"Fa, jangan bilang lo beneran balik ke Jakarta karena sticky note ini." Gani mengeluarkan selembar sticky note berwarna kuning pudar dari tasnya.
Setelah sekian jam menunggu akhirnya dia bisa berbicara empat mata dengan Lifa. Gadis itu berkacak pinggang, lalu meraih sehelai kertas di tangan Gani. Matanya bergerak mengikuti tulisan singkat yang tertera di atas kertas berwarna itu.
"Awalnya iya, pengen balik karena ini doang. Tapi, mama gue ternyata pengen balik juga ngurus wasiat nenek yang ada di Jakarta. Sekalian, papa juga akhir-akhir ini sering ke sini, daripada bolak balik Medan-Jakarta, capek cuy," jelas Lifa seraya memperhatikan kertas di tangannya.
Papa dan perempuan itu ... Ada apa sebenarnya?
Cukup lama Lifa terdiam tanpa memindahkan fokus. Dia sedang memikirkan mengapa kakaknya membuang kertas ini.
"Menurut lo kenapa Kak Almira ngebuang kertas ini?"
Gani tertawa kecil. "Gue tau dia banget, gue rasa lo juga tau. Coba perhatiin kertasnya, dia gak sengaja ngecoret. Kak Almira gak suka sama noda apa pun."
Lifa mengangguk membenarkan, kakaknya memang tidak menyukai itu. "Terus Kak Almira gak pernah ngomong apa-apa tentang perempuan itu? Apa mungkin papa gue selingkuh?"
Cowok yang dia tanya mengangkat bahu tanda tidak mengerti. Waktu itu dia berniat menyapa kakak sahabatnya, tetapi Almira terlihat buru-buru dan keesokan harinya terdengar kabar bahwa gadis tersebut sudah meninggal dunia.
"Lo ya--"
"Di sini lo ternyata, buruan cari materi makalah di perpus bareng gue." Dean datang menginterupsi percakapan sepasang sahabat di depannya. Tidak peduli jika Lifa akan mengomel panjang lebar nantinya.
Ternyata tak perlu waktu lama mengetahui sikap siswi baru itu. Selain belagu, Lifa juga cukup ambisius. Dean tidak boleh lengah.
Lifa berdecak jengkel. "Tugasnya dikumpul minggu depan, gak perlu buru-buru."
"Ya elah, Yan. Makan dulu yuk di kantin."
Gani menarik tangan Dean agar segera menjauh dari Lifa. Dia takut akan ada perang mulut lagi di antara keduanya."Tapi--"
"Udah, makan dulu. Lo punya penyakit mag, gak boleh telat makan."
Mereka berdua berlalu meninggalkan Lifa sendirian di pinggir lapangan. Melihat tingkah Gani membuat gadis itu membuang napas legah. Setidaknya dia tidak perlu membuang tenaga di waktu istirahat. Berdebat dengan cowok ambisius itu sangat menguras emosi dan ini baru hari pertamanya bersekolah. Entah bagaimana hari-hari berikutnya,'kan berlangsung.
Malam harinya, Lifa kembali termenung. Mungkin tidak ada kata bosan jika berhadapan dengan kertas kecil bertinta hitam yang ternyata juga mulai pudar. Lifa menaikkan kedua kaki di atas meja belajar, menggerak-gerakkan kursi yang dia duduki ke kiri dan kanan. Hah, kepalanya pusing memikirkan ini ditambah lagi tumpukan tugas di hari pertama bersekolah.
Dia memang bisa mengerjakan tugas itu dengan mudah, hanya saja terlalu malas berkutat bersama kumpulan pertanyaan jika tenggat waktu pengumpulan belum mendekat. Begitulah Lifa bersama sejuta kemalasan yang ada. Prinsip kalau bisa nanti, kenapa harus sekarang betul-betul dipegang erat.
Lifa mengangkat tangan kanannya, membaca isi kertas itu lagi. Sebenarnya perempuan itu siapa? Ingin sekali mencari tumpukan sticky note milik sang kakak. Dia tahu Almira menjadikan benda persegi kecil berwarna-warni itu sebagai tempat berkeluh kesah.
"Apa di kamar Kak Almira?"
Gadis berkaus putih polos tersebut langsung berlari ke ruang tengah untuk menemui sang papa. Dia butuh kunci kamar kakaknya sekarang. Dia butuh bukti untuk meyakinkan diri bahwa ada sesuatu di balik kematian Almira dan berharap semua bisa terjawab dari sticky note sang kakak.
![](https://img.wattpad.com/cover/256031183-288-k852713.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
How Can I Love U ✓
Teen Fiction"Kalau nilai ulangan gue lebih tinggi, lo harus jauhin gue." Dean semakin menajamkan mata dan menekankan setiap kata yang diucapkan. Padahal jauh di lubuk hatinya dia tidak menginginkan hal itu. Lifa mendekatkan kepalanya di telinga Dean. "Tapi, kal...