9. Bumi dan Langit

703 149 5
                                    

"hai, bumi."

melihat kedatanganku yang tiba-tiba, bumi langsung mematikan rokok nya kemudian dengan cepat menghampiriku yang berdiri tak jauh dari teras rumah ini.

dika yang baru turun dari motor setelah mengantarku kesini langsung menepuk pundak bumi. sedangkan bumi hanya meliriknya sebentar, mengangkat kepalanya singkat, lalu kembali menatapku.

"hai, langit. ada apa lagi kesini? kenapa ga telepon aku?" tanya bumi.

aku tersenyum, "aku mau bicara sebentar, boleh?"

"boleh. jangan disini tapi. berisik. tuh, di depan aja." bumi menunjuk dua buah kursi yang disimpan sengaja dekat dengan pagar.

aku mengangguk, lalu mengikutinya dari belakang.

"kenapa?" ucap bumi, setelah kita sudah duduk dengan sempurna.

"lelaki yang kemarin itu bukan pacarku." kataku, to the point.

bumi yang mendengar ku berkata tiba-tiba seperti itu langsung membulatkan matanya, "maksud kamu?"

"iya. lelaki yang kemarin kamu lihat jemput aku. dan lelaki yang kemarin manggil aku dari mobil. itu bukan pacarku. itu kakakku."

"tapi yang aku lihat di rumahmu itu bukan dia."

aku tertawa mendengar perkataan bumi.

"aku itu punya dua kakak lelaki, bumi. yang waktu itu kamu lihat di rumah, dia kak adit. kakak keduaku. kalau lelaki kemarin namanya kak putra, kakak pertama. lagi kuliah di belanda, tapi kemarin lagi main ke bandung." jelas ku pada bumi, dan bumi pun kulihat melepaskan nafasnya lega.

"jadi bukan pacarmu?" ujar bumi, meyakinkan.

aku tersenyum, "bukan. dia kakakku."

bumi tersenyum.

akhirnya aku bisa melihat senyumnya lagi. senyuman bumi yang membuat duniaku damai. sungguh.

"mau main kerumahku?"

"kapan?"

"sekarang aja. mau?"

"yaudah, aku izin dulu."

aku mengerutkan kening, "izin siapa?"

"bunda."

aku pun sedikit tertawa mendengar jawaban bumi.

sejurus kemudian pun bumi mengeluarkan ponselnya kemudian berlaga sedang menelepon seseorang.

"assalamualaikum bunda."

"..."

"aku ke rumah langit boleh?"

"..."

seketika bumi melihat ke arahku, "langit."

"iya?"

"bunda mau bicara."

aku pun seketika tersenyum, lalu menerima ponsel yang sebelumnya bumi sodongkan ke arahku.

"assalamualaikum."

"waalaikumsallam, cantik."

"ada apa bunda?"

"si eja mau ke rumahmu?"

"iya, bunda. eca yang ajak."

"ke rumah dulu ya, sayang. ada yang mau bunda kasih."

"buat siapa?"

"buat keluargamu."

"ga usah repot-repot, bunda."

"loh, kok ngerepotin sih. gapapa dong. nanti ke rumah dulu, ok?"

semesta (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang