Holla! I am back.
Semoga enggak bosen nunggu ya. Lamgsung aja.
******
Kekurangan nutrisi membawaku secara sukarela jatuh pada kelelahan. Setelah keheningan panjang sepeninggal Zeano. Kusadari beberapa kali aku tenggelam ke dalam tidur, setengah terlelap. Mimpi demi mimpi buruk pun terefleksi secara acak, tapi semuanya bernuansa sama yaitu peperangan. Bahkan di beberapa kesempatan adegan, aku memimpikam Rioters berwajah Weizh tengah menginjak tubuh tak berdayaku dengan seringai mengejek di wajahnya.
Hari tampaknya akan memasuki waktu pergantian. Warna orange kemerahan menyebar di langit. Perubahan suhu terjadi dalam waktu bersamaan. Hutan menjadi begitu dingin membuatku sulit menebak apakah itu pertanda akan sebuah awal atau akhir dari hari. Di sebelah, Zeano berbaring beralaskan dedaunan, posisinya meringkuk menghadapku.
Kapan ia kembali? Kuputuskan untuk tidak penting mengetahuinya lantas membiarkan keadaan begini saja. Mengusir mimpi buruk sambil mengamati wajah Zeano dalam lelapnya. Ia sedikit kusam, akibat debu yang menempel di kulitnya. Turun pada tangannya yang saling memeluk. Beberapa barit merah yang sudah kering nampak memanjang. Selain itu tidak ada. Ia sama rupawannya seperti saat pertama bertemu. Tanpa sadar sudut bibirku tertarik membentuk senyum tipis. Bagaimana bisa seseorang hanya mendapat lecet kecil setelah pertempuran? Apakah ia memang setangguh itu?
Lama, aku terus memandanginya bersama ribuan pertanyaan yang tak akan pernah kunyatakan lewat suara. Sampai mata hijau itu terbuka secara mendadak, membuatku tak sempat mengalihkan pandangan.
"Pemburu!" Panggilnya, suara khas bangun tidur pun mengalun. "Sejak kapan kau bangun?"
"Belum terlalu lama." Aku memalingkan wajah memandang ke atas sesaat. Mendengus konyol refleks karena pertanyaan 'apakah Zeano tau namaku? Yang mendadak melintas.
Sejak tiba di Abul. Orang-orang terus memanggilku pemburu. Membuatku merasa aneh dengan nama sendiri. Seolah pemburu merupakan nama yang sangat pas.
"Sudah pagi rupanya." Zeano menguap kecil kemudian bangkit. Ia membuat gerakan merenggangkan otot beberapa kali hingga akhirnya benar-benar duduk. "Bersiap-siaplah. Kita akan pergi."
"Ke mana?"
Pikiranku sudah bekerja lebih baik sekarang. Itu satu hal yang patut sukuri sekarang. Setidaknya selama Zeano tidak menyinggung perihal apapun yang terjadi selama pertempuran. Kurasa tidak akan ada masalah.
"Abul."
Aku tidak merasa terkejut sama sekali. Itu juga ada di pikiranku sekarang.
"Jadi itu rencananya?"
"Yah, tapi sebelum itu kita akan menyusuri hutan. Jika beruntung kita akan bertemu yang lain. Itupun kalau ada yang selamat," katanya ragu. Ringisan masam ikut mengiringi kalimatnya.
"Kau terdengar ragu."
Aku ikut bangun. Menggigit kecil pipi bagian dalam saat ototku tertarik. Seingatku kemarin aku masih meringkuk nyaman di ceruk akar pohon. Pasti Zeano yang memindahkanku.
"Aku memerintahkan semuanya untuk mundur dan menyelamatkan diri sebelum mengejarmu. Entah mereka menjalankan apa tidak."
Aku yakin mereka menjalankannya. Insting dasar akan mengarahkanmu untuk menyelamatkan diri sebagai pilihan utama saat dalam bahaya.
"Bagaimana kau tau posisiku?"
Zeano bersidekap. "Aku selalu memperhatikanmu," katanya tegas. Mata hijaunya menyipit mengantarkan rasa tak nyaman.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shifter
WerewolfKami tinggal di sebuah daratan bernama Packland. Kami hidup dalam kedamaian dan harmoni. Kami hidup dengan mimpi untuk menjadi shifter sejati. Tetapi ketika hantu masa lalu itu kembali dan membuka satu persatu kebenaran yang tersembunyi. Semuanya ya...