BAB 13 SERANGAN TIBA-TIBA

95 23 5
                                    

Jupiter dan Pete berjalan dengan lunglai kembali ke tempat sepeda mereka. Mereka tidak sadar bahwa penjaga pintu datang menyusul. Ketika Jupe hendak naik ke sadel, tahu-tahu ia merasa lengannya dipegang orang. "Kalian ini detektif?" tanya penjaga pintu. Pete meneguk ludah. "Kami..." "Katakan, cepat - betul atau tidak?" "Be - betul," kata Jupiter tergagap. "Kalau begitu ikut aku. Cepat!"

Kedua remaja itu berpandang-pandangan, sama-sama mengangkat bahu, lalu mengikuti penjaga pintu yang sementara itu sudah masuk kembali ke ruang depan. Mereka melihat petugas penerima tamu yang angker menatap mereka. Pelayan-pelayan yang berdiri di pintu-pintu memandang ke arah mereka. Apa salah mereka?

Penjaga pintu menyilakan mereka masuk ke sebuah ruangan kecil di samping, lalu menutup pintu.

Tuan Putri duduk seorang diri di dalam ruangan itu.

"Aku yang memanggil kalian," katanya. Ia tersenyum. "Hatiku tidak enak

melihat kalian kecewa, setelah begitu berjerih payah untuk kami."

"Maksud Anda, kami boleh meneruskan penyelidikan?" seru Pete. "Dan Mr. Marechal - pikirannya juga berubah, Ma'am?" Jupiter memandang Tuan Putri dengan sikap bertanya.

"Tidak - dan mungkin sikapnya itu benar," kata Tuan Putri. "Tapi kalian

sudah menunjukkan bahwa kalian ini cerdas, serta tahu apa yang kalian kerjakan. Karenanya, kurasa kalian lebih bisa diandalkan, daripada yang disangka Mr. Marechal."

"Itu betul, Ma'am!" ujar Pete dan Jupiter serempak.

"Aku ingat, kalian mempunyai kartu yang tertulis bahwa kalian didukung oleh kepala polisi kota ini," kata Tuan Putri melanjutkan. "Jika kalian kuizinkan meneruskan penyelidikan untukku, maukah kalian berjanji akan bertindak dengan hati-hati?"

"Ya, tentu saja!" kata Pete dengan mantap.

"Bagus," kata Tuan Putri. Air mukanya kini menampakkan perasaan murung. "Aku harus tahu, apakah kesimpulan kalian itu benar atau tidak. Seperti sudah pernah kukatakan, aku sebenarnya tidak begitu dekat dengan mendiang abangku. Ia berwatak aneh, suka menutup diri. Aku...

aku tidak tahu, apa sebenarnya pekerjaannya. Ia kelihatannya tidak pernah

memiliki tempat tinggal yang tetap. Dan ia bergaul dengan orang yang aneh-aneh."

"Mungkin saja ia cuma diperalat penjahat," kata Jupiter.

"Itu masih mendingan daripada ia sendiri penjahat! Tapi walau begitu..." Tuan Putri mendesah, "hasil kerja kalian selama ini kelihatannya memuaskan, dan kurasa kalian tentu akan berhasil menyelidiki kebenaran tentang abangku. Aku ingin mengetahuinya - agar tidak selalu dirundung ketidakpastian."

"Maaf, Tuan Putri," kata Jupiter, "adakah sesuatu yang Anda temukan pada benda-benda yang selama ini berhasil kami temukan kembali?"

"Tidak, Jupiter. Menurut dugaanmu, apakah benda berharga itu? Itu jika

memang ada suatu benda yang berharga." "Itu belum kami ketahui," kata Jupiter berterus terang.

"Tapi menurut perasaanmu, benda itu disembunyikan Joshua di salah satu

tempat - dan kata-katanya yang terakhir merupakan pesan tertentu, yang ditujukan pada seseorang? Pesan untuk mengatakan, di mana benda yang disembunyikan itu berada?"

"Tentang itu, saya yakin sekali," kata Jupiter dengan mantap.

"Baiklah kalau begitu. Tapi hati-hati, ya! Terutama dalam menghadapi

orang yang bernama De Groot itu. Jangan sampai aku menyesal, karena menyuruh kalian terus. Jika ada sesuatu yang berhasil kalian ketahui, laporkanlah dengan segera padaku."

Sambil tersenyum, wanita ningrat itu mempersilakan anak-anak pergi lagi. Kedua remaja itu bergegas-gegas pergi ke sepeda mereka. Mereka merasa berbahagia.

* * *

Pete dan Jupiter merangkak di dalam pipa saluran yang merupakan Lorong Dua, menuju kravan yang tersembunyi. Ketika keduanya muncul lewat tingkap di lantai, ternyata Bob sudah menunggu mereka di dalam. "Aku punya kabar baru, Teman-teman!" kata Bob, begitu ia melihat kedua rekannya. "Kami juga!" balas Pete.

"Kita diizinkan melanjutkan penyelidikan," kata Jupiter dengan bangga. Diceritakannya kejadian yang dialami di motel tempat Tuan Putri dan Mr. Marechal menginap.

"Jadi dari sana Skinny tadi rupanya, ketika ia dengan bergegas-gegas muncul dengan mobilnya," kata Bob. "Tampangnya saat itu kelihatannya ketakutan. - Wah, jadi kita boleh meneruskan penyelidikan? Asyik!"

"Kau tadi melihat Skinny di rumahnya, Bob?" tanya Jupiter. "Dan kau

membawa kabar tentang dia?"

"Betul," kata Bob. "Begitu datang, ia langsung masuk ke rumah, lalu mendekam terus di situ. Tapi sebelumnya aku sudah sempat bercakap- cakap dengan tukang kebun keluarga Norris. Dari orang itu aku mendapat keterangan tempat Norris bekerja."

"Pentingkah itu, Bob?" tanya Pete. "Di mana?" desak Jupiter.

"Ia bekerja sebagai asisten Mr. Maxwell James!" "Maxwell James?" Pete

nampak bingung. "Itu kan..."

"Pelukis kenamaan itu!" kata Jupiter dengan mata bersinar-sinar. "Lukisan- lukisannya terkenal di seluruh dunia! Dan orang itu tinggalnya di sini, di Rocky Beach!"

"Di sebuah gedung besar, dengan studio yang letaknya tersendiri," kata Bob. "Kenapa bisa begini kebetulan, ya? Kita mencari-cari sejumlah lukisan, dan kini ternyata bahwa Skinny bekerja pada seorang pelukis kenamaan." "Menurutku, itu sudah bukan kebetulan lagi," kata Jupiter. "Sehabis makan nanti, kurasa kita perlu berkunjung ke tempat Mr. Maxwell James."

* * *

Ketiga remaja itu menyandarkan sepeda mereka di luar, tidak jauh dari

pintu gerbang besi yang tinggi. Itulah jalan masuk ke pekarangan Mr. Maxwell James. Dari luar mereka bisa melihat menara-menara dari sebuah gedung besar yang mirip kastil, menjulang di atas puncak pepohonan rimbun. Pintu gerbang terbuka. Sore hari itu nampaknya tidak ada siapa- siapa di sekitar situ.

"Kalau begitu kita masuk saja," kata Pete setelah beberapa saat celingukan. Mereka masuk lewat gerbang yang lebar, lalu menyusur jalan sempit berkelok-kelok, di antara tetumbuhan yang lebatnya seperti di dalam rimba. Tahu-tahu terdengar jeritan melengking. Bunyinya seperti wanita - atau anak kecil - yang kesakitan.

"Suara apa itu?" tanya Bob berbisik-bisik.

"Aku tidak ingin tahu," kata Pete sambil mengerang. "Yuk, kita ke luar lagi!" Suara menjerit tadi terdengar sekali lagi. Datangnya dari sebelah kiri mereka. "Ada yang memerlukan pertolongan!" seru Bob. "Yuk," ajak Jupiter. "Tapi hati-hati, jangan sampai kelihatan."

Mereka menyelinap dengan berhati-hati, menerobos belukar. Teriakan melengking itu terdengar lagi - kini langsung dari arah depan! Jupiter

menyibakkan dedaunan lebat ke pinggir. Di depan mereka nampak tempat

lapang yang tidak begitu luas.

Dan di situ ada binatang sejenis kucing sedang merunduk. Kucing besar, dengan bulu bertotol-totol!

Anak-anak berdiri seperti terpaku. Tenggorokan mereka terasa kering. Tanpa ada yang bicara, mereka menatap sepasang mata hijau yang seolah- olah memukau mereka! Makhluk besar seperti kucing itu mengangakan mulut dengan taring-taring yang panjang - lalu terdengar lagi suara jeritan yang tadi.

"Macan tutul!" seru Jupiter. "Lari!"

"Jangan!" kata Pete dengan tegas "Jangan lari! Tetap di tempat kalian!" Saat itu terdengar suara seseorang di belakang mereka.

"Nah! Ketahuan sekarang!" sergah orang itu. "Jangan coba-coba melarikan diri."

Ketiga remaja itu berpaling dengan cepat. Mereka melihat seorang laki-laki

bertubuh besar seperti beruang, dengan janggut dan rambut lebat berwarna merah. Mata orang itu berkilat-kilat karena marah. Di tangannya tergenggam sebilah tombak. Mata tombak itu langsing dan panjang - sekitar satu meter!

Jupiter dan kedua rekannya mencari-cari jalan untuk melarikan diri.

Mereka berbalik, menghadap macan tutul tadi. Tiba-tiba binatang buas itu menyergah, lalu meloncat - ke arah mereka!

(18) TRIO DETEKTIF : MISTERI RUMAH YANG MENGKERUTTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang