Aku tidak bisa menghentikan senyum konyol yang terus terbit diwajahku. Bahkan setelah matahari tergelincir dan mulai mempersembahkan temaram malam untuk mengambil alih. Moment sepanjang siang saat penjagaan terus berseliweran di benakku. Itu memang bukan sesuatu yang istimewa, karena kenyataannya selepas persetujuan untuk pelatihan secara pribadi itu, kami terdiam larut dalam keheningan.
Zeano tampaknya bukan tipikal orang dengan banyak bicara, dan aku sendiri tidak pandai dalam membangun komunikasi.
Saat tiba di post darurat, keadaan sudah jauh lebih baik. Tidak ada lagi rintihan sakit maupun wajah-wajah pucat para Warrior, meskipun semua orang masih sibuk dengan kegiatan masing-masing.
Tak banyak hal yang bisa kulakukan walau aku sangat menginginkannya. Emily masih sama sibuknya seperti saat pertama sampai. Mengobati Warrior terluka yang belum diangkut ke Abul. Weizh sendiri juga ikut membantu. Ia sedang menumbuk ramuan saat aku melihatnya. Hanya Claude yang belum terlihat orangnya.
"Semangkuk sup kentang untuk pemburu kecil kita."
Bunyi mangkuk beradu dengan permukaan rata meja darurat tersaji menyusul setelah kalimat bernada menyebalkan itu. Pelakunya tentu sudah bisa ditebak, si Tiller sialan, Darren.
Aku menyipitkan mata tanpa menyembunyikan rasa curiga. Ia mengangkat alis muka lonjongnya tampak tersinggung.
"Tidak ada hal aneh di sana."
Aku jadi semakin bertambah curiga.
"Oh, terserah!" Ia mengangkat bahu, kemudian melengos pergi. Aku mengulum senyum senang karena berhasil mengerjainya.
"Pemburu dengan keahlian memancing keributan."
Kepalaku reflek berpaling saat mendengar komentar itu. Berjarak dua langkah dari tempatku duduk, Age berdiri, lengannya terlipat mengulas senyum miring. Mata gelapnya balas menatapku lekat.
"Menunjukan kelemahan juga bagian dari strategi." Age bergerak mendekat, duduk tepat di sebelahku dengan posisi hadapan berlawanan. "Jangan lupa, kalian masih peserta pelatihan."
Aku mengulirkan pandangan ke arah lain, membasahi kerongkongan sebelum menjawab. "Aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, tapi terima kasih atas sarannya, Senior."
Seringai Age tersungging lebih lebar. "Wah, aku tersanjung kau memanggilku hormat begitu."
"Tentu saja, Saint kebanggaan gadis Chaser," balasku spontan, teringat Prim. Sedang apa anak itu sekarang?
Age tergelak kecil. Sesuatu yang sangat langkah. "aku terkenal ya?"
"Lebih dari yang kau pikirkan."
"Jangan lengah sedikitpun," katanya tiba-tiba serius. Sepasang iris gelapnya menyorot tajam pada ketiga peserta pelatihan dari Springer yang baru saja mendekati seorang Warrior. "Terutama yang bersangkutan dengan para Springer."
"Terlambat," balasku mengernyitkan hidung, ikut menatap mereka.
Sedikit banyak aku mulai memahami alasan atas semua sikap tegas, kalau enggan disebut kejam Age. Semua ini masih berkaitan dengan persaingan antar pack. Bahkan dengan posisi sebagai Saint pun, sifat dasar akan keinginan membela harga diri Pack kelahiran itu masih melekat erat.
Tidak begitu kentara tapi dukungan dari senioritas tampaknya juga ikut meramaikan perseteruan. Aku tidak merasa terkejut kalau para Saint sendiri sebenarnya sedang bersitegang. Mereka berusaha menjatuhkan satu sama lain melalui kami.
"Aku sudah terjebak dalam kandang mereka," balasku lemah.
Jika para Springer itu berniat menyingkirkanku di sini, maka kesempatan itu sangat terbuka lebar. Terima kasih pada Zeano yang telah menempatkan aku di tim yang sama dengan mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shifter
WerewolfKami tinggal di sebuah daratan bernama Packland. Kami hidup dalam kedamaian dan harmoni. Kami hidup dengan mimpi untuk menjadi shifter sejati. Tetapi ketika hantu masa lalu itu kembali dan membuka satu persatu kebenaran yang tersembunyi. Semuanya ya...