"Ih - kalian ini mengagetkan orang saja!" kata Hal, setelah meneguk ludah. "Apa yang kauambil dari bawah lantai tadi?" tanya Pete.
"Apa yang kuambil? - Cuma ini saja." Hal membuka genggamannya. Di
tangannya nampak sebuah anak kunci model kuno berukuran besar. Ia menatap ketiga remaja yang berdiri di depannya. "He - kalian kembali untuk memeriksa tempat ini, ya! Kalian menduga mendiang Joshua menyembunyikan sesuatu di sini?"
"Menurut kami, itu satu kemungkinan," kata Jupiter membenarkan. "Pendapatku juga begitu!" kata Hal bersemangat. "Ketika kalian sudah pergi tadi, tiba-tiba aku teringat pada sesuatu. Ayah masih bercakap-cakap
dengan Tuan Putri dan Mr. Marechal, jadi aku seorang diri saja kemari."
"Apa yang kauingat itu, Hal?" tanya Bob.
"Aku ingat bahwa Joshua biasa menyimpan lukisannya di pondok yang ada di belakang, di dalam ngarai. Pondok itu kosong. Ayahku selalu menguncinya, karena itu bangunan bersejarah, dan ia tidak ingin ada orang iseng masuk dan mengobrak-abrik. Tapi anak kunci pondok itu kuserahkan pada Joshua, ketika ia baru pindah kemari."
"Dan itu anak kuncinya?" tanya Jupiter. Hal mengangguk.
"Aku tadi berpendapat, karena Ayah masih sibuk bercakap-cakap dengan kedua tamunya, sedang kalian sudah pulang, aku saja seorang diri memeriksa pondok itu."
"Kalau begitu kita beramai-ramai saja ke sana," kata Jupiter memutuskan. Jupiter mengajak ketiga penyelidik remaja itu menyusur parit, menjauhi jalan raya. Parit itu mengitari sisi pekarangan rumah Profesor Carswell, dan dari situ menikung tajam, kembali ke arah ngarai. Setelah beberapa waktu berjalan, Hal membelok ke kiri, merintis belukar. Anak-anak yang lain mengikuti dari belakang. Setelah beberapa lama menerobos semak belukar kusut, akhirnya mereka sampai di tempat terbuka, beralas tanah
liat kering kerontang. Di tempat itu ada sebuah bangunan rendah, beratap
batang-batang kayu, dan berjendela yang tingkapnya dari kayu pula. Pondok tua itu, yang dibangun dari batu bata buatan setempat yang dikeringkan dengan sinar matahari, nampak lengang dan terpencil. "Batu bata jenis begini namanya adobe, " kata Hal menjelaskan. "Yang
membangun pondok ini orang Spanyol, pemilik ngarai ini. Tapi sudah lama sekali - paling sedikit satu setengah abad yang lalu. Tanpa kamar mandi, sedang tempat perapian merupakan satu-satunya sumber kehangatan pada musim dingin."
Hal membuka pintu pondok yang terbuat dari beberapa lembar papan kasar dan tebal, dengan simpai-simpai serta engsel dari besi tempa. Ketika sudah berada di dalam, anak-anak melihat bahwa pondok itu hampir tidak ada isinya. Lantai papannya dilapisi debu tebal dan kotoran. Di belakang satu-satunya ruang tengah yang sempit ada sebuah bilik yang lebih kecil lagi. Itulah kamar tidur. Kecuali itu masih ada pula dapur. Jendela- jendelanya yang hanya beberapa buah terpasang pada lubang-lubang dalam, dan di bagian luarnya ditutup dengan papan. Cahaya remang menyusup masuk lewat celah-celah di sela papan penutup. Hawa di dalam ruangan itu sejuk.
"Wah," kata Pete, "dinding ini - mestinya ada satu meter tebalnya!"
"Memang begitu caranya membangun rumah dengan bahan adobe, " kata Jupiter menerangkan. "Bahan itu tidak sekuat batu bata biasa. Jadi dinding yang dibuat dengannya harus tebal, agar cukup kokoh. Pete, coba kaulihat apa yang ada di dapur! Sedang kau, Bob, kau mencari di kamar tidur. Aku dan Hal akan memeriksa ruang tengah ini."
Hal dan Jupiter menemukan kanvas berlembar-lembar yang belum dipakai, dan begitu pula kaleng-kaleng berisi minyak cat dan cairan pengencer. Tapi di situ tidak ada lukisan yang sudah jadi. Mereka menemukan sebuah bingkai berukir-ukir yang bersepuh emas. Jupiter memperhatikan bingkai tebal itu sambil merenung.
KAMU SEDANG MEMBACA
(18) TRIO DETEKTIF : MISTERI RUMAH YANG MENGKERUT
Science Fictionsaat kau berbalik kau tak menemukan rumah itu lagi, serius apa ada rumah seperti itu???? Text by William Arden alih bahasa oleh Agus Setiadi penerbit oleh PT. Gramedia Pustaka Utama Februari 2001 edit and convert oleh inzomnia foto by goodreads and...