Seven

843 65 9
                                        

"Riv?" Lambaian tangan Aldio yang tepat 10cm dari wajahnya itu berhasil membuat gadis itu tersadar akan lamunannya.

"Eh? Iya gimana?" Riva memicingkan matanya mencoba memfokuskan pikirannya.

"Besok mau kerumah? Ada hal keren yang ingin kutunjukkan. Ayahku juga ingin bertemu denganmu." Aldio mengulangi pertanyaannya barusan. Riva hanya manggut-manggut setuju.

"Boleh.." hanya itu yang terucap dari bibir mungilnya. Aldio tersenyum menunjukkan gigi-giginya yang terlihat dirawat dengan baik.

"Hei, apa kau melihat gelangku? Yang ada manik manik berbentuk kristal salju?" Pekik Riva terkejut melihat pergelangan tangannya. Aldio mengernyitkan alisnya dan menggeleng.

"Aku tidak melihatnya.. tenang saja, ku belikan satu untukmu nanti.." jawab Aldio enteng, Riva tersenyum dan menggeleng pelan.

"Ah, tidak.. gelang itu dari orang yang spesial, setidaknya dulu ia spesial.." kata Riva menatap rerumputan yang ada dibawahnya. Lelaki itu terdiam, terhanyut dalam alur-alur pikirannya sendiri.

"Mungkin terjatuh di dekat hutan? Saat kau memotret para kelinci putih itu?" Riva menepuk dahinya.

"Mana mungkin aku lupa, tadi kulepas gelang itu.." Riva merarapi kebodohannya, ia menarik tangan Aldio, membawa lelaki itu kembali ketempat mereka memotret para snow bunny. Aldio tersenyum lebar, melihat gadis itu menyentuh lengannya.

—————***——————

Matahari memulai meninggi namun tetap tertutup oleh sekumpulan uap air kelabu yang dingin, kedua manusia itu masih tak beranjak dari hutan-hutan oak yang mulai mendingin.

Gadis itu mempererat wintercoatnya. Walaupun salju sudah berhenti turun sejak tadi pagi, udara lebih dingin dari kemarin.

Riva terus mengelilingi sekitar pohon Oak masih mencari gelang pemberian Devan.

"Ketemu..." Teriak Riva mengambil gelang itu, menaruhnya di kantung wintercoatnya. Tidak ada jawaban dari Aldio. Gadi itu menoleh, mencari cari Aldio disampingnya, tetapi Riva tidak menemukan bayangan lelaki itu disekitarnya.

Bug!

Telinga Riva menangkap sebuah suara dari belakang pohon yang jaraknya beberapa meter darinya. Gadis itu menoleh, berusaha mencari sumber dari suara itu.

Bug!

Kini rasa penasaran dan rasa takutnya tecampur aduk entah menjadi perasaan apa namanya. Perlahan tapi pasti gadis itu memantapkan langkahnya, membuat dirinya makin diselimuti hawa ketakutan.

Bug!

Suara itu terdengar kembali, namun lebih keras. Ya, tepat dibelakang pohon besar yang itu suara itu berasal. Tidak salah lagi.

"DEVAN?!" Pekiknya mendapati lelaki berambut abu-abu itu tengah mengepalkan tinjunya kepada Aldio, wajahnya masih dingin seperti biasa tapi terlihat jelas bila amarahnya mencuat hebat. Satu kepalan terakhir di tangan kanannya masih menggantung, mencari waktu yang tepat untuk melayang.

Aldio tersungkur diatas tanah dengan wajah biru lebam, dipasrahkannya kerah bajunya yang tengah dicengkeram kuat-kuat oleh Devan.

Riva menarik Aldio dari cengkeraman Devan.

"Devaannn!!" Pekik Riva, hatinya kini panas. Apa yang barusan lelaki itu perbuat sudah kelewatan sama sekali. Devan terdiam, wajahnya tidak menampakkan ekspresi apa apa. Tangannya kini mencengkeram tangan Riva.

"Riv ayo pulang.." Kata lelaki itu dingin menarik paksa tangan Riva. Dengan cepat gadis itu melepaskan genggaman tangan Devan yang dingin itu. Riva menatap lelaki yang dihadapannya tajam. Ia menelan ludah.

"Aku gak mau.." ucapnya memantapkan suaranya, Devan tertegun.

"Kubilang aku gak mau.." Riva menegaskan kata-katanya. Ia menatap  lurus menusuk hati Devan. Devan terdiam, ia menegaskan mukanya dan kembali menarik tangan Riva.

"Pokoknya pulang." Bentak Devan, Riva menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

"Pulang? Setelah apa yang kau lakukan, umm memukuli Aldio yang bahkan tidak bersalah. Kamu menyuruhku pulang? Kamu siapa menyuruhku seperti itu, dan apa kau pikir aku akan meninggalkan Aldio sendiri?" sinis Riva menatap Devan yang berdiri di hadapannya. Devan masih dengan ekspresi dinginnya.

"Oh ya?  Jadi kau lebih memilih untuk tetap bersama temanmu itu? Okay, jangan sebut namaku bila kau dalam masalah, sebut saja nama 'teman' lelakimu ini.." Tuding Devan menekankan kata teman. Ia terdiam dan berbalik.

"Kamu kelewatan tau gak Van.. kukira kita bisa berteman kembali.." lirih Riva menundukkan wajahnya yang merah padam.

"Jangan pernah menyesal atas pilihan yang kau pilih.." hanya itu kata-kata terakhir yang didengar Riva, Devan telah menghilang entah kemana. Namun, kata-kata itu terus terngiang-ngiang di kepala Riva. Gadis itu kini menghampiri Aldio yang tersungkur tidak berdaya diatas tanah.

"Ayo kita kerumah sakit.." Riva menyentuh bagian lebam dipelipis Aldio, lelaki itu mengerang kesakitan. Tapi wajahnya tetap tersenyum.

"Disaat seperti ini aku hanya butuh rumah, lagipula luka ini gak seberapa.." ucapnya tersenyum dan mencoba bangkit.

"Lihat? Aku bisa berdiri.." kata Aldio lagi sembari menepuk-nepuk celananya yang berlumur salju. Riva tersenyum kecil. Kini tangannya tengah menjewer telinga Aldio.

"Ayo kerumahku, kita obati dulu birunya.." Kata gadis itu menarik Aldio.

"Ah, tidak usah... kalau kau mau mengobati ini kamu bisa memakai rumahku." Cengir Aldio mengusap-usap kupingnya yang merah. Riva terdiam, lalu mengangguk.

"Ayo berangkat kerumahmu.."

———————***————————

"Kesana? Enggak? Kesana? Enggak?" Terdengar sebuah suara dari atas Pohon oak. Yah, kalian pasti tau suara siapa itu.

"Kesana? Enggak? Kalau kuselamatkan , nanti salah lagi. kalau enggak, dia dalam bahaya. Ahhh..." Lelaki berambut pirang abu-abu itu terus mengacak rambutnya frustasi.

"Beruang bilang ikuti kata hatimu, sedangkan aku tidak punya hati.." ucapnya mulai Frustasi. Sejenak ia tertegun. Ikuti kata hatimu...

Lelaki itu berdiri, dan melompat kebawah. Sepertinya ia sudah menetapkan keputusan yang tepat.

———————***————————

A/n:  haiii,,, maaf kalo semakin gak seruu... aku tau aku gak bisa bikin konflik... T^T

Btw kritik dan saran selalu diterimaa,, jujur aja kok saya sendiri merasakan banyak kekurangan.. dan menurut kalian bakal jadi kayak gimana? *oke sepi ga ada yang jawab* terimakasih sebesar-besarnyaa *bow 720° (muter dua kali)* see youu

Mulmednya Jirayu, setidaknya dia mirip Aldio #plak

Our Story on WinterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang