43. Semarang

496 68 3
                                    

sudah hampir satu jam, tapi air mataku sampai sekarang tak ingin berhenti. sesak yang ku rasakan juga tak henti menghujamiku.

tak tau kenapa, tapi... itu semua terasa sangat nyata.

sekarang masih pukul 3 pagi, yang artinya aku terbangun di pukul 2 pagi.

aku dan kak dipta memang memutuskan untuk menginap lagi satu malam di rumah, sebelum akhirnya kami pergi ke semarang.

kemarin, aku pulang sore dari rumah bunda. tapi aku tak langsung pulang ke rumah, kak dipta memintaku untuk mengantarnya keliling bandung. dan akhirnya, kami sampai di rumah pukul 8 malam.

lagi, aku mengelap tetesan air mata yang terus turun, tanpa memerlihatkan adanya tanda tanda dia akan berhenti. aku tak tau kenapa aku bisa seperti ini. tapi yang pasti, bumi tadi mengunjungiku di alam mimpi.

bisa melihat wajahnya lagi adalah pencapaian terbesar, walaupun hanya di dalam mimpi. setidaknya, aku bisa kembali menatap kedua matanya.

"eca?"

seseorang mengetuk pintu kamarku. aku yang sebelumnya sedang sibuk terisak sambil memegangi dadaku yang nyeri, mulai perlahan hening. mencoba untuk menjawab panggilan.

"k-kenapa?"

"buka dulu, ca."

menuruti permintaan itu, akhirnya aku beranjak dari kasur untuk membuka pintu kamarku. tepat setelah pintu terbuka, aku pun langsung dapat melihat sosok menjulang kak putra yang sedang membawa satu gelas air.

tanpa di perintah, kak putra langsung masuk ke dalam kamarku dan duduk di kursi yang berhadapan dengan kasurku. aku pun mengikutinya, duduk di ujung kasur agar dapat berhadapan dengannya.

kak putra tiba tiba menyodorkan gelas yang dia bawa tadi, "nih minum dulu."

dengan diam, aku pun menerima gelasnya, dan meneguk sedikit dari air yang ada.

"kenapa nangis?" tanya kak putra.

aku menunduk, menatapi gelas yang sudah berkurang isinya, "tadi... aku ketemu bumi."

"hah? gimana?"

"aku ketemu bumi. di mimpi."

"terus kenapa nangis?"

"kangen."

"'kan udah ketemu. kenapa masih kangen?"

"gak tau."

kak putra menarik nafas dalam, "ca, kakak mau ngomong."

"ya dari tadi juga ngomong."

"diem. serius ini." seru nya. "bukannya kakak mau ngelarang kamu buat terus inget ke si eja, atau kamu yang terus kepikiran eja. tapi sekarang posisinya kamu udah jadi tunangan orang. walaupun dipta ga ngomong ke kamu, tapi kakak yakin, pasti dipta juga ngerasa gak nyaman dengan kamu yang kaya gini. kakak jamin. seenggaknya dia pernah ngerasain itu, meskipun cuma sedikit."

aku diam. masih berusaha mati-matian untuk menahan isak tangis yang masih tak mau berhenti ini.

"kakak tau, eja gak akan pernah bisa ada yang gantiin di hidup kamu. tapi seenggaknya, coba hargain dipta. dia tunangan kamu. jangan egois cuma karena dipta keliatannya senyum terus dan nerimain kamu yang masih ngiket diri di masa lalu. dipta senyum dan nge iya in semua permintaan kamu tuh cuma karena dia gak mau kamu terluka, ca. coba deh liat, buka mata kamu, gimana dipta perlakuin kamu?"

"percaya sama kakak, eja juga pasti gak mau kalau liat kamu gini terus. dia udah bahagia disana, udah tenang, sedangkan kamu disini masih terus nangisin dia. padahal jelas jelas, di depan mata tuh ada orang yang mau bahagiain kamu."

semesta (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang