Chapter 16

1.3K 161 25
                                    

Ceritaku udah kukasih rate mature ya di bio, jadi yakin aja kalian bisa memilih daftar bacaan mana yang pantas dibaca🙂👌🏻 kalau masih ngotot juga berarti itu bukan salahku🙃😈
Sebenernya gak banyak pengantar author, bagi yang udah nonton trailernya berbahagialah dulu🔥🤡
Bab selanjutnya, mungkin dipub sekitar jam 10 atau tengah malem🤸🏻‍♂ gak sehat jantung😒

Ceritaku udah kukasih rate mature ya di bio, jadi yakin aja kalian bisa memilih daftar bacaan mana yang pantas dibaca🙂👌🏻 kalau masih ngotot juga berarti itu bukan salahku🙃😈Sebenernya gak banyak pengantar author, bagi yang udah nonton trailern...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.













"Kita mau ke mana?" Aera bertanya sangat pelan.

Faktanya, Jeon Jungkook berhasil juga membawa wanita keras kepala ini pergi dengannya. Setelah semalaman pria itu tidak bisa tidur, banyak memikirkan sesuatu. Hari ini, hati Jungkook terasa ringan. Tidak ada perasaan yang paling menyenangkan selain bahagia.

Satu hari bersama Aera, dapat menjadi sesuatu yang istimewa. Bagaimana cara menjelaskannya? Jungkook rasa ia tak perlu menjelaskan, sebab melihat Aera tersenyum samar, rasanya sudah cukup.

"Jung, apa aku---,"

"Aku janji takkan melakukan apa pun yang kau tidak ingin kulakukan, Aera."

Aera menghela napas dan akhirnya memandangi Jungkook, lalu sepertinya tak mampu mengalihkan pandangannya, dan semua yang ada di antara mereka berdua. Dan seketika membayangkan Jungkook berbaring di tempat tidur berdua dengannya, mengobrol sebelum terlelap, tertawa bersama pria dengan senyuman yang indah ini. Membiarkan, Jungkook mencintainya mungkin adalah tindakan yang berbahaya, mungkin pula bodoh, itu artinya meminta hatinya disakiti lagi. Namun, bayangan itu tidak dapat dibuangnya seolah pertanda Aera saat ini hanya memikirkan Jungkook.

Kemudian, teringat kalimat Taehyung kemarin malam. Sungguh, Aera tidak pernah mau diposisi membingungkan begini.

"Perjanjian yang jujur kan?"

"Semuanya itu terserah padamu." Jungkook lalu memegang tangan Aera, sedikit membuat wanita itu terkejut. "Sebentar lagi waktu makan siang, kau mau makan di mana?"

"Kau yang mengajakku, Jung."

"Ah, jadi aku yang memilih tempatnya?"

Aera tertawa seraya menepuk lengan Jungkook. Hal kecil yang tak pernah ia lakukan ini. Seringnya bertengkar setiap hari. Ketika bersikap manis, tanpa sadar pipi Jungkook mulai memunculkan semburat merah.

*****

"Jung, apa kau masih mencintai Alena? M-maksudku---,"

"Tidak. Kalau maksudmu apakah aku menderita, kehilangan, dan sebagainya, tidak. Sudah tidak. Tapi pada saat dia meninggalkanku, aku cukup sedih. Kurasa kau juga akan merasa begitu kalau itu terjadi padamu."

Jungkook memandangi Aera lekat-lekat selama beberapa lama. Mengapa juga Aera menanyakan Alena? Bukankan lebih baik bertanya tentang dirinya saja?

"Aera, jangan membahasnya lagi. Di sini hanya ada kau dan aku."

Wanita yang duduk di hadapannya itu membalas dengan senyuman canggung. Tangannya menuangkan kopi dan setelahnya memotong kue. Terjebak dalam kerinduan, memandang satu sama lain dengan sebuah meja di antara mereka.

Aera juga yang tiba-tiba berkata. "Tidak apa-apa kalau kau tidak mau menceritakan hal itu padaku."

Dahi tampak berkerut, Jungkook memandanginya sambil berpikir, lalu mencondongkan tubuh ke depan untuk melihat Aera lebih jelas. "Bukan tidak mau. Rasanya bukan waktu yang tepat membahas oranglain. Aku lebih tertarik jika kau mau bercerita tentang kehidupanmu, tanpa diriku di Amerika."

"Memangnya ada yang menarik dari ceritaku?" Aera mengamati Jungkook lewat pinggir cangkir kopinya.

Menunggu dalam diamnya, sambil tetap mengawasi perubahan raut wajah Jungkook yang misterius. Jungkook dengan celana pendek dan kaos hitam, rambut blonde yang berkilau, nyaris mendekati kata sempurna. Dan tidak terlalu sulit membayangkan Jungkook sebagai kekasih, yang mampu mematahkan hati. Atau kekasih yang menyenangkan yang sanggup memberi apa pun yang Aera minta.

"Kau selalu menarik dimataku, noona." akhirnya Jungkook melanjutkan. "Setelah kita bercerai, aku yakin kau sangat bahagia. Ada satu pria lain yang tidak kenal lelah mengejarmu, kau paham siapa maksudku?"

"Ya, maksudmu itu Kim Taehyung?"

Jungkook terkekeh, menopang dagunya terus menatap Aera. "Dia jelas sangat tergila-gila padamu."

"Oh, dan mengapa kau senang sekali membicarakan temanmu itu?" alis menukik, seiring tertawa sinis. "Kau baru mengatakan. Ini bukan waktu yang tepat membahas oranglain, Jung."

Suasana hati Jungkook yang semula senang, di dominasi dengan rasa kecemburuan. Sebenarnya jika disebut, pikirannya itu penuh akan prasangka buruk. Jungkook begitu pintar menutupi semua itu. Lalu, terpikir olehnya bahwa mereka telah banyak menghabiskan topik pembicaraan yang membosankan. Alih-alih membuat keduanya semakin dekat, sepertinya itu justru membuat jurang di antara Jungkook dan Aera semakin lebar.

Kata-kata dan cara Jungkook, yang menutup diri itulah yang mengundang rasa penasaran Aera.

"Aera noona?"

Aera tersentak dari lamunannya. Sebab sejak tadi Jungkook diam. "Ya?"

"Hari sudah sore, kau mau mandi dan berganti pakaian dulu sebelum kita pulang?"

Poin terpentingnya, Jungkook membawa Aera ke hotel, yang tentunya banyak menyajikan fasilitas menggiurkan di sana. Kalau boleh Aera jujur, sangat gugup. Mengingat kalimat Jungkook saat mereka bertemu di kantor. Memikirkannya saja, Aera bisa gila. Apalagi kalau sampai terjadi?

"Mmm—ya, terimakasih." merutuki diri karena gugup, dan Jungkook tersenyum karenanya.

"Aku akan mengantarkanmu ke kamar."

******

Biarlah kali ini, Jungkook menggunakan cara kelewat berengsek. Awalnya, berniat mengantar Aera ke kamar dan langsung pergi saat itu juga. Siapa yang bisa menebak? Iblis tertawa menonton kedua anak adam itu melakukan dosa.

Jungkook kehilangan kontrolnya. Mendorong Aera tenggelam masuk ke dalam kamar. Bahkan tak diijinkan lagi mengungkapkan kalimat protes, tangan wanita itu hanya mampu meremat kaos Jungkook. Menyalurkan rasa keterkejutan, dan kaki Aera semakin lemas. Napasnya tersengal sewaktu Jungkook mencium bibirnya begitu dalam. Sangat mabuk, isi kepalanya kosong. Candu sekali hingga Aera meloloskan suara tercekat di tenggorokan, terdengar seperti sebuah undangan untuk Jungkook melakukan lebih.

Larut akan suasana yang tercipta. Tak peduli lagi, bila sekarang mereka mantan suami dan istri. Terlalu sibuk mengejar kenikmatan. Tepat ketika Aera melepas ciuman Jungkook, kedua mata Jungkook sangat gelap. Aera kehilangan kalimatnya. "Jung—" sisi egois Jungkook pun keluar, tidak membiarkan Aera bicara. Melanjutkan apa yang inginkan. Aera ingin bicara tapi bibirnya sudah lebih dulu disumpal oleh bibir Jungkook.

Kali ini serangan Jungkook lebih agresif, karena sampai Aera menjatuhkan ponsel yang berada di genggamannya. Aera juga tidak sadarkan diri, bagaimana tangan Jungkook begitu ahli menurunkan resleting di punggung Aera.

"Noona, maaf karena aku melanggar janjiku."

Ya, janji untuk tidak melakukan apa pun. Detik itu Aera meneguk salivanya susah payah, percuma melarikan diri. Dia ada di genggaman tangan Jungkook malam ini.

[]

Hey Come On Out ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang