Suara gesekan roda dengan keramik lantai memenuhi tempat bernuansa putih itu. Diiringi dengan ramainya suara derapan kaki melangkah. Pintu bertuliskan 'UGD' menjadi tujuan sekelompok orang tersebut."Renjun tahan ya gue mohon.." lirih Haechan ditengah aktifitasnya mendorong bangsal darurat itu. Jaemin dan Jeno pun tengah sibuk merapalkan sejumlah doa dalam hati mereka.
Raut panik disertai kekhawatiran menghiasi paras mereka. Dipimpin oleh beberapa perawat membuat mereka turut berlari mengikuti kemana mereka akan membawanya.
Tibalah mereka pada ruang gawat darurat. Dimana banyak pasien lainnya yang terjejer rapih di bangsal masing-masing. Tentu dengan keadaan darurat yang serupa.
Tubuh Renjun pun dipindahkan pada bangsal yang lebih memadai. Ketiganya memutuskan untuk berhenti tak jauh dari bangsal Renjun dengan tirai biru yang membatasinya dengan pasien lain.
Dokter Lee datang tergesa-gesa, segera memerintahkan sejumlah perawat untuk memasangkan alat bantu pernafasan pada Renjun. Tubuhnya kian terlihat begitu lemah terbaring diatas sana. Haechan bahkan masih dapat mengingat bagaimana wajah pucat pasi itu terpejam dengan tenang tanpa adanya tanda-tanda kehidupan. Tungkai Haechan terasa melemas. Membuatnya jatuh terduduk di pojok ruangan, sembari menatap kosong aktifitas darurat yang dilakukan orang-orang berjas putih itu kepada sahabatnya.
Jeno mengusap wajahnya, sama frustasinya dengan Haechan. Tetapi lain cerita untuk Jaemin, bahkan saat ini ia tak sanggup untuk sekedar melihat Renjun. Ia menunduk, takut terhadap tindakan apa yang akan mereka lakukan pada sang sahabat. Ia tahu bahwa itu semua demi kebaikannya, tapi ia tak tega bila harus melihat sejumlah selang dimasukan pada tubuh kecil itu.
Tiba-tiba Doyoung datang dengan kedua matanya yang sudah berkaca-kaca. Ia memelankan langkah kakinya saat mendapati tubuh sang adik telah terbaring tak berdaya disana. Tangan bergetarnya ia arahkan untuk menutupi sebagian wajahnya.
"R-Renjun..."
Ia merutuki dirinya sendiri yang telat memberikan pengobatan untuk Renjun. Kini, rasa bersalah mulai menelan hatinya. Seharusnya ia menyetujui pengobatan kemoterapi Renjun sejak awal. Ia menyesal. Ia merasa gagal menjadi kakak yang bahkan tak sanggup membiayai pengobatan adiknya.
Jeno melangkahkan tungkainya gontai kearah Doyoung. Jeno berhambur dalam pelukan Doyoung yang sudah ia anggap kakaknya sejak kecil.
"Yang sabar kak..." ucap Jeno berusaha menguatkan.
Tetesan cairan kristal itu terjun bebas menelusuri lekukan wajah Doyoung. Ia tak percaya akan pemandangan yang ia dapati sekarang. Sekumpulan manusia berjas putih itu nampak tergesa-gesa. Membuat hatinya semakin hancur.
Tubuhnya terus bergetar hingga situasi di hadapannya mulai menenang. Satu persatu perawat mulai meninggalkan sisi bangsal sang adik. Menyisakan seorang dokter yang sangat Doyoung kenali.
Doyoung segera menghampiri bangsal Renjun. Dengan langkah yang terasa sangat pelan. Wajah damai yang terpejam itu mencabik-cabik hatinya semakin dalam. Dengan bantuan alat pernafasan serta beberapa selang yang menusuk tubuh Renjun membuat Doyoung meringis.
"Dok.. Gimana keadaannya?" tanya Doyoung dengan suara paraunya.
"Untuk saat ini sudah kembali stabil, sebentar lagi Renjun sudah bisa dipindahkan ke ruang inap. Tapi Doyoung, boleh saya minta waktunya sebentar?" Tanyanya sopan.
Doyoung mengalihkan perhatiannya pada sang adik sebelum akhirnya kembali menatap Dokter Lee.
"Boleh dok..
Haechan, Jeno, Jaemin? Kakak titip Renjun sebentar ya?" lanjutnya pada ketiga insan yang sudah berdiri tak jauh darinya. Perintah Doyoung dengan cepat diangguki ketiganya. Doyoung pun segera pergi mengikuti Dokter Lee.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother || Renjun x Doyoung ft. NCT Dream 00L
Fanfiction[END] Cerita ini sederhana. Tapi ku yakin setelah kamu membacanya, kamu akan berharap memiliki kakak seperti Kak Doyoung. Kalian boleh iri denganku, tetapi kumohon jangan membenci dan mencoba mengubah kenyataannya. Karena.. Itu begitu menyakitkan...