Minggu, 25 Desember 2022"Loh ini kok baju aku belum di cuci?"
Zia menoleh bingung.
"Cuci apa sih? Aneh."
"Kamu itu yang aneh, kemaren aku suruh londry aja. Malah orangnya kamu suruh pulang."
"Lagian juga siapa suruh ngga bilang dulu kalau ada yang mau datang."
"Ya, harusnya kamu tau lah. Gak mungkin kan itu orang dateng ngga bilang mau ambil cucian."
"Tiba-tiba minta baju yang belum di cuci. Ya, langsung aku usir lah. Orang gila."
"Terus sekarang baju aku gimana? Besok aku mau kemeja ini."
"Di lemari juga masih banyak kemeja kamu, kenapa harus yang itu. Itu juga udah di pakai berapa hari lalukan."
"Ya, emang. Tapi aku mau pakai lagi buat besok."
"Apa sih, beli aja lagi sana. Yang begitu juga banyak di toko kemeja biasa kamu beli."
"Tapi aku mau yang itu, pokoknya itu."
"Terserah kamu lah, mau kamu ngerengek juga baju itu ngga bakalan kering, mending kamu cuci tuh sana. Baru kamu gantung, paling besok kering baru kamu setrika."
Cucian di rumah memang sudah menumpuk sejak seminggu ini, karena Zia masih tidak mau melakukan apapun. Dia juga sudah di izinkan oleh orangtuanya untuk tidak bekerja dulu karena masih sakit.
"Kalau gini, mending punya istri lagi— Awwwww!!!! Zia sakit!"
"Sakit kamu bilang hah, kamu pikir aku denger apa. Dasar suami gatel, yang satu aja ngga abis mau cari lagi. Ngga waras kamu."
"Iya lah! Siapa juga yang mau punya istri males, kerjanya rebahan, main hp, makan, habisin duit suami. Kapan kaya kalau gitu."
"Heh, dari awal gue ngga ada suruh lo buat nikahin gue ya! Lo aja yang ngebet mau nikah sama gue jadi ngga usah banyak omong deh."
"Wajar lah aku banyak omong, kerjaan kamu tuh bikin aku emosi aja."
"Dih, dari pada nyerocos aja. Tuh cuci sana, sekalian baju aku kalau perlu."
"Enak aja! Nyuruh suami."
"Enak lah, orang tinggal suruh."
"Besok aku mau ada dinas di rumah sakit Jakarta pusat. Kayaknya beberapa hari disana masih belum tau."
"Oh, pergilah."
"Temen aku malam ini mau kesini, jadi aku tadi suruh Ibu yang kerja di rumah kesini. Buat beres-beres, sekalian aja nyuci baju itu."
"Iya-iya ah, terserah kamu. Atur aja itu semuanya."
Daripada debat Zia juga malas mending di iyain aja. Zafran kan kalau ngomel mulutnya ngga bisa diem bakalan nyerocos terus. Kalau di iyakan saja apa yang dia bilang, bakalan mingkem itu mulutnya.
"Aaaaahhh sebelum kerja nanti malam, mau cuddle dulu."
Zia menahan beban tubuh Zafran di atas tubuhnya. Ngomong aja dia itu cuddle tapi mana tau selanjutnya. Kan lain di omong lain di lakukan. Emang paling suka nyari kesempatan.
"Apa lagi sih Zi, lepasin nggak! Mau cuddle ihhhhhhh, mauuuuuuu."
"Dih, najis amat merengek begitu."
"Makanya cepetan ah, cepet geser-geser."
"Ihhhhh berat tauuuuuuuu!"
"Makanya geseran ah, aku mauuuuu! Ziaaaaaaa, ihhhhhhh ayo."
"Bentar dulu ih, kamu ini."
"Lagi geser lagi, tangan kamu jangan di situ. Ngga suka aku."
"Dih, awas aja ya. Aku lagi males jangan ganggu."
"Ngga ada yang ganggu lagian."
Jelas-jelas tangan suaminya itu sudah kemana-mana. bilang ngga ganggu. Zia bangun dan berbalik menatap sebal kepada Zafran bisa tidak dia itu jangan menganggu dia. Sangat menganggu sekali rasanya.
"Apa Zi?"
"Bisa diem ngga sih Zaf? Aku lagi nonton bisa jangan ganggu? Aku males ribut tau gak sih."
"Aku udah diem kok, cuman mau cuddle doang."
"Tapi kamu ganggu aku yang nonton udah lah, mending kamu tunggu di luar sana. Katanya ada yang mau dateng aku lagi males."
"Males aja terus, di pegang aja sama suami sendiri ngga mau, aneh kamu."
"Bodo amat, ngga usah ganggu!"