* * *
"Apa ini?" Nafas Tia menderu, ia berusaha meredam amarah dan kesedihannya.
Ia meninju tembok kamar mandi. "A--Abel ... dia ...." Tia tak kuasa meneruskan kata-katanya, ia kembali menangis untuk melampiaskan amarah dan kesedihannya
Beberapa kali ia memukul-mukul dadanya, hingga ia merasa sesak, lantas tubuhnya ambruk dilantai kamar mandi.
* * *
Abel membaringkan tubuhnya, walaupun sedikit canggung dan kaku. Ia memejamkan matanya kuat-kuat.
Azzam mulai mengoleskan salep di perut Abel yang tampak memerah dan lembab.
"Kak Azzam ...." Abel memegang pergelangan tangan Azzam yang sedikit lagi akan menyentuh luka di perutnya.
"Kenapa gemetar?"
Ya. Memang Azzam terlihat gemetar ketika akan mengoleskan salep, seperti ada sesuatu yang ia takuti, karena wajah nya nampak sangat gugup.
"Jangan bersuara ketika salep ini di oleskan yah? Jangan bersuara!" jawab Azzam.
Abel menyeritkan alisnya. "Memangnya kenap--- aaawww!" Abek berteriak ketika Azzam mulai mengoleskannya.
"Jangan bersuara? Apa kamu tidak mendengarnya?!"
Air mata menetes di sudut matanya, meleleh membasahi bantal yang ia tiduri, Abel mengigit bibirnya karena luka di perutnya jauh lebih sakit dan perih.
Terdengar di telinga Azzam, lirihan yang keluar dari mulut Abel, membuat dirinya gelisah, semakin lama semakin terdengar jelas rintihan Abel yang tertahan.
Azzam meletakan salep nya di nakas lalu berdiri seperti frutasi, ia mengusap wajahnya beberapa kali.
"Kakak kenapa?" lirih Abel.
"Tolong jangan bersuara sayang!" tanpa sadar Azzam menjawabnya sedikit tegas.
"Kakak pikir ini gak sakit! Ini perih kak!" Abel melempari bantal ke arah Azzam karena merasa kesal.
"Iya kakak tau, pasti lukanya sakit, tapi tolong jangan bersuara."
"Tapi kenap ----"
"Semoga kamu paham,tanpa harus Kakak jelaskan."
Abel terdiam, ia kaget ketika mendengar jawaban Azzam, yang spontan.
"Kak Azzam ... tahan sebentar, kakak akan mendapatkannya setelah aku lulus ujian Pondok."
"Tapi tolong obati luka ini agar segera sembuh, jadi kakak bisa bebas melakukannya nanti," sambung Abel dengan suara lirih.
Azzam menghela nafas dengan berat. "maaf sayang, kakak gak ---"
"Aku mengerti keinginan kakak, sudahlah jangan bahas itu." Abel langsung meniup-niup luka di perutnya tanpa melepas sarung yang menghalangi dadanya.
Azzam menatapnya dengan khawatir.
"Kita periksa aja yuk ke Dokter!""Ini luka nya di perut kak, kalo Dokter nya cowo gimana? Masa mau sentuh-sentuh perut Abel." Iq memanyunkan bibirnya.
"Kita cari yang cewe Dokter nya," jawab Azzam tegas.
"Yaudah ayo! Gendong?" Abel merentangkan tangannya manja.
Azzam sedikit membungkuk, Abel segera melingkarkan tangannya di leher Azzam.
* * *
Sepulang periksa dari Dokter, Abel segera istirahat, lukanya sudah di obati bahkan sudah di tutupi kasa.
"Kakak mau ke Pondok yah?" tanya Azzam.
"Iya kak, jangan lupa kalo pulang bawa oleh-oleh buat Abel."
"Kamu mau apa?"
"Apa aja boleh asal yang belinya kakak."
Azzam tersenyum. "Mau salim gak?" Azzam menyodorkan tangannya.
Cupp!
Abel menciumnya dengan lembut.
"Assalamualikum?"
"Waalaikumsalam."
Sekitar 20 menit Azzam meninggalkan rumah, tiba-tiba terdengar pintu terbuka di ruang tengah, umi datang menghampiri Abek dengan semangkuk sop di tangannya.
"Gimana? Masih sakit?"
"Alhamdulillah udah agak mendingan Mi."
Abel berusaha duduk dan menyender di kepala ranjang.
"Lain kali hati-hati yah," ucap Umi.
Abel hanya mengangguk."Udah makan belum? Umi bawa sop nih, masih hangat lagi."
"Belum Mi, tapi Abel belum lapar jadi nanti aja Abel makannya."
Umi hanya mengangguk.
___________________________________Abel menyapa di pagi hari ini. Semoga gak mengecewakan yah😘 jangan lupa komen sama votenya. Yang kasihan sama Tia bilang aja, nanti Author salamin😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Gantengku (TERBIT)
Novela JuvenilOpen Pre-Order Novel Ustadz Gantengku 🌼(20-27 September 2021) Di Shopee: @DovelineStore Di Instagram: @Zia_ashadiya08 Di Instagram: @Dovelinepublisher Narahubung: 081290420711 "Satu pilihan yang menentukan masa depanmu, satu pilihan yang mencermink...