aku terlalu percaya diri. Pergilah."

Kata terakhir dari Jungkook membuat Aera tersentak dalam diamnya. Telinga yang sungguh mendengar itu, baru saja mendengar ucapan paling menyakitkan. Jungkook berjalan melewatinya, tidak memohon-mohon—pasrah bila akhirnya harus berpisah.

*****

Percuma rela mengikhlaskan. Terheran dihadapi tentang rasa yang kosong. Aera menarik napas dalam-dalam sambil menenangkan diri. Kepulan asap yang berasal dari cangkir tehnya, menjadi saksi jika Kim Aera membohongi perasaannya sendiri.

"Ya atau tidak?" tanya seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya. "Masih bisa dibatalkan kalau kau tidak mau bercerai---,"

"Aku yakin dengan keputusanku." jawab Aera, Yoongi mengerutkan kening tampak ragu-ragu.

Dibujuk sedemikian rupa pun, Aera tetap pada pendiriannya. Agaknya, tiba di titik jenuh atau di titik memaafkan tapi tidak ingin kembali mencoba. Tidak memberi kesempatan.

"Dan kau serius ingin meninggalkan Seoul?" suara Yoongi sedikit menekan, kehabisan cara membujuk Aera. "Bagimu semua akan baik-baik saja? Aera, ini tidak semudah yang kau bayangkan."

"Itu lebih baik, Yoongi. Saat aku pergi, Alena bisa sembuh dan Jungkook melupakan diriku."

"Semakin kau menjauh, Jungkook malah sulit melupakanmu. Aku juga tidak mau nantinya Taehyung seperti orang kesetanan mencari dirimu, menggangguku. Pikirkan lagi, Ae."

"Aku tidak b-bisa..." keputusasaan mendominasi Aera, meremas jemarinya sendiri ketakutan. "Aku tidak bisa mencintai harapan yang kosong."

Selang berapa menit, Yoongi memberikan Aera waktu untuk tenang. Pria itu mengusap punggung adiknya. Aera tidak mempunyai seorang Kakak laki-laki. Pun jauh dari Ayahnya. Sebaik itu Yoongi memerankan perannya yang jarang sekali ia tunjukkan. Biasanya, sulit memberikan perhatian. Atau keduanya kerap bertengkar dan bercanda. Tetapi, Aera tak sedikit pun tersenyum hari ini.

Yoongi melihat begitu banyak luka dari mata indah itu. Siapa yang pantas menyembuhkan luka Aera? Siapa yang berhasil menyatukan kepingan-kepingan hati, yang telah hancur? Ya, Aera membutuhkan waktu seorang diri hingga hatinya sembuh.

*****

Seusai lelah dengan proses perceraiannya. Jungkook saat ini berdamai dengan hati. Meski, bayangan Aera setiap hari berlarian dalam isi kepalanya. Beberapa bulan berjalan, Jungkook bahkan tak mendengar kabar apa pun lagi tentang Aera. Apa mungkin mantan istrinya sudah menikah lagi sekarang? Kesekian kali, Jungkook tidak akan peduli. Sialnya, sore ini ia hendak bertemu Taehyung. Pria Kim itu yang mengajaknya bertemu.

Menunggu seraya menyesap kopinya, matanya melirik Taehyung tanpa ekspresi ketika pria itu duduk di kursi tepat di depannya.

"Ayolah, ada apa dengan wajahmu? Kita tidak bermusuhan lagi bukan?" Taehyung terkekeh. "Kalau kau lupa, Aera pun tidak memilih diriku."

Jungkook memutar bola matanya, "Apa hyung sungguh tidak mendengar kabarnya?"

"Kau tahu aku seperti apa. Tentu saja aku memaksa Yoongi hyung memberi tahuku. Aera sementara tinggal di Amerika. Minggu lalu, aku bertemu dengannya."

"Kalian berdua kembali?"

"Menurutmu?" Taehyung senang menjahili Jungkook rupanya. "Sudah kubilang, dia membutuhkan waktu. Dan aku tidak mungkin memaksa. Hanya, bibirnya tetap sama, manis seperti buah cherry."

Sengaja sekali, memancing amarah Jungkook. Taehyung ingin melihat, apa Jungkook terang-terangan cemburu?

"Kenapa jadi membahas Aera?" Jungkook tertawa canggung. "Hyung lupakan---,"

"Aku tahu kau cemburu, Jeon."

Tebakan yang tepat sekali. Jungkook memalingkan wajahnya, kemudian tampak jelas beban di pundaknya terasa begitu berat. Jungkook berubah jadi lebih tertutup, Taehyung saja perlu memaksanya ribuan kali untuk diajak pergi, mengobrol bersama.

"Tidak, hyung. Aku tidak ada hak untuk cemburu. Aera bukan istriku lagi."

"Jadi, benar? Kau menerima perjodohan Nenek sihir itu?"

Entah harus mengiyakan atau tertawa, Jungkook tak berniat menjawab. Hidup terus berjalan. Tidak mungkin pula, Jungkook setiap hari menyalahkan keadaan.

"Diterima atau tidak, hidupku berjalan bukan? Hyung pun begitu. Sudah jelas aku dan Aera tidak ada kepastian lagi."

[]

Hey Come On Out ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang