PART - 02. BOSANPENCET BINTANG DI SAMPING YA, TERIMAKASIH.
HAPPY READING 🌻
Hari sudah lumayan siang. Ternyata hanya sebentar saja ia tertidur. Seperti sekarang ia terbangun. Seperti ada bisikan malaikat, yang menyuruhnya bangun. Zia melirik kanan kiri sebelum bangun. Setelah bangun, dia mengucek matanya pelan. Jika ada Zafran pasti dia banyak cerewetnya.
"Jam berapa sih, huam."
Semula ia menurunkan kedua kakinya, untuk bangun dan mengambil wudhu. Sehabis itu, dia akan makan siang. Tapi kali ini ingin delivery saja. Sehabis sholat, ia mengambil ponselnya. Banyak notif. Namun hanya di hiraukan saja. Ia akan pesan makan dulu, sebelum membuka semua pesan.
"Makan apa ya, enaknya."
Zia menggulir layar ponselnya melihat, makanan apa yang cocok untuk di makan. Sepertinya, lalapan dan juga esbuah enak ya. Apa lagi cuaca lumayan terik begini.
"Hm, udah lah, pesan ini aja. Jaraknya juga Deket banget, dari sini."
Tunggu, menunggu. Hingga berapa saat. Akhirnya bel rumah berbunyi. Semua sudah siap di ruang tamu. Ia tinggal makan saja.
"Pesanan, atas nama Ibu Zia, ya?"
"Oh, saya sendiri."
"Silahkan tanda tangan, tanda terimanya, ya Bu."
Seorang delivery tersebut memberikan kertas yang harus di tandatangani Zia sebagai tanda terima barang.
"Oh, sini-sini. Terima kasih, ya Pak."
"Ya, sama-sama Bu."
Selesai semuanya. Zia masuk lagi kedalam. Ia sudah lapar. Dirinya akan makan sambil ngedrakor. Biasanya jika ada Zafran akan mengusiknya yang akan menonton, sangat menyebalkan sekali bukan?
"Bismillahirrahmanirrahim."
Sambil makan Zia juga ngedrakor. Sambil senderan di sofa. Wah, enak sekali. Biasa kalau ada Zafran pasti di ganggu. Entah dia yang lewat terus depan tv, atau sengaja ngelap meja di depan dia. Atau gak nih, tiba-tiba langsung mati. Astaga! Gak bisa tenang deh, kalo ada Zafran. Kalo sendiri begini aja, baru bisa lebih tenang.
"Ya elah. Lagi enak juga, malah ada yang nelpon segala."
Zia mengambil ponsel yang berada di dekat makanannya dan menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan, yang ternyata dari suaminya sendiri rupanya.
"Halo ngapa sih. Gue makan!" ketusnya karena lagi makan dirinya harus di telpon begini. Kan bisa nanti saja, atau kirim pesan.
"Lo kerumah sakit gak?" tanya Zafran yang sedikit kurang jelas karena ramai, sepertinya di kantin rumah sakit. Dimana lagi memang suaminya jika tidak disana?
"Ngapain sih, gue makan. Males juga, masih capek," keluhnya. Tubuhnya masih lemas sekarang.
"Buruan deh. Ini pasti lo lagi makan, sambil ngedrakor. Gak guna banget, tau gak sih. Udah di bilangin, kalo makan jangan sambil nonton."
"Ish, nyebelin! Suka-suka gue lah, ya. Gue matiin nih. Gue lagi makan soalnya, apa lagi kalo gak penting!"
"Jangan dong, beneran gak mau kesini apa?"
"Gak."
"Lo udah, baca pesan gue?"
"Gak, gue tadi lagi persen makan. Abis selesai makan baru gue baca. Ngapa emang?"
"Jadi lo belum baca!"
Sepertinya suaminya sedang mendengus dengan kesal di sebrang sana. Toh, memang suaminya jarang mengirim pesan jika tidak penting, atau hanya mengabari untuk pulang telat.