Hari baru telah kembali menyapa. Kondisi Renjun masih tak jauh berbeda dengan malam sebelumnya. Untuk sekedar berdiri saja, ia masih belum mampu."Kak, hari ini pulang kan?" ujar si kecil, menatap yang lebih tua penuh harapan.
Doyoung seketika menghentikan pergerakannya yang tengah asik mendalami ilmu dari buku pelajarannya.
"Tunggu izin Dokter Lee dulu ya?"
"Tapi kakak bilang kemarin, hari ini pulang.."
Bibirnya yang maju disertai nada yang merajuk sudah cukup menggambarkan rasa kekecewaannya.
"Aku gak suka disini.." lanjutnya.
"Liat dulu itu kamu, berdiri sendiri aja belum bisa gimana mau pulang?"
"Bisa enak aja! Nih!" Tanpa aba-aba Renjun menurunkan kakinya menyentuh lantai dingin itu penuh kepercayaan diri.
Greepp!
Dengan secepat kilat Doyoung berlari menahan Renjun yang hampir saja terjatuh.
"Kan.. kan.. banyak gaya, kalo kakak gak keburu nangkep gimana? Ciuman deh tuh sama lantai" ujar Doyoung lembut, sembari menggendong Renjun kembali pada bangsalnya. Berbeda dengan Renjun yang sudah berdecak sebal, kedua lengannya ia lipat di depan dadanya, merutuki dirinya sendiri yang terlihat begitu lemah.
"Ada apa nih?" tanya Dokter Lee sesaat setelah ia menginjakkan kakinya di dalam ruangan.
"Mau pulang..." jawab Renjun memelas detik itu juga.
Dokter Lee dibuat tersenyum. Sosok di depannya tak pernah gagal membuatnya terkekeh gemas.
"Dokter periksa dulu ya?" ujarnya kemudian segera melakukan beberapa pemeriksaan terhadap Renjun.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, ia memperbolehkan Renjun untuk pulang malam ini. Tetapi dengan syarat Renjun bisa menjaga kesehatannya serta meminum obat yang diberikan rutin.
"Siap dok!" ujar Renjun penuh semangat.
Doyoung dibuat ikut senang mendapati senyuman itu yang nampak indah terpampang menghiasi paras Renjun. Melihat suasana hati Renjun yang ceria membangkitkan semangatnya untuk kembali berjuang untuk sang adik.
Krieettt
Pintu kecil apartemen itu terbuka. Udara pengap yang ada di dalam sana berhamburan keluar setelah berhari-hari tak dibuka sang majikan. Renjun tersenyum menghirup banyak-banyak udara yang ada di dalamnya. Sebagai tanda betapa rindunya dirinya pada rumah ini.
"Uhukk! Bau" Ucapan Renjun mengundang tawa untuk sejumlah jiwa disana. Debu yang mulai menampakan diri membuat tenggorokan Renjun tercekat. Menimbulkan batukan kecil mencoba menolak masuknya debu itu ke dalam tubuhnya.
Haechan meletakkan tas hitam penuh dengan baju itu di atas meja makan. Satu persatu dari mereka menyebar ke segala penjuru apartemen. Ada yang berada di toilet, di dapur, maupun ruang tamu.
"Makasih yaa udah mau anterin" ucap Renjun kepada ketiga sahabatnya yang rela menjemputnya dari rumah sakit meskipun langit malam sudah menyapa.
"Bukan masalah" ujar Jeno dari dapur yang tengah sibuk menyajikan teh untuk dirinya sendiri.
"Besok lo yakin mau langsung sekolah?" tanya Jaemin tepat di sebelah Renjun. Keduanya kini tengah memanjakan tubuhnya diatas sofa empuk di tengah ruang tamu.
"Yakin" jawab Renjun penuh kepastian. Berbanding terbalik dengan Jaemin yang menatapnya penuh keraguan. Menatap khawatir sosok di hadapannya yang masih terlihat cukup pucat.
"Jangan dipaksa, pihak sekolah juga pasti ngertiin keadaan kamu" Sahut Doyoung dari balik pintu kamarnya usai menggantung blazer yang ia kenakan tadi.
"Aku udah sehat, kak.. Efek sampingnya aja kali nih makanya masih pucet"
Doyoung mengambil tempat disisi Renjun, mengamati lamat-lamat wajah tirus itu.
"Tapi janji sama kakak, jangan sampai drop lagi ya?" ujar Doyoung.
Renjun dengan cepat mengangguk antusias. Kedua netranya seketika berbinar bagaikan bintang cerah di atas langit.
"Janji!"
-
Pagi hari telah datang, saat yang sangat ia nanti. Renjun bahkan bangun dari tidurnya 30 menit lebih awal dari biasanya. Tak sabar untuk kembali bersekolah. Meski dipikir-pikir, ia baru bolos sekolah selama sehari. Disaat murid lain senang bila tak bersekolah, anak ini justru menderita karena ingin menuntut ilmu. Aneh."KAK DOYOUNG BANGUN!!"
Yang lebih muda mengguncangkan tubuh yang lebih tua brutal. Lihatlah sekarang, ia sudah siap lengkap dengan seragamnya sedangkan sang kakak bahkan masih berada di alam mimpi.
"Eunghhh"
Doyoung menggeliat malas. Muka bantalnya disertai rambut yang acak-acakan membuat Renjun tertawa.
"Mandi kak mandi!" ujarnya dengan bibir yang mengembang mengulas senyuman ceria.
"Iya iya.." Doyoung melangkahkan kakinya gontai menuju kamar mandi. Bersiap untuk pergi ke sekolah.
Sembari menunggu Doyoung usai merapihkan diri, Renjun segera membereskan tempat tidur yang ia gunakan bersama sang kakak. Melipat selimut hingga merapihkan sprei yang sedikit berantakan.
"Hmm Kak Doyoung lama.." ujarnya bermonolog seusai merapihkan ranjang itu.
Dilanda kebosanan, Renjun menyusuri setiap sudut ruangan sederhana itu. Mulai dari sebuah bingkai foto saat ia dan Doyoung masih di taman kanak-kanak. Hingga bingkai foto yang paling besar dimana terdapat keempat insan yang tersenyum bahagia, yang juga merupakan foto terakhir sebelum kepergian kedua sosok itu.
Tak mau terjebak dalam kesedihan, Renjun mengalihkan perhatiannya kepada laci-laci yang ia buka satu persatu. Entah laci lemari maupun laci nakas.
"Eh?"
Suatu amplop putih yang terjatuh berhasil merebut atensinya. Renjun segera membuka amplop tersebut dengan telaten. Logo hitam yang tercetak indah diatas amplop itu semakin membuat rasa penasarannya meroket naik. Ini adalah surat dari pihak sekolahnya.
"Kepada Kim Doyoung?" Bisiknya kecil dibawah nafasnya yang teratur.
Kepada Kim Doyoung XII - IPA 4. Diharapkan untuk segera melakukan pelunasan administrasi SPP yang telah menunggak selama 2 bulan. Denda akan terus bertambah bila tak segera dilunaskan. Sebelum pembayaran dilakukan, akses anda untuk mengikuti ujian akhir semester akan diblokir. Dimohon kerja samanya untuk menaati peraturan sekolah. Terima kasih.
Renjun membolakan kedua matanya sempurna. Nominal yang tertera di surat tersebut sukses membuatnya merinding. Ia terdiam mematung meski otaknya tengah berputar keras.
Renjun menoleh kearah pintu kamar mandi yang masih setia tertutup, disertai suara jatuhan air shower ke lantai. Dapat dipastikan, Doyoung masih sibuk membasuh dirinya. Dengan segera ia pun membuka harta karunnya di lemari pribadinya. Was-was akan kehadiran Doyoung yang dapat menyiduknya kapan saja.
"Delapan, sembilan, sepuluh, sebelas"
Renjun bernafas lega mendapati jumlah tabungan ; hasil bolos checkupnya mencukupi tunggakan Doyoung. Dengan terburu-buru ia memasukan lembaran uang tunai itu kedalam tasnya. Untuk ia serahkan segera pada pihak administrasi siang nanti.
"Cuman ini yang bisa Renjun lakuin buat kakak.." gumamnya kecil.
TBC.
Next : 21/03/2021
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother || Renjun x Doyoung ft. NCT Dream 00L
Fanfiction[END] Cerita ini sederhana. Tapi ku yakin setelah kamu membacanya, kamu akan berharap memiliki kakak seperti Kak Doyoung. Kalian boleh iri denganku, tetapi kumohon jangan membenci dan mencoba mengubah kenyataannya. Karena.. Itu begitu menyakitkan...