Devan + Riva = Deryl

378 28 12
                                    

"Mommy," panggil anak itu setengah berlari menghampiri wanita yang mengenakkan blouse panjangnya. Riva Allegra, delapan tahun merubahnya menjadi wanita dewasa yang anggun dan berwibawa, tak hanya paras namun juga tutur kata dan sifatnya.

"Diam di tempat Deryl." Riva mengambil gambar anak laki-laki itu dengan kamera tuanya lalu tersenyum kecil.

Tapi percayalah ia masih Riva yang dulu. Yang menyukai fotografi dan tentu saja...

"Hai honey, miss me?" panggil suara berat itu memeluk Riva dari belakang.

Dan tentu saja menyukai Devan.

"Halo Van," ucap Riva terenyuh, membiarkan suaminya memeluknya erat. "Sepertinya kau makin mirip anaconda ya?"

Devan melepas rengkuhannya. Laki-laki itu mencubit hidung Riva, sambil terkekeh.

"Daddy," panggil anak laki-laki yang tadi. Ia berlari ke dalam pelukan Devan.

Devan mengusap puncak kepala Deryl dengan bangga. "Wah kamu makin ganteng ya dari Sejam terakhir kita bertemu."

Rambut pirang abu-abu Deryl diacak-acak oleh Devan. Membuat anak itu berteriak pada Riva. "Mommy, Daddy iseng lagi."

"Ayo siapa kesayangan Daddy?" Devan mengerucutkan bibirnya sambil menggoyangkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. "Siapa?"

"Daddy memalukan." Pipi Deryl bersemu merah padam, malu.

"Ayo, siapa jagoannya Mommy?" Kini Riva ikut merunduk, menyejajarkan kepalanya dengan bocah lima tahun itu.

"Aku dong Mom," ucap Deryl menyentuh pipi Riva dengan lembut.

Dan beberapa detik kemudian, Devan merajuk. Laki-laki itu mencibir ke arah Riva yang kini menjulurkan lidah ke arahnya.

"Jadi gak ada kesayangannya Daddy nih?" tanya Devan lagi. Namun, Deryl tidak menghiraukan karena masih tenggelam dalam pelukan Riva.

Devan cemberut, wajahnya menekuk kesal. Ia akhirnya berjalan gontai pulang.

...

"Van, tolong bantu aku," teriak Riva dari dapur. Devan tidak menyahut.

"Van?" panggil Riva lebih keras.

Tidak ada jawaban.

Akhirnya wanita itu memutuskan untuk berjalan ke kamar menemui suaminya.

"Van?" katanya sambil membuka pintu kamar. Devan ada di dalam sambil membaca koran mingguan.

"Devan...," panggilnya lagi. Devan tidak menghiraukan Riva sama sekali hingga akhirnya Riva kehabisan kesabarannya.

"Devaaaaannn." Riva menerjang Devan, melompat ke arahnya sambil bersiap-siap untuk menjewer telinga Devan.

Melihat Riva yang berlari ke arahnya, Devan hanya menggeser tempat duduknya agar Riva tak persis membenturnya.

Riva mencubit pipi Devan, alih-alih meringis Devan malah diam tanpa menghiraukan Riva sama sekali.

Wanita itu kesal dan memutuskan untuk berjalan ke luar kamar.

Riva tahu apa yang harus ia lakukan sekarang. Wanita itu kini berjalan ke sebuah kamar lainnya yang berada di dekat kamar miliknya.

Setelah mengetuk beberapa kali, Riva membuka kenop pintu. "Deryl? Kau di dalam?"

"Yes Mommy," sahut suara kecil dari dalam kamar.

Ketika pintu terbuka, Deryl menghambur ke pelukan Riva. Riva mengusap puncak kepala Deryl sambil mengecupnya beberapa kali. Setelah itu bibirnya beralih ke telinga Deryl, membisikkan sesuatu di telinga mungil malaikat kecilnya.

....

Devan membolak-balik halaman koran yang ia baca, apa yang ia baca dari tadi tidak ada yang menyangkut di otaknya. Secuil perasaan bersalah itu mengembang. Tidak seharusnya ia bersikap seperti tadi.

Suara ketukan itu membuat tubuhnya kembali menegang, wajahnya kembali kaku dan tatapannya ia paku ke dalam koran.

"Daddy?" Dan suara mungil itu, meluluh lantakkan hatinya. Membuatnya terbuai dan terlonjak dari tempat duduknya.

Deryl membuka pintu dan masuk ke dalam. Devan mengintip dari balik koran. "Ada apa?"

"Daddy, Bacakan Deryl cerita dong." Deryl yang ternyata masuk sambil menyeret buku cerita bergambar miliknya mendekat ke arah Devan.

"Kenapa tidak minta Mommy saja?" Devan berdehem sambil membalik lembaran korannya.

"Deryl maunya sama Daddy," ucap anak itu dengan matanya yang berkilauan layaknya seribu kunang-kunang. Siapa yang bisa menolak permintaan anak selugu itu? Tentu saja tidak ada.

Devan menghela napasnya dan mengambil buku cerita yang ada di tangan Deryl.

Deryl merangsek naik ke dalam pangkuan Devan, telunjuknya yang mungil menunjuk-nunjuk cover buku dengan tak sabar. "Ayo baca Daddy, baca."

Devan mendengus dan membuka halaman pertama. "Peri salju dan Pangeran."

"Peri salju memiliki rupa yang cantik dan menawan." Devan membaca buku milik Deryl sambil mengernyit.

Beberapa detik kemudian ia menutup bukunya dan menaruhnya di sampingnya. "Cerita ini kurang seru."

Deryl menatap Devan kecewa. Namun, Devan malah tersenyum kecil. "Mending cerita versi Daddy...."

"Judulnya? Peri salju tampan dan gadis biasa." Devan tersenyum tipis sambil mengusap puncak kepala Deryl penuh kasih sayang.

....

A/n : haiii.. aku kangen Devan dan riva ><

Maafkan part ini gaje tapi tapi tapi gapapa lah ya, buat yang kangen devan dan riva monggo, buat yang gamau baca juga aku ga maksa kok~

tepat setahun lalu aku ngepost epilog hehehe..  YEAH... tulisan ini udah setahun umurnya (?)

forursmile

Our Story on WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang