Frozing

1K 67 21
                                        

Semburat jingga kekuningan mulai menghiasi langit nan kelam, mengusir kegelapan malam yang dingin. Hari sudah terang meskipun matahari masih terselimuti oleh kawanan uap air dingin.

Suara batuk itu kian menjadi, memecah keheningan Fajar. Riva memandang khawatir nenek kesayangannya itu.

Wanita tua yang tengah merajut itu tak mempedulikan hirauan Riva untuk beristirahat. Ia malah membalasnya dengan senyuman.

Riva tak pernah lelah untuk mengingatkan neneknya itu, namun tetap saja sang nenek masih asik dengan Rajutannya diatas kursi goyang.

Pukul sepuluh pagi, kursi itu tak lagi bergoyang. Riva dikejutkan dengan Neneknya yang kini tengah mencengkeram dada kirinya sambil mengerang kesakitan.

Kini gadis itu dalam keadaan kacau. Tidak tahu apa yang harus di perbuat. Nomor telepon rumah sakit yang dia tuju bahkan tak bisa dihubungi. Erangan nenekny membuatnya semakin khawatir.

Baru hendak menelpon kembali rumah sakit, handphonenya bergetar menampakkan nama Aldio disana.

"Hey Riv, bisa ketemu hari i..." ujar suara dari sana.

"Al,, tolong aku...." lirih Riva mulai menitikkan air matanya.

——————***———————

Nenek Riva segera masuk Ruang perawatan intensif, Aldio menyentuh pundak Riva.

"Kau baikkan?" Ucap lelaki itu tersenyum. Riva mengangguk, walau sebenarnya ia tidak baik baik saja.

"Terimakasi Al.. aku tidak tau harus berterimakasih seperti apalagi.." ujar Riva tersenyum mengusap bulir bulir air matanya.

"Boleh minta satu hal?" Kata Aldio memantapkan suaranya. Riva mendongak ia menatap Aldio, begitu juga sebaliknya.

"Teruslah jadi temanku.." Ucap Aldio dengan pipinya yang memerah. Ia tampak canggung. Riva mengangguk dengan pastinya.

"Tentu.."

——————***———————

Riva membuka jendela kamarnya, apartemennya terasa sepi tanpa kehadiran neneknya tercinta. Gadis itu menatap langit yang hitam kelam

Rintik rintik salju menerpa wajahnya.

"Hey.." Sapa Lelaki berambut pirang abu-abu di dedepannya, melayang. Riva tersenyum kecil.

"Kesepian ya? Kasian.." ledek Devan dengan senyum jahilnya. Riva hanya diam menatap Devan kosong.

Gemas melihat ekspresi Riva, Devan menggait tangan Riva, menariknya hingga kedekapannya.

"Enaknya kemana ya... bosen juga lama-lama disini.." Ujar Devan memandang bintang-bintang, tak peduli oleh Riva yang meronta-ronta minta turun.

Riva hanya bisa menutup matanya mengingat mereka berada di ketinggian yang lumayan.

"Masih ingin di peluk?" Ledek Devan yang sudah berdiri tegap dengan Riva didekapannya. Gadis itu membuka kelopak matanya, memperlihatkan pupil cokelat mudanya.

Ia terkesima, memandang langit yang bertabur bintang, Ada konstelasi Canis mayor, Canis Minor, Dan Orion. Ada Auriga, Aries dan Taurus juga disitu. Ya, bintang-bintang itu tampak terlihat jelas dari atas bukit.

"Indah..." Ucap Riva disertai dengan anggukan Devan. Devan menunjuk satu bintang biru dari rasi Orion.

"Rigel... aku ingin menjadi Rigel.." Kata Devan tersenyum kecil melihat bintang favoritnya itu.

"Van keren banget..."

"Dulu diriku yang lain sering mengamati bintang disini.." jelas Devan tersenyum. Riva menunduk.

"Berharap dirimu yang lain cepat sehat..." Kata Riva menyentuh pundak Devan, lelaki itu tersenyum kecil.

"Riv... ada yang harus aku omongkan.." Ujar Devan menatap Riva lekat, sorotan mata seriusnya bagai menusuk langsung kedalam hati gadis itu.

"A...apa?" Riva gelagapan.

"Jauhin Aldio.." lirih Devan, Hal itu membuat Riva melotot. Baru tadi siang ia berjanji terus menjadi teman lelaki itu.

"Hal yang itu gak bisa.." kata Riva membuang pandangannya memandang langit.

"Riv, please..." Devan masih menatap Riva, gadis itu menelan ludah.

"Gak bisa Van... lagian kamu bukan siapa-siapa menyuruhku seperti itu.." Kata Riva mulai menaikkan nada bicaranya. Devan menghela nafas, ia memeluk Riva erat, erat.. sampai gadis itu kehabisan nafas.

"Pokoknya jauhin Aldio.." ucap Devan dingin. Riva spontan mendorong Devan.

"Udah ku bilang gak bisa, lagian kamu itu kenapa sih? Iri karena Aldio lebih ganteng lebih baik? Iri karena Aldio itu manusia biasa? Aku salah menilaimu Van" Sinis Riva.

"Bukan begitu Va.." ucap Devan dingin, bagai ditusuk 1000 pedang Devan tersenyum kecut memandang punggung Riva yang telah menjauh. Aldio lebih ganteng lebih baik? Aldio manusia biasa?

Devan mencengkram dadanya, merasakan dingin. Padahal tempolalu, ia sempat merasakan hangat didalam. Kehangatan itu kini sirna. Hanya ada dingin, hatinya kini membeku?

—————***—————

A/n:  haii... maaf lama update, maaf juga kalo ga seru.. btw makasih sebesar besarnya buat yang baca;) saran dan kritik selalu diterima, btw ini area jujur yaa... jadi kalo banyak kekurangan bilang aja~ see youuu...

Our Story on WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang