Nathan diam dengan kebisuannya. Mulutnya kelu untuk menjawab pertanyaan dari Leesha. Tapi, hatinya seolah mengatakan 'iya'. Untuk mengatakan hal itu tidak akan mudah bagi Nathan, gengsi. Gadis di sampingnya pasti akan cepat terbang setinggi angkasa.
"Ck! Bilang iya apa susahnya, sih, Nath? Nggak akan rugi, kalau rugi gue ganti deh!" tawar Leesha. Gadis itu sedikit menahan tawanya saat melihat tatapan menghunus Nathan yang diberikan pada dirinya.
"Udah, diem! Gue lagi nyetir, mau ada kecelakaan kayak tadi lagi?" Suara Nathan yang tegas mengisi seluruh ruang mobil. Leesha seketika menjadi diam. Dia jadi teringat insiden tadi, hampir saja dia kehilangan nyawanya.
Namun, untungnya ada Nathan yang menyelamatkannya. "Gue sampai lupa. Makasih buat semuanya, Nath." Leesha tersenyum tulus. Terdengar ambigu bagi sebagian orang yang teliti dalam mendengarnya. Seolah kata terima kasih itu memang ditujukan untuk mengakhiri sesuatu.
Meski Nathan tak menoleh, ia masih dapat melihat senyuman tulus yang terbit dari hati milik Leesha. Hatinya ikut menghangat seketika. Debaran jantungnya tak lagi normal.
"Nath, lo demam?" Nathan menggeleng yakin. Tapi Leesha menunjuk pipinya, sambil berucap, "Tapi di pipi lo sedikit merah. Kayak tomat sayur."
"Lo nggak ada alergi 'kan Nath. Terus ini kenapa?" tanya Leesha berubah khawatir. Rasanya takut sekali jika Nathan kelelahan karena terus mengerjakan tugas lalu, membawanya ke rumah sakit, dan sekarang harus mengantarnya ke rumah sakit Ghaisya dirawat.
Tak ada jawaban dari seseorang yang ditanya. Dengan mencoba pasrah akhirnya Leesha membulatkan keputusannya. "Gue turun di sini aja, deh, Nath." Tepat ketika Leesha menyelesaikan kalimatnya, Nathan memberhentikan mobilnya. "Mungkin muka lo merah karena kelelahan. Maaf—"
"Gue bilang diem, ya diem, Sha! Kunci mulut, lo. Atau lo tidur aja," titah Nathan mengulang. Nathan melupakan satu hal bahwa gadis itu keras kepala. Sangat sangat sangat keras kepala hingga memecahkannya pun mustahil.
Nathan sedikit melirik gadis di sampingnya yang tengah memainkan ponsel dan juga memakai earphone di telinganya. Tidak mungkin 'kan gadis itu merajuk? Ayolah, Nathan tidak pernah tau caranya berurusan dengan gadis yang sedang dalam mood tidak bagus atau bahkan buruk.
"Di radio juga ada lagu. Jadi, nggak usah pakai earphone juga," sindir Nathan.
Seketika, Leesha melepas earphone-nya dan menatap Nathan bingung. "Gue bukan denger lagu, Nath."
"Terus?"
Leesha sedikit memperlihatkan apa yang didengar dan dilihatnya. "Dengerin banyak hal. Kayak, di video ini ada suara gue sama lo yang lagi nyanyi tadi. Seru, Nath dengernya, buat hati gue bahagia. Terus, gue juga lagi liat video mukbang di you tube."
Nathan bernapas lega. Mengira dirinya akan menghadapi masalah. Ternyata hanya hal sepele. Gadis itu ... selalu saja membuatnya kelimpungan bahkan sakit kepala seketika. Entah bagaimana Ghaisya bisa sabar dengan tingkahnya yang di luar dari kata aktif. Memikirkan hal tersebut membuatnya kembali menghela napas.
"Ya udah, sekarang lo pejamin mata aja. Tidur, nanti gue bangunin kalau udah sampai," titah Nathan lagi. Namun, intonasinya terdengar memohon bahkan dengan titik terlembut dan terhangat. Leesha tidak bisa jika tidak menurut.
"Satu kalimat sebelum gue tidur. Lo tuh perhatian, Nath tapi masih kaku." Gadis itu kemudian menyandarkan tubuhnya pada kursi mobil, mulai memejamkan mata. Siap menyelami lautan mimpi yang mungkin saja mendatanginya.
Beberapa saat kemudian, Nathan menoleh pada Leesha yang ternyata sudah tidur. Tangannya terulur mengelus rambut hitam Leesha. Kemudian, kembali fokus menyetir.
KAMU SEDANG MEMBACA
LET YOU GO [PRE-ORDER]
Teen Fiction❝ Kenangan indah dari kamu terlalu berharga untuk dihancurkan. ❞ ...... Tuhan menciptakan manusia dengan berpasang-pasangan. Seperti aku dan kamu. Namun kemudian, kamu menghilang. Tidak. Bukan ragamu yang hilang, tapi jiwamu bahkan perasaanmu. Menur...