Chapter 23

1.2K 147 15
                                    

Sambil meredakan mabuk yang masih tertinggal, Taehyung memijat kepalanya—merasa begitu hancur dan bodoh. Merindukan, Aera. Rindu yang bahkan sulit baginya untuk dilupa. Masih begitu mencinta. Sampai ingin mati, tidak rela melihat Aera bersama pria lain.

Taehyung mungkin tak tahu, Aera berjalan masuk ke dalam kamar hotel—melihat pria itu yang diselimuti kesedihan. Aera tetap sama, memanggil Taehyung dengan suara lembutnya.

"Taehyung?"

Pria itu langsung menoleh, terkejut bagai tak memercayai adanya kehadiran Aera di sini. Kedua matanya terasa panas. Taehyung diam, menunggu Aera datang menghampiri. Lalu, saat wanita itu duduk di sebelahnya—Taehyung melebarkan tangan untuk memeluk, membawa tubuh mungil itu ke dekapannya.

"Aku merindukanmu. Aera, rindu sekali." lirih Taehyung. "Aku percaya kau pasti datang menemui diriku."

Aera menepuk punggung Taehyung, berusaha menenangkannya. Tangannya membelai rambut Taehyung, berkata "Kenapa kau seperti ini? Kau pikir aku tidak khawatir? Jangan melakukannya lagi." ujar Aera kesal. "Kau pantas bahagia tanpa diriku. Tae, aku---,"

"Bahagiaku selalu tentangmu." Taehyung melepas pelukannya, mata itu dibasahi air mata. "Dan kupikir—aku telah kehilangan itu semua."

"Taehyung, tidak. Jangan pernah—"

"Bisakah sekali saja kau tinggal sebentar di sini? Temani aku, Aera." memohon, wajah itu benar-benar sedih. "Untuk terakhir kalinya. Aku ingin bersamamu lebih lama. Sebelum melepaskan dirimu."

"Aku bukan tidak bisa. Tapi semua sudah tak lagi sama, Kim. Aku mungkin akan tinggal menemanimu. Bagaimana perasaan Jungkook nanti? Aku harus menjaga perasaannya meski dia tidak mengetahui hal ini." menghela napas berat, menggenggam tangan Taehyung, Aera tersenyum pada pria itu. "Kau pernah ada di hidupku. Aku pernah mencintaimu lebih dari apa pun. Kau istimewa. Perasaan itu mungkin perlahan hilang, tapi aku tidak lupa jika kau—"

Taehyung tidak mau mendengarnya lagi, semakin sakit baginya. Daripada menjawab, dia lebih suka mendekat. Mendaratkan bibirnya di bibir Aera. Mencium Aera, ciuman yang dia rindu. Ciuman yang selalu dinantikannya.

Hingga, wanita itu terdiam. Kebingungan. Tidak membalas ciuman Taehyung. Membiarkan bibirnya di lumat lemah lembut, beberapa detik. Aera merasa, Taehyung memancingnya, dan tahu takkan berhenti mencium kalau Aera belum membalas.

Pada akhirnya, Aera terpaksa. Membalas ciuman Taehyung—ketika tangan pria itu membelai lehernya berulang kali. Aera spontan melepas, menjauh. Ingat, bahwa yang dilakukannya adalah kesalahan.

"Kim, aku pikir kita jangan melanjutkannya lagi." Aera gugup setengah mati, sewaktu Taehyung menatapnya.

"Aku menciummu untuk perpisahan." kesedihannya bertambah. Taehyung memegang kedua pundak Aera agar dirinya dilihat, betapa ia begitu lemah dan sulit melupakan. "Aera, aku rasanya hampir mau mati. Kau satu-satunya orang yang kucinta. Dengan mudahnya, berpaling. Aku marah dan kecewa. Bodohnya, aku tetap menjadi seseorang yang tidak kau lihat. Walaupun, kita pernah bersama. Itu jelas berbeda. Saat itu, tak ada Jungkook. Hanya ada kita berdua.

Alena pergi, kau terpaksa menjadi pengantin pengganti. Di saat itu, kau mulai melupakanku. Aku tahu, kau mencintainya."

Dalam kesedihan serta Taehyung yang kacau, ia berkata dengan suara bergetar. "Aku bahagia jika kau bahagia." kata Taehyung, pilu. "Apa pun yang menjadi keputusanmu, aku bisa---,"

"Kim Taehyung," Aera menyela ucapan Taehyung, tidak tahan mendengar kalimat ungkapan kesedihan itu. "Terimakasih, ya." memeluk Taehyung lagi. Berbisik seraya tangannya mengusapi rambut Taehyung, penuh sayang. "Perpisahan ini bukanlah akhir dari kita. Aku dan kau bisa menjadi sahabat."

Hey Come On Out ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang