Hal pertama yang Aera tanyakan saat dirinya baru saja membuka mata—sekarang hari apa? Berapa lama ia tak sadarkan diri? Pun melihat Jungkook yang juga ada di sini, semakin membuat Aera bersedih. Barangkali, Aera ingin membicarakan sesuatu. Tetapi, seluruh kalimatnya tertelan—tak dapat mengungkapkan apa yang dirasakannya. Air matanya perlahan jatuh.
"Noona menangis—kenapa?" Jungkook langsung bertanya penuh perhatian. "Apa yang membuatmu sedih?"
"Aku..." Aera menarik napas dalamnya.
Wanita itu memejamkan mata dan mengeluarkan suara lemah yang serak dari tenggorokannya ketika tangan Jungkook menangkup wajahnya, sebuah suara kecil yang putus asa. "Aku tidak tahu. Ini bukan apa-apa, Jung. Sungguh."
"Katakan padaku." ucap Jungkook lembut. "Aera noona, lihat aku. Apa aku tidak berhak tahu mengenai keadaanmu? Kenapa kau menyembunyikan ini dariku?"
Aera semakin sulit berhenti menangis. Entah mengapa, wanita yang selalu keras kepala itu tampak begitu lemah di hadapan Jungkook. Beberapa detik, Jungkook membiarkan Aera menangis, memberinya waktu agar tenang. Lalu, Jungkook mengecup mata Aera dan menyusurkan tangannya menuruni tubuh Aera, serta membawanya ke dalam pelukan, mendekapnya lebih erat lagi.
Merasakan tubuh kekar itu memeluknya, membuat Aera merasa begitu halus dan mungil di dalam pelukan Jungkook. Suara berat menyapa telinganya, pun telapak tangan yang mengusap rambutnya secara perlahan. Terlihat jelas, Jungkook memberikan Aera perhatian dan kasih sayangnya. Sebuah rasa tulus, yang belum pernah Aera dapatkan dulu. Tidak ada kata terlambat, untuk memperbaiki apa yang telah rusak.
"Dia baik-baik saja." tersenyum, memandangi mata Aera. "Aku tidak akan banyak bertanya lagi. Mungkin, noona juga terkejut mendengarnya."
"Aku sulit memercayainya. Jung, bagaimana kalau ibumu tahu?" Aera sangat cemas dan takut. "Kupikir aku tidak bisa hamil, dan ini—sangat mengejutkanku."
"Noona..." tangan yang semula mendekapnya, turun ke bawah dan beralih menggenggam tangan Aera. "Jangan pikirkan itu dulu. Sekarang ada sesuatu yang ingin kutanyakan padamu. Ah, bukan pertanyaan. Karena, kau tidak kuberi pilihan."
"A-apa? Jung, langsung bicara saja."
"Noona tidak boleh menolakku. Kita harus menikah."
Tentu saja, Kim Aera kehabisan kata-kata. Senyuman Jungkook serta genggaman tangan pria itu, membuatnya yakin—dia memang tidak boleh menolak lamaran Jungkook.
*****
Setelah semuanya disusun rapi di dalam koper, Taehyung menatap Jimin yang duduk di sofa—sedang menunggunya sambil membaca koran. "Jim, aku sudah selesai. Jam berapa---,"
"Apa kau yakin?" Jimin tiba-tiba bertanya. "Kau tidak berniat menemui Aera dulu? Well, untuk yang terakhir kalinya."
Taehyung menghela napas sangat berat. Ini menjadi keputusannya. Meski, hatinya begitu sakit sekali. Taehyung rasa, ia tak sanggup bertemu Aera lagi.
"Kau tahu, itu yang membuatku semakin sulit untuk pergi. Aku masih mencintainya, sama seperti dulu."
"Dan maksudnya kepergianmu ini, apa?"
"Menenangkan diri."
Jimin terkekeh, bukan mengejek atau apa. Tahu benar, sifat Taehyung itu seperti apa. Sebanyak apa pun Taehyung menutupi perasaannya, dengan mudahnya Jimin pintar menebak. Pria itu mendekat, menepuk pundak Taehyung—seolah itu bisa meringankan beban pikiran sahabatnya, selalu memberi semangat.
Pada akhirnya, Taehyung merelakan cintanya. Membiarkan perasaan itu ia kubur dalam-dalam. Hati tidak bisa dipaksakan. Asal, seseorang yang dicintainya bahagia—Taehyung rela melakukan apa saja.
*****
"Bagaimana dengan Ibumu?"
Jungkook hampir melupakan Ibunya. Wanita itu pasti yang pertama menolak dan menghancurkan semuanya. Jungkook memejamkan matanya gelisah. Perjodohan sialan itu.
"Aku bisa mengatasinya nanti," kata Jungkook meyakinkan lagi. "Kau mau kita menikah dan hidup bahagia bukan?"
"Jung..." Aera memanggil nama itu dengan lirih.
"Tolong jawab aku sekarang, Aera. Kumohon." walaupun tadi pagi, Jungkook sedikit memaksa. Dia juga butuh yang namanya kepastian.
Jika sudah mendengar Jungkook memohon, Aera rasanya tidak bisa untuk menolaknya. Dia terlalu mencintai Jungkook, tepatnya entah sejak kapan cinta itu tumbuh. Rasanya semakin hari, cintanya untuk Jeon Jungkook terus tumbuh.
"Ya... Aku mau." dan Aera kalah, dia menerima Jungkook detik itu juga.
Jungkook senang bukan main mendengarnya. Jungkook bahkan menarik pinggang Aera agar mendekat padanya. "Jung—mppphhh..." mencium bibir Aera untuk mengungkapkan rasa bahagia itu.
Aera menikmati setiap lumatan bibir Jungkook yang menciumnya, begitu juga dengan Jungkook yang selalu ingin menyesap bibir manis Aera. Seperti sebuah lelehan cokelat karamel yang membuat Jungkook melebur bersama Aera.
Dalam satu detik di sana, Jungkook berhenti dengan menarik sudut bibirnya—tersenyum penuh arti. Setidaknya cukup mengundang tanda tanya bagi Aera. Dan benar saja, Jungkook tidak mau jantung Aera beristirahat.
"Noona... Boleh aku meminta hadiahku sebelum kita menikah?"
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Hey Come On Out ✓
Fiksi PenggemarJangan lupakan bahwa takdir terus mempermainkan mereka. Hingga ingin berlari sebab terlalu muak. Dengan kepingan harapan yang tersisa. Meraih bahagia yang sulit didapat. ⚠️TRIGGER WARNING - PG 21+ HARSH WORD, DEPICTION OF SMUT, MENTAL ILLNES ISSUE E...