40. Rindu

411 69 1
                                    

"ca, barang barangnya udah di ke mobilin?" kata ibu, saat aku baru saja keluar kamar.

hari sudah pagi. aulia, riska, agam, dika, dan raka sudah pulang tadi pukul 2 setelah menghabiskan makanan ringan. dan kami janjian untuk bertemu di makam bumi nanti pukul 10.

"udah, bu." jawabku, "kak dipta udah keluar kamar belum?"

"kayaknya belum sih. ibu belum liat juga. udah biarin aja, kasian dia cape mungkin."

"nanti eca sama kak dipta niatnya mau pergi dulu bu sebelum ke semarang."

"mau kemana?"

"ke makam nya bumi. hari ini... hari kematiannya bumi yang ke 4 tahun."

aku melihat ibu yang sedikit terkejut, tangannya dengan spontan menutup mulutnya yang sedikit menganga, "astagfirullah, iya... ibu lupa."

aku tersenyum, "gapapa."

"ibu juga mau ikut, boleh gak?"

"beneran? ibu mau ikut?"

"iya. terakhir ibu ke makam eja kapan, ya. beberapa bulan yang lalu."

"yaudah, nanti bareng bareng kesana ya, bu. jam 10an. sama temen temen eca juga."

||
||
||

(( s e m e s t a ))

||
||
||

pukul 11 menjelang siang, kami semua sudah selesai berdoa untuk keselamatan bumi disana.

agam, raka, dan dika menangis. tak menyangka kalau sahabatnya sudah benar benar pergi 4 tahun lamanya. aulia dan riska juga sama. mereka benar benar kehilangan sosok bumi. mereka merindukan kehadiran bumi dalam setiap waktunya. ibu ikut menangis. katanya, ibu selalu ingat dengan tingkah laku bumi saat sedang berkunjung ke rumah. ayah juga ada disana. sebelum bekerja, ayah menyempatkan diri untuk mengunjungi bumi. ayah ingin bertemu bumi.

kalau aku? sepertinya tak perlu ditanya. sudah pasti aku akan meneteskan air mata jika datang ke tempat ini. tapi kali ini berbeda. biasanya aku menangis sendirian, kali ini ada kak dipta di sampingku, menenangkanku.

tak lama dari selesainya kami mengirimkan doa, agam, raka, dika, aulia, dan riska pamit untuk pulang. katanya ada beberapa urusan yang harus mereka kerjakan. ibu dan ayah juga sama. ayah harus segera berangkat kerja. dan kini, menyisakan aku juga kak dipta yang sama sama masih terduduk di samping gundukan tanah.

"aku masih mau disini, boleh?" izinku pada kak dipta.

kak dipta mengangguk sambil tersenyum, tanpa mengeluarkan sepatah kata pun.

"hai bumi, aku dateng." ucapku, pada papan nisan yang tertancap disana.

"bumi maaf, aku ingkarin janjiku untuk ngunjungin kamu sekali setiap tahun. aku gak bisa dengan mudah harus ninggalin kehidupanku di sana."

"tapi bumi, kamu mau tau sesuatu? aku mau kenalin kamu sama seseorang. dia yang selalu ngehibur aku kalau aku sedih. dia yang selalu buat aku ketawa. dia yang jadi alasan aku untuk tersenyum setelah kamu pergi." aku menggenggam lengan kak dipta, "namanya kak dipta."

"eu, eja... saya dipta. tunangannya eca." kata kak dipta, yang terlihat jelas sangat kaku.

aku yang melihatnya langsung tertawa, "kak, percaya ga? kalau bumi masih ada, kayaknya kamu bakal di ketawain puas sama dia."

semesta (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang