Chapter 15

1.3K 151 6
                                    

Jangan harap wanita itu bisa berpikir jernih sekarang. Berapa kali, Kim Aera melamun dan membenci dirinya yang terus menerus mengingat kalimat Jungkook. Ah, sial sekali memang. Bagaimana mungkin pria itu dengan mudahnya mengacaukan hari-harinya? Padahal, baru hari ini Aera pulang. Baru hari ini ingin menata harinya. Dan si Jeon itu tiba-tiba muncul dengan wajah inosen, sialnya begitu seksi. Sungguh, sial.

"Nona Kim?" sekretarisnya memanggil dengan penuh tanda tanya. Bingung akan sikap Aera yang sejak tadi melamun.

Aera mendadak kehilangan fokusnya. Tersenyum kikuk seraya mengusap tengkuk belakang, kemudian mengembuskan napas. "Ah, ya?"

"Maaf sebelumnya aku lupa memberi tahu Nona. Tuan Kim tadi baru saja menghubungi, dia bilang ponsel nona tidak bisa dihubungi."

"Begitu ya? Sepertinya penting sekali?"

"Tuan Kim berpesan katanya ingin mengajak Nona makan siang."

Kim Taehyung ini benar-benar memanfaatkan situasi, batin Aera. Kebetulan yang tidak tepat, di saat yang sama Jungkook juga mengajaknya makan siang. Sumpah demi apa pun, kepala Aera nyaris meledak. Jika saja kedua pria itu mau memberikan Aera kesempatan, beristirahat atau tidak melihat wajah tampan itu barang sehari. Sayangnya, kedua-duanya tak memberi kesempatan.

Kalau tiba-tiba Aera menolak ajakan makan siang dari Taehyung, bisa ditebak si Kim itu akan menjemputnya kemari. Taehyung tidak suka ditolak, dan Jungkook? Bukan pilihan bagus menerima ajakannya. Aera tidak bisa memilih, bukan berarti dia menginginkan dua pria tersebut. Dikejar-kejar membuatnya jadi, seperti anak kelinci kecil yang hendak di mangsa.

Pada akhirnya, Aera mengangguk pasrah. "Baiklah, sebentar lagi aku menemuinya." sejujurnya, tidak ingin memilih melainkan terpaksa.

Mungkin, Aera berniat membereskan meja kerjanya—berniat pergi bertemu Taehyung. Tak tahu saja, kali ini semesta berkehendak lain untuknya. Dari arah belakang, Jungkook datang sambil tersenyum ke arah sekertaris Aera. Memberikan sesuatu di tangan, sebuah amplop cokelat yang berisi uang. Jungkook menggunakan cara liciknya, jelas. Takkan mau kalah dari Taehyung untuk kedua kalinya.

Sepersekon di sana, ketika Aera menoleh dan mendapati Jungkook berdiri tepat di belakangnya. Aera hampir tidak bisa berdiri tegap, sedikit lagi terjatuh saking terkejutnya. "Astaga, hati-hati dong." ujar Jungkook dengan tangan kekar yang melingkar di pinggang Aera.

"Mau apa kau di ruanganku?!" Aera langsung berseru menyambut kedatangan Jungkook. Bukan seruan bahagia atau semacamnya. Seruan tanda bahaya.

Jungkook tertawa geli. "Kenapa sih? Aku bukan hantu, noona. Kenapa kaget begitu?"

"Iya! Maksudku sedang apa kau di sini?! Dan di mana---,"

"Sekretarismu kusuruh pergi, karena aku ingin mengobrol denganmu." Jungkook menyela, lalu berjalan mendekat. "Kalau tidak seperti ini, noona mana mau. Luangkan waktu sedikit saja untukku. Kau sudah sering bertemu Taehyung."

"Jung, sebenarnya kau mau apa?"

"Mau mengobrol."

"Berhenti menertawakanku!" geram, kesal, adalah Aera yang melihat Jungkook menahan tawanya.

Bagi, Jungkook sangatlah lucu. Pertemuannya dan Aera hari ini tidak pernah direncanakan. Jungkook tentunya tidak tahu, Aera pulang dari Amerika dan langsung bekerja. Ataukah, Tuhan berbaik hati padanya? Mengijinkan Jungkook paling tidak mencoba lagi, memberikan apa yang tak pernah Aera rasakan darinya. Tentang sebuah kasih sayang, bukan harapan semu.

Sementara, Aera mati-matian mengontrol degupan jantungnya. Bahkan bisa dibandingkan, ketika dirinya bertemu Taehyung—degup jantungnya tak sekencang ini. Aera tidak mau menyimpulkan. Ini bukan waktu yang disyukurinya sebab bertemu mantan suami, yang seolah menunjukkan—ingin kembali bersama.

"Oke, begini saja." Jungkook bersuara, setelah membiarkan Aera lama terdiam. "Lupakan kata-kataku sewaktu kita baru bertemu tadi pagi. Bagaimana kalau tiga hari berkencan denganku?"

"Jung, tolong jangan---,"

"Bisakah?" kedua mata Jungkook menatap Aera begitu dalam, serius mengucapkan itu. Tak ada niat merayu atau apa pun. "Aku hanya ingin membuktikan. Apakah perasaanku masih sama? Tiga hari, noona. Lihat aku sebagai pria. Jika selama tiga hari, aku tidak merasakan apa-apa. Kau boleh pergi dan kita saling melupakan."

Aera tampak gelisah, telapak tangannya berkeringat dingin. Semakin takut semuanya berubah—Jungkook menaruh hati. Aera pikir, dengan senang hati dirinya menjatuhkan ke dasar laut saat ini juga.

"Kudengar kau akan menikah." daripada menjawab permintaan Jungkook, Aera justru membahas topik lain.

"Aku belum menerima perjodohan itu. Semua keputusan ada di tanganku, noona."

*****

Senyuman manis yang begitu indah untuk dilihat, serta tatapan teduh dari seorang Jungkook. Mengapa baru sekarang Aera melihatnya? Aera berpikir dia sudah gila, karena berjalan di musim dingin sambil tersenyum-senyum. Tanpa sadar, di bawah kakinya ada sepasang sepatu dan seseorang yang berdiri.

"Aku menunggumu tadi siang. Kenapa tidak datang?"

Pemilik suara itu adalah Taehyung. Pribadi dengan balutan mantel cokelat itu, menatap Aera penasaran. Rambut hitamnya dijatuhi butiran salju. Aera tak langsung menjawab, berusaha menyusun kalimat agar Taehyung berhenti menuntut penjelasan. Tahu benar, kelemahan Taehyung saat dirinya berjinjit dan memberikan pria itu kecupan singkat di bibir. Keduanya tidak ada status hubungan, tetapi Taehyung masih menganggap Aera kekasihnya.

"Maaf, ya. Aku lelah dan tertidur." Aera tersenyum manis sekali. Pandai membohongi Taehyung.

Taehyung membuka syal yang melilit di lehernya, memakaikan syal miliknya untuk Aera. Menyadari Aera berbohong, dari matanya. Taehyung malas menebak, takut merusak suasana. Seharusnya, Taehyung senang karena hari ini Aera pulang.

Cintanya untuk Aera sulit dihitung berapa banyaknya. Maka dari itu, Taehyung mencoba mengontrol perasaannya. Namun, rasa itu semakin hari tumbuh. Kali ini, Taehyung takkan mau mengalah sekali pun Jungkook berusaha merebut Aera.

"Ibuku mau bertemu." kalimat Taehyung baru saja membuyarkan lamunan Aera. "Kurasa aku tidak perlu menjelaskannya bukan? Ibu tahu sebegitu inginnya aku menikah denganmu."

*****

Kaca mata baca yang Jungkook kenakan malam ini, agaknya menjadi poin utama menarik perhatian seorang wanita yang duduk menunggunya. Jungkook tak bisa selalu menghindar, salah satunya untuk bertemu wanita yang dijodohkan sang ibu untuknya. Dilihat dari penampilannya yang begitu lugu, Jungkook mengira wanita itu masih sangat muda.

"Kau masih mau menungguku?" Jungkook bertanya, tatapan mata bulatnya itu seakan menghipnotis, membuat wanita itu mengangguk. "Pulang saja. Aku sibuk sekali, Yuuhi."

Yuuhi tidak secepat itu menyerah. Beranjak dari duduknya dan menghampiri Jungkook. "Sibuk atau memang sengaja menghindariku? Oppa, aku tidak kalah menarik dari mantan kekasihmu yang gila dan mantan istrimu itu." Yuuhi sedikit geram, ini ketiga kalinya Jungkook mengabaikan dirinya.

"Kau sudah tahu bukan? Terlihat jelas aku menghindar dan mengapa kau berusaha mendekat?" Jungkook tertawa remeh. "Aku bahkan belum menerima perjodohan kita. Kurang jelas lagi?"

Tangan Yuuhi terkepal, menahan luapan amarah. Jungkook memang sudah sangat geram menanggapi wanita itu. Hubungan bisnis yang menguntungkan kedua belah pihak, dan dalam satu waktu membunuhnya. Cukup satu kali, pernikahan Jungkook gagal. Jangan sampai mengulang kesalahan yang sama.

[]

Hey Come On Out ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang