Setelah berbicara empat mata. Mereka pun kembali ke Asrama. Keadaan masih sama, mereka masih membicarakan perihal Azzam dan Nur.
Abel memilih untuk keluar Asrama. Entah apa yang sedang terjadi dalam dirinya saat ini, mendengar pujian tentang kebersamaan Nur dan Azzam seketika membuat hatinya terasa memanas.
Suara bising dan cempreng dalam Asrama masih terdengar. 'Kenapa lama sekali.' Setelah berucap dalam hati, ia pun memilih untuk berjalan-jalan sedikit, menyusuri lorong Asrama yang di sisi kanan dan kirinya di desain seperti di Rumah Sakit, yaitu jejeran tanaman yang tertata indah.
Seketika ia menghentikan derap langkahnya, tatkala melihat Sang Ustaz tengah berjalan dengan elegan tepat ke arahnya. Beruntung, Azzam belum sempat menyadari kehadiran Abel. Gegas ia mengambil langkah seribu demi menghindari Azzam.
Brugh!
"Aaaa!" Santriyah yang terkenal lebay itu berteriak, namanya Siti.
"Aduh maaf, Ti. Gak sengaja. Maaf, maaaf banget." Abel membenahi kerudung dan pakaian Siti.
"ora apa-apa, napa sampeyan mlayu-mlayu, mung nggawe wong lara jantung. (Tidak apa-apa, kenapa sih kamu lari-lari! Bikin saya jantungan aja)," ketus Siti.
"Sampeyan mung ngoyak memedi! (Kaya dikejar hantu aja kamu!)," sambung Siti kesal.
"Ngomong apa sih kamu?" risih Abel.
"Loooh, loooh, loooh kok malah sampean yang sewot? Kepiye iki?!" sungut Siti sembari menggerakan tangannya. Lebay!
Abel menggaruk kepalanya, menatap heran Siti yang sedang meracau dengan bahasa jawa.
Tanpa di sadari Abel, ternyata ada sepasang mata yang menyaksikan perdebatan mereka. Ustadz Azzam terkekeh melihat Abel yang kebingungan.
Tak tega melihat Abel yang terus di sudutkan oleh Siti. Azzam pun menghampiri. "Ekhem!" Azzam berdehem. Posisinya tepat di belakang Abel.
Abel dan Siti langsung bertekuk lutut. Mereka menunduk, sebagai tanda rasa hormat mereka kepada Sang Guru. Azzam terkekeh, sekuat tenaga ia menahan tawa.
"Ada apa ini? Kenapa ribut-ribut? Kan gak enak di lihat Santri dan Santriyah," tutur Azzam.
Mereka bungkam, urung menimpali pertanyaan Azzam beberapa detik yang lalu.
"Siti?" Suara Azzam membuat Siti tersadar. Lantas, ia berucap lirih menimpali pertanyaannya.
"Yasudah, kamu kembali ke Asrama!" titah Azzam setelah mendengar pernyataan Siti.
"Salah kamu ini, kenapa lari-lari?" tanya Azzam setelah kepergian Siti.
"Mmm-- Afwan Ustadz, tadiii--"
"Oh, saya tau, Kamu lari pasti karena takut di suruh sama saya kan? Makannya kamu lari-lari pas liat saya." Pernyataan Azzam begitu tepat, tapi Abel urung mengakui semuanya.
"Udah, sekarang ikut saya ke Madrasah!" ajak Azzam.
"Na'am Ustadz."
Setelah melihat Azzam pergi, Abel pun berdiri membenahi sarungnya.
Ia sedikit kesal karena ucapan Siti yang sedikit di bumbui dusta. Tapi ia bisa apa? Masa harus debat di hadapan gurunya sendiri.* * *
Begitu sampai di Madrasah, ia melihat ada Nur yang sedang menulis kitab. "Kak Nur," gumam Abel.
"Bel? Ada apa?" Nur bangkit dari duduknya.
"Gak ada apa-apa, di suruh Ustadz Azzam kesini."
"Iya sama, Kakak juga," timpal Nur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ustadz Gantengku (TERBIT)
Ficção AdolescenteOpen Pre-Order Novel Ustadz Gantengku 🌼(20-27 September 2021) Di Shopee: @DovelineStore Di Instagram: @Zia_ashadiya08 Di Instagram: @Dovelinepublisher Narahubung: 081290420711 "Satu pilihan yang menentukan masa depanmu, satu pilihan yang mencermink...