Quinzy turun dari bus, lalu berjalan menuju café. Dihirupnya udara segar membuat pikirannya tampak tenang. Pagi yang cerah ini semoga bisa membuat hari Quinzy juga cerah, tanpa masalah. Quinzy berharap hari ini akan sama seperti hari-hari sebelumnya, tenang, dan tentram. Menjadi hari yang baik untuknya. Semoga saja.
Quinzy membuka pintu café, "Good morning, Louv," sapa Quinzy yang melihat Louv sedang menaruh toples berisi biji kopi yang baru saja ia refill.
"Good morning, Quin," sapa balik Louv kepada Quinzy.
"Mau kubantu?" Quinzy menawarkan diri untuk membantu Louv menyusun beberapa toples di rak.
Louv menggeleng, lalu berkata dengan lembut, seperti biasa, "Tidak usah, aku bisa mengatasi ini sendiri. Kau siap-siap saja sebentar lagi café akan kubuka."
Quinzy mengangguk lalu pergi ke dapur. Ia menaruh tasnya, dan memakai apronnya. Quinzy sekalian mengecek bahan-bahan dapur, apakah ada yang sudah habis atau tidak. Saat Quinzy mengecek bahan-bahan dapur, ia dikejutkan oleh Cellyn yang tiba-tiba saja masuk kedalam dapur.
Quinzy melihat wajah Cellyn yang berkeringat, napasnya memburu tak beraturan, lalu Quinzy pun bertanya kepada Cellyn, "Kau baik-baik saja, Cell? Wajahmu ..."
"Ahh aku aku ... ki-ra, aku ... terlam-bat hah," ucapnya terbata karena napasnya yang memburu. Cellyn lalu duduk di kursi yang ada di dapur, mengistirahatkan kakinya yang pegal karena habis lari.
Quinzy pun mengambilkan segelas air mineral untuk Cellyn. Cellyn meminun air tersebut hingga tandas. Lalu mengatur napasnya agar lebih teratur.
"Aku kira aku terlambat, jadi aku lari dari halte 1 sampai sini," ucap Cellyn menjelaskan alasan kenapa ia bisa kecapekan dan berkeringat begini. Walaupun Quinzy belum menanyakannya.
"Kau tepat waktu, Cell. Karena Louv baru akan membuka café sebentar lagi," ucap Quinzy yang dibalas anggukan oleh Cellyn.
"Ini bersihkan dulu keringatmu, lalu pakai apronmu. Aku akan kedepan terlebih dahulu," Quinzy memberikan tisu dan apron Cellyn yang baru saja ia ambil di meja tadi. Cellyn mengambilnya lalu mengucapkan terima kasih. Quinzy pun pergi kedepan untuk membersihkan meja-meja café sebelum pelanggan berdatangan.
20 menit setelah dibuka, café sudah ramai oleh pelanggan yang datang. Quinzy, Cellyn, dan pegawai lainnya sibuk mengantarkan pesanan para pelanggan. Café memang ramai seperti biasanya. Café ini tidak mewah, elegan, ataupun terlihat mahal. Tapi, bisa membuat siapapun yang datang kesini merasa nyaman. Memiliki tema back to nature membuat café ini terlihat segar dan indah. Daun-daun sintetis merambat di atas, meja dan kursi terbuat dari kayu asli, tak lupa juga pohon-pohon yang ada di luar menambah rasa sejuk dari café ini.
Quinzy menaruh pesanan pelanggan di mejanya, "Pesanan Anda, Miss. Silahkan dinikmati," ucap Quinzy tersenyum ramah kepada pelanggannya yang dibalas senyuman juga.
Saat Quinzy akan balik lagi ke dapur untuk mengambil pesanan lain, tiba-tiba saja Quinzy mendengar ada seseorang yang sedang membicarakannya. Seseorang itu adalah tiga orang wanita yang sedang menunggu pesanan mereka.
"Bukankah dia wanita yang ada di berita itu?" Ucap wanita satu seraya menatap kearah Quinzy.
"Ya! Dia wanita yang dicium oleh Axton di jalanan itu!" Timbal wanita dua.
"Cih, cuma wanita kampungan, paling juga dia yang menggoda Axton duluan. Tak mungkin Axton mau dengan pelayan seperti dia," ucap wanita tiga dengan mimik wajah meremehkan Quinzy.
Quinzy hanya diam. Bukannya tak mendengar, tapi Quinzy tak mau perduli. Biarkan orang berkata apapun mengenainya, yang tahu pasti tentang hidupnya hanyalah Quinzy seorang. Orang-orang hanya akan melihat dari luarnya saja, tanpa mau melihat dalamnya seperti apa. Karena orang-orang hanya mau mencaci, dan tak mau memuji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Day with the Bastard
RomanceAxton Harold Lequinton. Umurnya baru menginjak 24 tahun. Masih muda bukan? Tetapi di umurnya yang terbilang masih muda itu, dia sukses menjadi model papan atas dunia. Selain terkenal karena ketampanannya bak dewa Yunani, Ia juga dikenal sebagai sala...