Bab 6. Luka

232 144 74
                                    

Luka seorang anak adalah perpisahan orangtuanya, Jika aku bisa memilih jalan hidup yang bagaimana, tanyakan pada anak-anak yang dapat kasih sayang penuh dari orangtuanya:)
-Micella Danicha Rahardian

🌻🌻🌻

Seorang pria berjas hitam keluar dari sebuah gedung rapat pertemuan para konglomerat.

"Bos Rahar!" Panggil seorang pria yang tak jauh mewah penampilannya.

"Hei. Apa kabar lo?" Katanya lagi.

"Alhamdulillah baik. Lo gimana?" Kata Pak Rahar.

"Lumayan" kata pria itu.

"Eh. Lo bukannya punya anak gadis ya har?"

"Iya, ada, kenapa memangnya?"

"Anak gua laki-laki, tampan, jodohkan lah" kata pria itu

"Thomp, anak gua itu masih 17 tahun masih sekolah dia" kta pak Rahar.

"Aikh, oke lah, anak gua pun masih sekolah, lain waktu bawa ikut lah ke acara pertemuan" kata pria itu lalu pamit pada pak Rahar.

Pak Rahar mengambil ponselnya, dilihatnya foto seorang anak perempuannya itu, ia merasa bersalah atas apa yang sudah terjadi pada Micell, tapi ia terlalu keras untuk menjadi seorang ayah yang dibutuhkan Micell.

Siang malam ia bertarung dengan waktu hanya untuk membahagiakan keluarganya, memenuhi kebutuhan terutama kedua anaknya, namun itu semua tidak ada harganya dimata Micell. Pak Rahar tetap seorang bajingan dimata anak perempuannya itu.

Satu airmata menetes, segera ia tepis karena tidak mau ada yang melihat seorang pak Rahar menangis. Ia dipandang tegas dan dermawan, meski sebenarnya ia pun manusia juga yang bisa merasakan rapuh.

Sesampainya dirumah, ia memperhatikan anak perempuannya yang sedang bercanda bersama bibik di taman belakang rumah, senyum tipis pak Rahar melihat Micell dapat tertawa meskipun bukan untuknya.

*****
"Sejak kapan ada bunga melati disini bik?" Tanya Micell memetik bunga melati putih yang sedang mekar-mekarnya.

"Bibik yang taruh dia disitu"

"Ah, si bibik becandanya lucu, Micell petik satu yaa" kata cewek itu mencium aroma bunga digenggamannya.

"Micell, ceritain dongg cowok ganteng yang kemarin kemarin anterin kamu pulang" goda bibik

"Apaansi bibik kayak ngga pernah muda aja ih" kata Micell senyum-senyum.

"Ceritain dongg" bibik menyenggol-nyenggol pundak Micell.

"Kakak kelas di sekolah bik, kalo bibik mau nanti Micell kenalin"

"Micell becandanya lucu ih, atuh bibik mah Uda kolot, kecakepan dapet yang kayak gitu mah ih"

Micell tertawa meledek bibik.

Bibik ngambek dan meninggalkan Micell di taman.

"Eh, bik, kok ngambek sih, aku candaa lohh" kata Micell

Tak lama setelah itu bibik kembali dengan membawa dua buah piring.

"Huaaa cupcake!!" Girangg Micell.

"Darimana bik?" Tanya Micell

"Em, itu, anu, bibik dikasih tetangga sebelah katanya lagi berbagi rezeki gitu Cell" kata bibik berbohong.

Padahal itu cupcake dari pak Rahar, bibik tahu kalau ia bilang dari Papinya pasti Micell akan membuangnya.

"Enak ya, bik, suruh order aja gitu nanti Micell mau jadi customer setia dehh" kata Micell lagi sambil menyomot cupcake di piring.

Hi! Micella.. [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang