20 - New Scandal

273 17 0
                                    

Pria itu berkeringat dalam tidurnya.  Raut wajahnya menampakkan kegelisahan. Dalam tidurnya, ia merasa tidak nyaman. Keringat menempati seluruh bagian dari wajahnya yang tampan. Bukan karena kepanasan, tapi keringat itu timbul dari kecemasan. Kecemasan yang selalu datang dalam tidurnya. Membuatnya selalu mendapatkan mimpi buruk akan masa lalunya.

"Tidak, jangan..." dia mengigau dalam tidurnya. Terlihat wajahnya penuh akan kecemasan.

Pria itu menggelengkan kepalanya, "Jangan kumohon..." Keringatnya mulai bercucuran dari pelipisnya.

"TIDAK! VEE!" Pria itu bangun dari tidurnya, lebih tepatnya bangun dari mimpi buruknya.

Ia duduk di kasurnya, menatap lurus ke depan. Dadanya naik turun tak beraturan. Ia meneguk air liurnya kasar, lalu beberapa kali mengerjapkan matanya. Mencoba mengumpulkan semua kesadarannya dari mimpi buruk itu. Pria itu memegang kepalanya yang terasa sakit. Kepalanya seperti dihantam oleh sesuatu yang keras. Sangat menyakitkan baginya.

Mimpi itu yang selalu datang setiap malamnya. Dan mimpi buruk itu juga yang sudah hampir dua tahun ini mengganggu tidurnya. Ia selalu di hantui rasa bersalah jika mengingatnya. Sesuatu yang ia sesali di masa lalunya. Hingga ia harus terganggu dengan mimpi buruk itu seperti sekarang.

Kejadian masa lalu itu yang membuatnya menjadi lelaki brengsek seperti sekarang. Ia tidak pernah bisa terikat suatu hubungan dengan seorang wanita. Karena jika orang itu tahu bahwa ia menjalin sebuah hubungan dengan wanita lain. Kejadian masa lalu itu mungkin akan terulang lagi. Dan ia tak ingin hal buruk itu terjadi lagi.

Pria itu menyingkap selimutnya, lalu bangun pergi ke lantai bawah untuk mengambil minum. Tenggorokannya kering, ia butuh air untuk membasahinya. Sehabis meneguk segelas air mineral, ia kembali lagi menuju kamarnya, duduk di ranjangnya menatap ke lantai.

Ia mencoba menepis semua ingatan-ingatan itu. Menghilangkannya dari pikirannya. Mengambil napas besar, lalu pergi masuk kedalam kamar mandi.

***

Quinzy sedang duduk di depan meja riasnya. Menyisir rambutnya yang tak ia sangka sudah panjang. Lalu, ia mengumpulkan semua helaian rambutnya di tangannya, mengucirnya jadi satu dengan sebuah ikat rambut berwarna hitam. Ia melihat pantulan dirinya di cermin, lalu tersenyum tipis.

Quinzy bangun, berjalan menuju meja kecil yang berada di samping ranjangnya. Niat hati ingin mengambil ponselnya, namun mata indahnya menangkap hal lain yang menarik perhatiannya. Sebuah majalah yang ia beli semalam. Ia mengambil majalah tersebut, tersenyum kemudian. Beberapa menit kemudian ia menaruh kembali majalah tersebut di tempatnya. Mengambil ponsel, lalu menaruhnya di tasnya sebelum pergi bekerja. Ia berpamitan dengan Ibunya dan adik-adiknya.

Quinzy pergi dengan bus yang biasa ia tumpangi saat ingin berangkat ke tempat kerjanya. Hari-harinya bisa dibilang monoton. Kegiatan yang ia lakukan setiap harinya sama. Pergi bekerja, bekerja, pulang, tidur, lalu pergi bekerja lagi. Terus terulang hingga hari-hari berikutnya. Namun, ia selalu bersyukur atas apa yang telah Tuhan berikan padanya. Hidup ini, segalanya yang ia miliki, ia selalu mensyukurinya.

Ia melambai kepada seseorang yang sudah lebih dulu berada di café, "Morning, Louv."

"Morning, Quinzy." Balas pria itu.

Quinzy masuk kedalam dapur, lebih tepatnya ke dalam ruangan khusus pegawai. Ia menaruh tasnya di loker, lalu memakai apronnya sebelum pergi ke tengah café.

Ia mengelap meja-meja café sebelum pelanggan berdatangan, seperti biasa.

"Pagi semua!"

Quinzy tersenyum dan membalas sapaan Cellyn yang baru saja datang. Kemudian selang beberapa menit, Cellyn bergabung bersama Quinzy untuk membersihkan meja-meja café.

Bad Day with the BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang