Holla i am back!
Terima kasih untuk para readers yang tetap membaca sampai chapter ini. Semoga kalian enggak bosan sama alur ceritanya.
Happyy reading.
-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-
Cara terbaik untuk melepaskan diri dari kecanggungan adalah dengan menikmati, atau paling tidak berpura-pura menikmati situasi yang ada. Bersikap biasa-biasa saja seolah keberadaan orang lain di sekitar tidak lebih dari tumbuhan saja. Itu berhasil, aku mulai merasa kecanggungan perlahan menjauh saat aku memandangi area sekitar, apapun asal jangan Zeano.
Pepohonan di sini memiliki batang-batang besar, berkulit keras dengan pori-pori meliuk-liuk dalam. Dedaunan yang menghiasi di ujung-ujung ranting pun lebar-lebar, dengan warna hijau kehitaman.
Aku belum menemukan adanya hewan lain selain burung dan beberapa serangga. Apa mungkin mereka enggan memperlihatkan diri karena keberadaan kami?
"Kau, suka di sini?"
Setelah jedah lama tanpa percakapan. Suara Zeano kembali terdengar, dan seperti biasanya, ia mengatakan sesuatu tanpa basa-basi.
"Yah," aku meliriknya sekilas. "Hutan ini terasa seperti rumah."
Hal terbaik yang bisa kunikmati di sini adalah keberadaan hutannya. Aroma alam yang membuatku merasakan kembali sensasi saat berburu di Packku.
"Pantas kau terlihat sangat tersiksa saat di Pangkalan."
"Apa sejelas itu ya?"
Aku tidak membantah. Pangkalan terasa seperti kandang bagiku. Semuanya serba terbatas, monoton, dan menguras tenaga. Terutama mengenai pelatihan fisiknya.
"Tidak, aku hanya menebak-nebak. Kau orang yang sukar untuk dibaca."
Aku tersenyum kecil. "Apa kau baru saja mengakui kalau selama ini kau memperhatikanku?"
"Begitulah," sahutnya jujur.
"Kau benar-benar ..." Aku memalingkan wajah, kemudian terdiam kaku saat mendapati wajah kami hanya terpaut beberapa inci. Kapan Zeano mendekatkan wajah? Aku mengedip, napasnya menghembus di wajahku, hangat. Di dalam sepasang mata hijaunya, aku bisa melihat pantulan diriku. Gadis berwajah oval yang tampak terkejut.
"Kau seharusnya tidak menarik perhatian," katanya terdengar samar-samar, pikiranku buyar entah bagaimana. Jantung ku pun berdebar sangat kencang. "Membuat kacau semuanya."
"Um!" Aku mengerjap perlahan, mengalihkan pandangan pada lehernya. Segurat garis hitam meliuk mengintip dari balik sisi kaos merah gelapnya. "Men ... jauh," kataku terbata-bata, mendorong dadanya untuk memperlebar jarak.
Zeano tidak mengindahkan peringatanku, ia menangkap kedua tanganku ke dalam kepalannya, memeganginya erat. Bisa kurasakan jelas mata hijaunya menyusuri setiap lekuk wajahku. Apa yang pria ini inginkan? Aku masih tidak berani mengarahkan tatapan pada wajahnya, dan memilih menggulirkan padangan ke mana saja. Berpikir keras agar bisa terlepas dari kedekatan ini.
"Lihat aku," bisiknya, merayu.
Aku menarik napas dangkal, menaikkan pandangan, menatap wajahnya. Mula-mula sepasang alis lebat lalu bola mata hijau gelap yang balas menatapku, menusuk.
"Apa yang kau lihat?" bisiknya lagi, terdengar seperti perintah.
Aku menelan ludah, susah payah mentralisir perasaan risih dan terintimidasi akibat kedekatan jarak kami. Ini adalah pertama kalinya ada orang asing begitu dekat denganku, lebih-lebih seorang pria.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shifter
WerewolfKami tinggal di sebuah daratan bernama Packland. Kami hidup dalam kedamaian dan harmoni. Kami hidup dengan mimpi untuk menjadi shifter sejati. Tetapi ketika hantu masa lalu itu kembali dan membuka satu persatu kebenaran yang tersembunyi. Semuanya ya...