PART 6

3.7K 354 30
                                    

Leesha melangkahkan kaki jenjangnya memasuki pekarangan rumah. Matanya ternyata menjadi sembab akibat menangis diam-diam saat perjalanan pulang, mengingat kejadian di sekolah tadi. Ia menuju ke arah kran air yang ada di pojok halamannya. Kedua tangan mulai membasuh muka berkali-kali agar wajahnya tak sembab lagi.

Ia membuka pintu rumahnya yang tak terkunci. Pemandangan yang terlihat pertama kali masuk ke rumah adalah seorang wanita paruh baya sedang memegangi kepalanya. Sontak Leesha berlari menghampiri bundanya yang hampir ambruk.

"Bunda!" seru Leesha terkejut sembari menopang tubuh sang bunda.

Meskipun berat, Ghaisya berusaha membuka matanya. Dengan sekuat tenaga ia berusaha bangkit dari rengkuhan putrinya. Leesha tampak khawatir, wajah Ghaisya terlihat sangat pucat, tubuhnya pun terlihat lemas tak berdaya.

"Bunda sakit? Kenapa nggak istirahat aja, Bun?" Ucapan Leesha terdengar begitu cemas.

Ghaisya tersenyum ke arah Leesha dengan bibir pucat pasi. "Enggak, Sayang. Bunda nggak sakit kok. Mungkin cuma kelelahan aja, udah kamu jangan khawatir, ya. Bunda baik-baik aja." Ghaisya berkata dengan tenaga yang tersisa.

Leesha menggeleng kuat. "Bunda istirahat sekarang. Aku nggak mau bunda kenapa-kenapa."

"Tapi, Sha ... Bunda harus kerja sekarang." Ghaisya mengusap rambut Leesha pelan.

"Sehari libur dulu bisa 'kan, Bun? Kalau enggak kuat jangan dipaksain," ujar Leesha dengan mata berkaca-kaca.

"Gaji Bunda tidak terlalu besar, kalau ambil cuti pasti akan dipotong. Kamu tenang aja, Bunda pasti nggak bakal kenapa-kenapa, kok." Ghaisya berusaha meyakinkan putrinya bahwa ia baik-baik saja.

Leesha menggeleng tak setuju. "Nggak apa-apa, Bun. Biarin aja gajinya dipotong, asal Bunda sehat. Kalau perlu, Bunda potong juga uang saku aku."

"Kebutuhan kita banyak, Leesha. Bukan cuma uang saku kamu ... tagihan listrik, air, belum juga buat kita makan sehari-hari," ucap Ghaisya sembari menghela napas lelah.

"Tapi kesehatan Bunda lebih penting," cicit Leesha memandang Bundanya penuh haru.

"Tadi Bunda 'kan udah bilang ... Bunda nggak apa-apa, Sha."

"Bun, tolong dengerin Leesha kali ini aja ...," mohon Leesha. Dia sungguh tak ingin jika Bundanya semakin kenapa-napa. Hanya, Bundanya lah yang ia punya saat ini.

"Oke-oke, Bunda nggak kerja hari ini. Kamu senang?" tanya Ghaisya. Sepertinya ia harus menurut pada anak gadisnya kali ini.

Senyum Leesha terbit. "Nah! Gitu dong, Bun. Itu baru Bundanya Leesha." Leesha memeluk Ghaisya penuh kasih sayang. Ghaisya pun sama mengeratkan pelukan Leesha.

Tak lama kemudian, Leesha melepas pelukannya dan menatap manik mata Ghaisya. "Ayo, biar Leesha antar Bunda ke kamar," ajak Leesha dan diangguki oleh Ghaisya.

"Siap, kapten!" Ghaisya menjawab membuat Leesha terkekeh lepas.

Leesha pun memapah Ghaisya dengan hati-hati menuju kamar yang bersebelahan dengan kamarnya. Ia membaringkan tubuh Ghaisya di kasur, meletakkan telapak tangannya di kening dan merasakan sensasi panas yang biasa timbul jika demam.

Gadis itu mengambil obat yang biasa disimpan di laci kamar. Menyiapkan segelas air putih untuk diberikan kepada Ghaisya. Samar-samar wanita itu tersenyum kala menatap putrinya tumbuh menjadi gadis yang baik dan periang.

LET YOU GO [PRE-ORDER]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang