Tak terasa 2 jam telah berlalu. Syukurnya, operasi kecil tersebut telah dinyatakan berhasil. Renjun pun sudah dipindahkan ke ruang inap. Dan kini, menyisakan Doyoung yang tengah menunggu sang adik untuk kembali membuka matanya dengan tenang di sisi bangsalnya."Doyoung?"
Dokter Lee menghampiri Doyoung yang tengah merenung.
"Bisa minta waktunya? Ada yang perlu saya bicarakan" ucapnya kemudian.
Tanpa berbasa-basi, Doyoung segera menerima tawaran itu. Ia melangkahkan tungkainya mengikuti sosok di hadapannya menuju ruangan pribadinya. Dengan tenang memasuki ruangan tersebut kemudian terduduk di tempat masing-masing dengan sebuah layar monitor membatasi keduanya.
"Jadi begini Doyoung.. Pendarahan yang terjadi tadi entah mengapa lebih buruk dari biasanya, sampai harus diadakan operasi dadakan untuk menghentikan darahnya serta menutup lukanya. Padahal seharusnya tidak perlu. Setelah operasi pun kondisi Renjun gak sestabil biasanya. Membuat saya dan tim saya merasa ada yang janggal. Akhirnya kami lakukan beberapa pemeriksaan lebih lanjut terhadap Renjun"
Doyoung masih setia mendengarkan dengan seksama. Kedua jarinya ia tautkan gelisah. Kakinya pun ia gerakan naik turun di permukaan lantai. Ia khawatir.
"Awalnya saya melakukan pemeriksaan ini hanya untuk mencari tahu penyebab pendarahan yang berlebihan ini. Tapi yang kami dapati adalah sesuatu yang jauh diluar pemikiran kami. Saya pun sempat dibuat tak percaya hingga saya lakukan tes berulang-ulang kali. Tapi hasilnya tetap sama."
Doyoung terdiam. Masih setia menatap kedua netra sang dokter, menunggunya untuk melanjutkan kalimatnya.
"Berdasarkan hasil tes darah, maaf..-
Renjun mengidap kanker darah atau leukemia.."
Deg
Seketika dunia terasa runtuh untuk kedua kalinya di hidup Doyoung. Ia menggeleng tak percaya, berharap apa yang ia dengar adalah sebuah mimpi. Mimpi yang tak akan pernah boleh terjadi.
"H-hah?
Gak mungkin dok... Ngak.. Renjun gak kenapa-napa Dok selama ini.." ucap Doyoung menepis jauh kenyataan ini.
"Memang ini terasa tidak nyata karena kanker ini baru saja tumbuh. Bahkan mungkin Renjun belum mengalami gejala apapun karena jenis leukemia ini umumnya tidak menunjukan gejala sebelumnya. Kalau kami tidak inisiatif melakukan tes darah mungkin sampai sekarang masih belum diketahui" lanjutnya.
"Renjun bisa sembuh kan dok? Iya kan dok?" jawab Doyoung dengan suara yang mulai bergetar.
"Untungnya, tingkat kesembuhannya masih tinggi. Sebab sudah terdeteksi dari sekarang. Dimana penyakit ini belum menyebar ganas. Juga, jenis leukemia ini berkembang dengan pelan. Tapi tetap tidak boleh di sepelekan, karena kalau dibiarkan terlalu lama bisa menjadi kronis dimana perkembangan bisa bertumbuh cepat"
Doyoung mendongakkan kepalanya menatap langit-langit ruangan. Mencoba sebisa mungkin menahan buliran kristal yang siap terjun kapanpun.
Penyakit ini bukan suatu hal yang bisa diabaikan. Bahkan penyakit ini adalah salah satu penyakit yang dihindari bahkan ditakuti semua orang. Tapi lihatlah diantara miliaran orang di dunia ini, adiknya lah yang terpilih. Terpilih menjadi seseorang yang harus melawan ganasnya penyakit ini yang bisa merampas nyawanya kapanpun sesuka hatinya.
Ia tak rela membiarkan penyakit itu membawa pergi adik satu-satunya. Tapi di waktu yang bersamaan ia bingung. Dari mana ia bisa mendapatkan biaya sebanyak itu? Ia tahu, biaya pengobatannya tidaklah kecil. Ia harus apa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother || Renjun x Doyoung ft. NCT Dream 00L
Fanfiction[END] Cerita ini sederhana. Tapi ku yakin setelah kamu membacanya, kamu akan berharap memiliki kakak seperti Kak Doyoung. Kalian boleh iri denganku, tetapi kumohon jangan membenci dan mencoba mengubah kenyataannya. Karena.. Itu begitu menyakitkan...