Ketiga remaja yang masih ada di atas memandang ke dalam lubang yang
gelap itu dengan perasaan cemas. "Bob?" seru Pete memanggil.
Dari bawah terdengar suara Bob menjawab.
"Ternyata memang lorong, Teman-teman! Aku tidak bisa melihat apa-apa, tapi bisa kuraba dindingnya yang dari tanah. Sebentar!"
Anak-anak yang ada di dalam lemari di atas mendengar Bob bergerak- gerak di bawah. Beberapa menit kemudian ia berseru lagi. Hanya beberapa menit kemudian - tapi bagi teman-temannya, terasa seperti berjam-jam. "Aku cuma bisa berjalan sekitar dua meter saja dari sini ke satu arah, yaitu ke arah ruang tengah. Di sebelah sana ada pintu. Aku sudah mencoba membukanya, tapi tidak bisa. Sedang ke arah yang lain, rasanya tidak ada yang menghalangi."
Pete merasa kurang enak.
"Bagaimana kita bisa tahu ke mana arahnya, Jupe?" "Ya - nanti tahu-tahu tersesat," kata Hal.
Jupiter menggigit bibir, lalu berseru ke bawah,
"He, Bob! Bagaimana udara di situ? Terasa ada angin tidak?"
"Kalau angin, tidak ada!" balas Bob. "Tapi hawa di sini rasanya cukup
segar."
Jupiter sangsi sesaat. Ia memandang lagi ke dalam lubang yang gelap. Ke manakah arah lorong yang ada di bawah sana?
"Lorong itu mungkin saja sangat berbahaya untuk dilewati," katanya kemudian. "Jika langit-langitnya runtuh, itu bisa berarti tamatnya riwayat Trio Detektif - dan kau juga, Hal. Tapi kita tidak bisa ke mana-mana, jika menongkrong terus di sini. Dan kurasa lebih baik kita tidak mengambil risiko menunggu orang tadi kembali lagi. Karena siapa tahu, mungkin kali ini ia..."
"Ya, ya - aku percaya," kata Pete buru-buru.
Ia mengulurkan tubuhnya ke dalam lubang, lalu menjatuhkan diri ke bawah. Hal menyusul sesudah itu. Jupiter yang paling akhir.
Sesampai di dasar lorong sempit itu mereka mencoba saling melihat. Tapi rongga itu sangat gelap, sehingga mereka tidak bisa melihat apa-apa. Hawa di situ dingin. Masing-masing remaja itu merasa bahwa teman di sebelahnya menggigil kedinginan.
"Sebaiknya kita mulai saja bergerak sekarang," kata Pete. "Aku paling depan, lalu Jupiter, kemudian Hal - sedang Bob paling belakang. Kita
berjalan sambil memegang ikat pinggang teman yang di depan. Dengan
begitu tidak mungkin ada yang tersesat. Yuk - kita berangkat!"
Keempat remaja itu beringsut-ingsut maju di dalam lorong yang gelap gulita. Setiap kali, Pete meraba-raba dulu dengan ujung kakinya, sebelum melangkah. Langit-langit lorong itu rendah, sehingga anak-anak terpaksa membungkuk.
"Rasanya lorong ini lurus saja," kata Pete, setelah beberapa waktu. "Tapi aku tidak tahu pasti - karena sudah kehilangan arah."
Dalam kegelapan mutlak itu mereka bergerak terus dengan sangat berhati-
hati. Makin lama bagi Pete semakin terasa berat untuk menjejakkan kakinya maju ke depan. Mereka semakin jarang bercakap-cakap, dan akhirnya semua membisu. Kesunyian dan kegelapan total menyelubungi mereka.
"Pete," kata Jupiter setelah agak lama bungkam. "Aku seperti merasakan ada sesuatu bergerak."
Semuanya langsung berhenti.
"Udara?" kata Bob. "Udarakah yang kita rasakan bergerak ini?"
Pete agak mempercepat langkah. Melewati bagian yang agak melengkung ke samping - dan seketika itu juga mereka melihatnya di depan mata.
Mereka melihat kegelapan - tapi tidak begitu pekat seperti di sekeliling
mereka! "Itu lubang!" seru Pete.
Dua puluh langkah lagi, dan akhirnya mereka sampai di luar. Selama beberapa saat mereka hanya berdiri saja di tengah kegelapan malam, sambil cengar-cengir lega. Mereka sudah selamat - ke luar dari dalam pondok, ke luar dari kegelapan pekat yang menyeramkan di dalam lorong. Dibandingkan dengan tadi, lingkungan sekarang yang disinari bulan rasanya seterang siang hari.
"Kita berada di dalam parit," kata Hal sambil memandang berkeliling. Mereka diapit sisi-sisi parit yang terjal. Mereka menoleh ke belakang, memandang ke arah mulut lorong. Ternyata dari luar sama sekali tidak kelihatan, karena tertutup tepi atas parit yang menjorok ke depan, serta pohon apel liar yang rimbun di depannya.
"Sekarang kita kembali," kata Jupiter. Semangatnya ternyata sedikit pun tidak mengendur. "Lalu..." "Aaaahhh!"
Suara teriakan itu menggema di tengah kesunyian malam. Datangnya dari tempat yang hanya sekitar sepuluh meter dari keempat remaja itu, dan disusul bunyi gemerasak, lalu debuman keras! "Apa itu...?" tanya Pete dengan gugup. Tahu-tahu di depan mereka muncul sesosok tubuh besar.
"Siapa di situ?" sergah orang itu dengan suara serak. "Ah - kalian lagi
rupanya!"
Keempat remaja itu melihat wajah galak orang yang mengaku pedagang benda-benda seni. Diterangi sinar bulan yang temaram, wajah De Groot kelihatan seperti hantu. Orang itu mendekati mereka dengan langkah tertatih-tatih. Pakaiannya kotor kena debu dan sampah, seolah-olah ia baru saja terperosok ke dalam parit.
Anak-anak tidak menunggu-nunggu lagi. Mereka berpaling dengan cepat, lalu mengambil langkah seribu. Mereka lari!
"He - berhenti...!"
Anak-anak lari ke ujung depan parit, tempat mereka tadi meninggalkan sepeda mereka. De Groot mengejar terus, terpincang-pincang melewati dasar parit yang penuh dengan batu. Anak-anak mempercepat langkah mereka.
"Itu sepeda-sepeda kita!" seru Pete. Dipercepatnya lagi langkahnya. Tapi tahu-tahu larinya terhenti dengan tiba-tiba - karena menubruk seseorang! Pete merasa dirinya dicengkeram. Tapi ia berhasil meloloskan diri.
"Awas - ada yang mencegat!" seru Pete. "Lari!"
Orang yang tahu-tahu muncul itu berusaha menghadang anak-anak yang
lain, sementara mereka dengan cepat menghindar. "Hal! Ini aku!" "Ayah!" Profesor Carswell berdiri di samping sepeda-sepeda.
"De Groot," kata Pete tersengal-sengal. "Ia mengejar kami!" "Kami dikurungnya tadi, di dalam pondok tanah!" kata Hal.
"Untung kami kemudian menemukan lorong rahasia di bawah tanah," kata
Bob. "Kalau tidak, pasti sampai sekarang kami masih mendekam di dalam!" Profesor Carswell memicingkan mata, memandang ke arah parit. "Aku tidak melihat siapa-siapa di sana," katanya. Hanya kesunyian saja yang ada di dalam parit gelap itu.
"Tadi ia ada di sana, Sir, " kata Jupiter. Diceritakannya apa yang terjadi di dalam pondok tua. "Setelah mengurung kami, ia kemudian juga terdengar mencari-cari. Rupanya ia mempunyai dugaan yang serupa dengan kami." "Dan baru saja ada lagi yang menggeledah pondok itu," kata Profesor Carswell. "Kurasa orang itu pasti juga De Groot."
"Memang," kata Hal. "Setelah itu ia rupanya membuka pintu kamar tidur. Saat itu dilihatnya bahwa kami tidak ada lagi di situ - lalu ia berusaha mengejar. Tapi ia kemudian terperosok jatuh ke dalam parit. Karenanya ia ketahuan, sehingga kami bisa lari."
"Coba aku tadi tidak mencari Hal, lalu menemukan sepeda-sepeda kalian di
sini, keselamatan kalian mungkin terancam," kata profesor itu. "Memang - kalian tidak bersalah. Tapi perasaanku was-was, karena ada De Groot berkeliaran di sini. Urusan ini nampaknya sudah terlalu serius bagi kalian!"
KAMU SEDANG MEMBACA
(18) TRIO DETEKTIF : MISTERI RUMAH YANG MENGKERUT
Science Fictionsaat kau berbalik kau tak menemukan rumah itu lagi, serius apa ada rumah seperti itu???? Text by William Arden alih bahasa oleh Agus Setiadi penerbit oleh PT. Gramedia Pustaka Utama Februari 2001 edit and convert oleh inzomnia foto by goodreads and...