eighten

84 7 4
                                    

Holla! I am back.

Semoga kalian enggak bosan nungguin ya. And terima kasih buat readers yang kemarin vote sama kasih comment.

*********

Sesuatu itu hitam, bertubuh besar, buas, berwajah jelek,  menakutkan, dan aku tidak salah soal berbulu. Sekilas perawakannya mirip Gorila pun cara berjalannya, kecuali bagian cakar yang menghiasi ujung jarinya. Makhluk itu, dari pinggang ke atas memiliki wujud sama dengan wujud lain kami, yaitu serigala, tapi dalam versi buruk. Sementara dari pinggang ke bawah berkaki manusia kelebihan lemak. Aku merasa ia seperti Gorila dan Serigala yang gagal bergabung.
Rioters, monster, atau apapun sebutannya Makhluk itu jelas berbahaya.

"Bantu kami dari belakang. Pergilah!"

Satu dari Warrior mendorong punggungku. Sementara ia berlari maju menyongsong kehadiran monster jelek itu diikuti semua Warrior yang ada. Dalam sekejapan mata transformasi mereka berlangsung dan wujud lain pun menunjukan eksistensi. Satu lolongan nyaring mengudara seantero hutan. Lalu kedua bela pihak saling menerjang satu sama lain.

Geraman dibalas geraman. Satu cakaran diikuti cakaran berikutnya. Kemudian semua melebur dalam pertempuran sengit. Bunyi benda keras berbenturan saling bersahutan. Tanah dari pijakan kaki-kaki, terjungkal, menimbulkan debu-debu bertaburan. Semak belukar tekulai, patah, tertimpa tubuh-tubuh besar yang bergulat ganas di atasnya.

"Louisa!" panggil Emily. "Gunakan ini." Ia melemparkan senjata crossbow dengan tiga slot anak panah beserta kantung boltnya. Segera kuraih crossbow itu berikut mengikatkan kantungnya di pinggang kemudian meletakkan bolt di masing-masing slot. Melangkah dengan siaga kuarahkan crossbow itu ke depan bersiap meluncurkan serangan bantuan bila dibutuhkan.

Beberapa meter di depan sana. Pertempuran masih terus berlangsung. Cakar-cakar tajam saling menyoyak. Tetes demi tetes darah mulai mengalir menyusul robekan daging. Bunyi retakan dari tulang, erangan kesakitan, geraman kemarahan, mengalun bergantian menjadi nyanyian pengantar kematian.

Beginilah perang.

Kata-kata itu bergema dalam sudut kepalaku. Mengalirkan sensasi dingin mengerikan di setiap jengkal bagian tubuhku. Berbekal pengalaman saat berburu. Aku mengendap-endap di antara tubuh besar Warrior di depanku. Mencari posisi aman untuk melancarkan serangan.

Menjadikan batang pohon sebagai tameng perlindungan. Sesaat kuamati keadaan sekitar untuk menilai situasinya kemudian membidikkan crossbow pada target terdekat. Tidak seperti busur panah daya jangkau serangan Crossbow tidak terlalu jauh. Mau tak mau aku harus mendekat untuk menyesuaikan agar bisa menghasilkan serangan tepat.

Age pernah memberitau kami mengenai tujuh titik vital yang menjadi kelemahanan lawan. Sala satunya adalah ulu hati, tapi postur tubuhku tidak memungkinkan untuk menjangkau area itu tanpa di sadari musuh. Jadi aku memutuskan memilih area lain yang lebih mudah. Kaki memang bukan titik kelemahan utama tapi itu bagian paling mudah untuk diserang. Selain posisinya begitu terbuka gangguan yang ditimbulkan juga akan sangat besar dan itulah yang kuincar.

Crosabow milikku teracung kedepan siap meluncurkan boltnya. Saat sala satu Rioters itu fokus mengejar Warrior yang jadi lawannya, kulepas cepat tiga bolt itu. Satu meleset melewati betis kanannya sementara dua lainnya mendarat sempurna di batang kakinya.

"Nice shoot!" Kulirik Clare menyeringai seram padaku. Di tangannya terdapat tali panjang dengan benda seperti jangkar pada ujungnya, sebuah jerat.

"Giliranku."

Tambahnya melempar benda itu kedepan. Tepat di mana boltku menancap. Jangkar jerat itu melilit cepat memerangkap kedua kaki besar itu membuat konsentrasi geraknya terganggu hingga serta merta berhenti, tapi serangan itu belum berakhir. Aku melepas tiga bolt tambahan ke area wajah dan semuanya mendarat pada posisi baik. Satu di pertengahan alis, satu lagi di dahi, dan terakhir tepat di bola mata. Rioters itu mengeluarkan suara gelegar yang kuartikan sebagai raungan kesakitan.

ShifterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang