35. Dia Pergi ke Surga

635 82 1
                                    

malam ini, aku duduk di depan meja belajar, di temani angin yang ku biarkan masuk lewat celah jendela yang ada tepat di sampingku. aku merenungkan beberapa kejadian yang telah aku lewati selama hidupku. apalagi di hari kepergian bumi.

masih sangat terbayang di kepalaku, bagaimana bumi di hari itu sempat berlagak kuat sambil berbaring di ranjang rumah sakit, tapi pada akhirnya bumi mengeluh kesakitan.

tangisan bunda pecah, ayah ramdan yang terus menunduk, dan teh manda yang tergeletak di lantai. semua orang kacau saat bumi pergi. teman-temannya, bahkan haris dan kang dejan saat itu sempat datang untuk mengantarkan bumi ke tempat peristirahatan terakhirnya.

tanganku mulai bergerak untuk menarik laci yang berada di bawah meja, mengeluarkan sebuah kotak berwarna biru dan hijau. aku membukanya, dan langsung menampilkan beberapa fotoku dan bumi yang sempat aku cetak sebelumnya.

di salah satu foto itu, aku terlihat bahagia dengan mulut yang ku buat merekah dan mata yang menyipit, sedangkan bumi di sampingku sedang melihat ke arahku sambil merangkulku, dan tersenyum manis. senyum yang saat ini sangat aku rindukan.

berat rasanya saat merindukan seseorang yang sudah bahagia di atas sana.

aku memejamkan mataku, memanjatkan do'a do'a terbaik agar bumi akan selalu tetap tersenyum di tempatnya.

mataku kembali ku buka, kemudian menoleh ke samping —ke arah jendela, untuk melihat suasana di luar sana. bintang bintang bertaburan sangat cantik di langit yang luas.

ah, aku bahkan rindu saat seseorang memanggilku dengan nama, 'langit'. hanya satu orang yang memanggilku langit, dan sekarang orang itu telah pergi, meninggalkan ku selamanya. yang berarti, tak ada lagi yang akan memanggilku langit.

Tuhan tolong, kembalikan senyumku yang telah kau bawa pergi bersamanya.

aku menopangkan daguku di jendela dengan tangan sebagai tumpuannya. pandanganku kosong menatap semesta yang gelap namun tetap terlihat indah. "semesta... tolong katakan kepada bumi, bahwa langit nya ini sedang rindu." dan satu tetes air mata pun jatuh tanpa sepengetahuanku.

||
||

(( s e m e s t a ))

||
||

"aku kira udah di depan tuh di depan rumah, ternyata di ruang tamu." kataku, saat melihat kak dipta yang sedang duduk anteng di ruang tamu sambil mengobrol dengan kakek.

"tadi sih nunggu di depan, tapi di suruh masuk dulu sama kakek." jawabnya sambil tersenyum.

"ya iya, masa tamu disuruh tunggu di luar." imbuh kakek, sambil terkekeh pelan.

"kaya yang beneran tamu aja." cicitku.

"oh iya, kan calon kamu."

"waduh..." seru kak dipta, lalu menggaruk tengkuknya dan tersenyum canggung.

"ihh, kakek apa sih." sepertinya semua orang di rumah ini mulai aneh. "udah yuk, kak, berangkat sekarang aja."

kak dipta masih sedikit tertawa, kemudian langsung berdiri dan berpamitan pada kakek, "kek, dipta izin ajak eca jalan jalan, ya."

"oh iya iya, hati hati di jalan nya."

||
||

(( s e m e s t a ))

semesta (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang