17 - Feeling

282 14 6
                                    

Hari ini Quinzy kembali bekerja. Walaupun Louv menyuruhnya untuk cuti lagi, Quinzy menolak dan bersikeras untuk kembali bekerja. Ia tak enak hati jika harus mengambil cuti lagi. Louv terlalu baik kepadanya. Ah ralat, Louv selalu baik kepada semua pegawainya. Tapi, Quinzy tak mau ada orang yang berpikir jika ia sengaja memakai kebaikan Louv untuk bisa leha-leha dirumah. Jadi, Quinzy putuskan untuk bekerja hari ini apapun keadaannya. Lagipula, entah kenapa setelah bertemu dan berbincang dengan Axton semalam membuat Quinzy sedikit lebih tenang, dan Quinzy tak terlalu memikirkan masalah skandal itu lagi.

"Quin, kau tak apa? Pipimu sudah membaik?" Louv menghampiri Quinzy yang berada di dapur bersama Cellyn.

"Aku tak apa-apa. Pipiku juga sudah membaik. Lihat, sudah tidak memar lagi bukan?" Quinzy menunjuk pipinya yang dua hari lalu tertampar.

Pipi Quinzy sudah lebih membaik daripada sebelumnya. Sudah tak ada memar ataupun memerah lagi. Louv menghela napas lega melihatnya, "Syukurlah."

"Ada apa sebenernya ini? Kenapa sepertinya kau sangat khawatir dengan Quinzy, Louv? Apa jangan-jangan ..." Cellyn curiga kepada Louv. Pasalnya Louv terlihat sangat perduli sekali kepada Quinzy. Buktinya, saat Quinzy ditampar oleh pelanggan wanita dua hari yang lalu, Louv sangat khawatir pada Quinzy. Dan yang membuat Cellyn bertanya-tanya adalah saat Louv mengusir dan membentak pelanggan itu. Louv tak pernah berbuat seperti itu. Maksudnya, ia tak pernah menunjukkan emosinya yang berlebih. Tapi kemarin itu berbeda. Cellyn menaruh curiga kepada Louv jika Louv memiliki perasaan kepada Quinzy.

"Jangan-jangan apa?" Tanya Louv.

"Jangan-jangan kau suka kepada Quinzy ya?" Louv diam mendengar pertanyaan Cellyn. Entah kenapa ia tak bisa menjawabnya. Mulutnya ingin berkata tidak, namun hatinya mengatakan iya. Louv melihat Quinzy, begitu pun sebaliknya. Jantung Louv berdegup kencang saat iris matanya berpapasan dengan iris mata biru secerah langit milik Quinzy.

Apa benar aku menyukai Quinzy? Batin Louv.

Quinzy sendiri hanya diam menatap Louv. Apa benar jika Louv menyukainya? Tapi Quinzy yakin jika Louv tidak menyukainya. Quinzy hanya pegawai di café Louv. Tak mungkin Louv memiliki perasaan kepadanya. Ia hanya gadis biasa, wajahnya pun biasa saja, menurutnya. Lagipula, Quinzy hanya menganggap Louv sebagai bosnya saja. Tak lebih.

"Aku benar 'kan?! Kau menyukai Quinzy!" Ucap Cellyn membuat Louv dan Quinzy memutus kontak matanya. Quinzy pun menunduk.

Louv berdeham, "Ekhem! A-aku akan membuka café. Kalian bersiap-siaplah. Pelanggan akan berdatangan sebentar lagi," Louv pergi meninggalkan Quinzy dan Cellyn di dapur. Ia memutuskan untuk segera membuka café. Rasanya canggung jika membicarakan soal perasaan. Louv lebih baik pergi dan menghindar daripada ia terus menerus di pojokan oleh Cellyn.

"Aku yakin Louv menyukaimu, Quin," bisik Cellyn di telinga Quinzy.

Quinzy menggeleng, "Itu tidak mungkin Cellyn. Aku hanya pegawainya. Mana mungkin Louv menyukaiku."

"Di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin Quinzy. Buktinya, Axton yang seorang model terkenal saja bisa jatuh hati kepadamu 'kan?"

Quinzy terdiam. Jatuh hati? Axton jatuh hati padanya? Apa benar begitu? Kenapa jantungnya berdegup kencang hanya dengan mendengar bahwa Axton jatuh hati padanya. Dan kenapa sekarang ia malah memikirkan Axton? Quinzy menggelengkan kepalanya, mengusir bayang-bayang Axton yang tiba-tiba hinggap di kepalanya.

"Ayo kita kedepan rapihkan meja dan kursi sebelum pelanggan berdatangan," ajak Quinzy, ia sudah lebih dulu pergi meninggalkan Cellyn yang berlari mengejarnya dari belakang.

"Tunggu aku, Quinzy!"

***

Cekrek! Cekrek!

Bad Day with the BastardTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang