mereka bertiga, namun Skinny sudah memiliki SIM untuk mobil. Soalnya,
tempat tinggal resmi keluarga Norris di negara bagian lain, tempat remaja seumurnya sudah boleh mengemudikan mobil. Kenyataan itu menyebabkan Skinny merasa lebih unggul daripada Trio Detektif.
"Itu urusanku sendiri," tukas Skinny menjawab pertanyaan Jupiter. "Kaubilang saja sekarang, apakah ini salah satu lukisan yang kalian cari, atau tidak!"
Baik Jupe maupun Hal mengenali lukisan itu, yang memang salah satu lukisan terakhir Joshua Cameron. Hal sudah membuka mulut, hendak mengatakan sesuatu. Tapi Jupiter buru-buru mendului.
"Yah - aku tidak begitu yakin, Skinny. Di mana kau mendapatnya?" "Itu urusanku," sergah Skinny.
"Kami harus tahu, apakah kau boleh menjualnya," kata Hal mengemukakan alasan. Muka Skinny langsung pucat. "Apa maksudmu?" "Aku tahu pasti, kau tidak membelinya dari kami," kata Jupiter. "Jangan- jangan kau mencurinya!" kata Hal menuduh.
"Tidak!" kata Skinny dengan sengit. Kemudian matanya menyipit. "Jadi ini memang salah satu lukisan itu! Sudah kusangka."
"Ya, memang," kata Jupiter mengaku. "Kami mau membelinya, Skinny."
"Tidak bisa - pikiranku berubah sekarang," kata Skinny, lalu bergegas
kembali ke mobilnya. Ia sudah meninggalkan pekarangan, sebelum anak- anak sempat berbuat apa-apa. Saat itu Pete datang sambil berlari-lari dari kantor. "Mau apa Skinny itu kemari?" tanyanya. "Salah satu lukisan Joshua ada padanya!" kata Hal. "Tapi tahu-tahu ia tidak mau menjualnya," kata Jupiter menambahkan. "Wah," kata Pete, "padahal Mr. Marechal mengatakan, akan datang sekarang."
Sementara mereka menunggu Mr. Marechal, Bob kembali. Ia melaporkan hasil percobaannya, mengusahakan pengembalian patung Dewi Venus. "Wanita itu tetap tidak mau menjualnya lagi," katanya.
Laporan itu, ditambah dengan tidak berhasilnya mereka memperoleh lukisan yang ada di tangan Skinny, mengurangi kegembiraan atas berhasilnya Hubungan Hantu ke Hantu. Tapi ketika Mr. Marechal datang untuk menjemput kelima barang yang berhasil mereka peroleh kembali, wajah orang itu berseri-seri.
"Kalian ternyata detektif hebat, Anak-anak! Selamat!"
"Tapi patung Venus tidak berhasil kami peroleh," kata Bob. "Patung itu dibeli seorang wanita bernama Mrs. Leary. Tapi ia tidak mau menjualnya kembali. Alamatnya di Rojas Street, nomor 22."
Setelah itu Jupiter menceritakan peristiwa yang terjadi dengan Skinny, serta
salah satu lukisan yang berhasil ditemukan.
"Yah - kalau begitu kudatangi saja sendiri Mrs. Leary itu, karena alamatnya kini sudah kuketahui," kata Mr. Marechal. "Sedang pemuda bernama Norris itu, tinggalnya juga di Rocky Beach sini? Keluarganya orang terkenal, katamu tadi?"
"Ya, Sir, " kata Pete. "Mereka tinggal di sebuah gedung besar, di pantai." "Kalau begitu kalian tentunya pasti bisa menemukan jalan untuk memperoleh kembali lukisan itu, ya? Satu karya terakhir saja dari Joshua, pasti akan sudah menyenangkan Tuan Putri," kata Mr. Marechal. "Sekarang, kalian akan kuberi hadiah tiga dolar untuk tiap-tiap barang yang kalian peroleh, ditambah harga pembeliannya. Jadi untuk jasa kalian, imbalannya lima belas dolar. Bagaimana - cukupkah itu?"
"Yes, Sir!" kata ketiga anggota Trio Detektif serempak.
"Baiklah, kalau begitu." Mr. Marechal tersenyum. "Sekarang kutunggu prestasi yang sebanding dengan lukisan-lukisan itu, Anak-anak."
Jupiter menuliskan kuitansi penerimaan untuk Mr. Marechal, sementara teman-temannya menaruh barang-barang yang sudah ditemukan kembali ke jok belakang mobil Mercedes. Mr. Marechal meminta diri dengan
membungkukkan badan sedikit, lalu kembali ke mobilnya sambil
mengayun-ayunkan tongkatnya yang bergagang perak. Sedang Hal pulang ke rumahnya, untuk melaporkan keberhasilan pagi itu pada ayahnya.
* * *
Selesai makan siang, Jupe, Bob, dan Pete berkumpul lagi di kantor Trio Detektif. Jupiter duduk di belakang meja, sambil merenung.
"Teman-teman," katanya, "kurasa Skinny tadi sama sekali tidak berniat menjual lukisan itu. Atau setidak-tidaknya, sekarang belum berniat. Kurasa ia tadi cuma ingin mengetahui dari kita, bahwa benar itulah lukisan yang dicari." "Kenapa begitu, Jupe?" tanya Bob.
"Kalau soal kenapa begitu, aku tidak tahu pasti jawabannya, Bob," kata Jupiter. "Barangkali karena ia tahu di mana lukisan-lukisan lainnya, dan ia ingin memastikan dulu bahwa itulah yang kita cari, sebelum ia membawa semuanya
kemari untuk dijual. Atau bisa juga ia disuruh orang lain, dan orang itu tidak tahu pasti seperti apa lukisan-lukisan Joshua Cameron itu. Mungkin orangnya yang naik mobil biru itu." "Siapa dia, ya?" tanya Pete.
"Aku tidak tahu, Dua," kata Jupiter berterus-terang. "Tapi kita harus
berusaha menemukan kedua puluh lukisan itu untuk Mr. Marechal - dan caranya ialah lewat Skinny."
"Mungkin juga ia ingin menaikkan harga," kata Bob menduga.
"Itu memang khas Skinny," kata Pete sependapat. "Yuk, kita coba saja meneleponnya."
Jupiter menuruti saran Pete. Sambil memutar nomor pesawat rumah Skinny, ditekannya sakelar pada alat pengeras suara yang disambungkannya dengan pesawat telepon. Sesaat kemudian suara Skinny Norris sudah terdengar dengan jelas.
"Jangan ganggu aku terus, Gendut," sergahnya, begitu mendengar suara Jupiter. "Aku harus pergi ke tempat kerjaku yang baru."
"He, Skinny - kami bersedia membayar dua kali lipat dari harga pembelian lukisan itu," kata Jupiter lewat telepon.
"Lukisan yang mana?" tanya Skinny sambil cekikikan. "Kau tahu lukisan
yang mana, Skinny!" bentak Pete.
"Ah - kalian mimpi, barangkali," kata Skinny. Setelah itu ia memutuskan hubungan. Ketiga anggota Trio Detektif berpandang-pandangan.
"Bagaimana jika kita membayanginya, Satu," kata Pete mengusulkan. "Kita
buntuti." Jupiter mendesah.
"Skinny punya mobil, Dua - sedang kendaraan kita cuma sepeda. Jika kita tahu harus pergi ke mana, Paman Titus pasti mau mengizinkan kita minta diantarkan oleh Hans atau Konrad dengan truk. Tapi ini - mau ke mana kita? Kita sama sekali tidak tahu, dari mana Skinny mendapat lukisan itu." "Kita bisa memasang alat pengindera posisi pada mobilnya!" kata Bob. "Katanya tadi, ia harus ke tempat kerjanya. Mungkin lukisan itu ada di sana. Orang tuanya tidak mengizinkannya bekerja terlalu jauh dari rumah. Mungkin jika kita berkeliaran naik sepeda di daerah sekitar rumahnya, nanti salah seorang dari kita akan bisa membuntutinya, dengan jalan mengikuti petunjuk alat kita itu!"
"Yah -" kata Jupiter sambil menimbang-nimbang, "itu bisa saja kita coba! Sebelumnya kita datangi dia dulu di rumahnya, dan kita coba membujuknya sekali lagi. Jika masih saja tidak bisa, kemudian kita pakai..." Ia berhenti berbicara, karena saat itu terdengar suara seseorang di kejauhan, memanggil-manggil namanya. Pete menghampiri teropong sederhana tapi praktis yang dibuat oleh Jupiter. Modelnya seperti teropong
kapal selam. Dengannya mereka bisa mengamat-amati pekarangan
perusahaan tanpa mereka sendiri terlihat.
"Bibi Mathilda, Jupe," kata Pete sambil mengintai lewat teropong. "Ia disertai seorang laki-laki. Bibimu nampaknya marah-marah!" "Siapa laki-laki itu, Dua?" tanya Jupiter.
"Belum pernah kulihat selama ini. Orangnya agak pendek, kekar, memakai
setelan berwarna gelap, bertopi, dan - he, Jupe! Ia menenteng sebuah kotak! Kotak besar, tapi tipis!" Jupiter mengintai lewat teropong.
"Kotak begitu biasanya dipakai untuk tempat lukisan! Yuk, kita ke luar."
Ketiga remaja itu bergegas ke luar lewat Lorong Dua.
KAMU SEDANG MEMBACA
(18) TRIO DETEKTIF : MISTERI RUMAH YANG MENGKERUT
Science Fictionsaat kau berbalik kau tak menemukan rumah itu lagi, serius apa ada rumah seperti itu???? Text by William Arden alih bahasa oleh Agus Setiadi penerbit oleh PT. Gramedia Pustaka Utama Februari 2001 edit and convert oleh inzomnia foto by goodreads and...