[6] 𝐼𝓉'𝓈 𝒜𝓁𝓁 𝒢𝑜𝓃𝑒

6.2K 1K 51
                                    


Mobil yang mereka kendarai memasuki pekarangan rumah dengan tenang. Namun kedua neteranya melihat ada yang tak biasa di depan pintu masuk kediaman mereka. Terdapat beberapa orang asing berdiri di depan sana bersama dengan sang bibi.

"Kak.. Mereka siapa?"

Pertanyaan dari Renjun hanya bisa dijawab dengan sebuah gelengan oleh Doyoung.

Doyoung segera membereskan parkiran mobilnya untuk turun menghampiri mereka.

"Bi? Ada apa ya?" Doyoung mengintrupsi pembicaraan antara bibinya dengan orang-orang asing itu.

"Eh nak Doyoung sudah pulang? Ini katanya mereka mencari kalian berdua, bibi permisi dulu yaa"

Doyoung mengangguk menanggapi sang bibi. Sontak Doyoung pun segera mempertanyakan maksud dari kehadiran orang-orang itu disana.

"Dengan saya sendiri, ada keperluan apa ya?" Doyoung mengenggam tangan Renjun disampingnya untuk berjaga-jaga.

"Kami perwakilan dari Japan Tech Corp datang untuk menagih pertanggung jawaban dari Tuan dan nyonya Kim atas kerugian yang menimpah perusaan." Ucap salah satu dari mereka.

"Maksudnya gimana ya?" Doyoung sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud. Sebab sungguh, ia belum pernah dijelaskan sedikitpun mengenai project baru kedua orang tuanya dengan perusahaan Jepang ini.

"Singkatnya, kedua orang tua kalian telah menghilangkan berkas-berkas menyangkut kerja sama kami yang akan mendatang dalam kecelakaan pesawat tersebut. Karena itu kami datang untuk meminta pertanggung jawaban. Saat ini perusahaan mengalami kerugian yang sangat berat"

"Pertanggung jawaban gimana? Memang orang tua saya sengaja? Manusia gila mana yang merencanakan sebuah kecelakaan pesawat? Apa kalian mau menipu saya?" Emosi Doyoung mulai meluap.

"Kami ada bukti surat perjanjian antara orangtua kalian dengan kami. Bahwa jika terjadi kehilangan terkait berkas tersebut, mereka akan bertanggung jawab. Apapun kondisinya."

Pria itu menyodorkan selembar kertas putih lengkap dengan materai dan tanda tangan orangtuanya tertulis jelas disana.

"Apa masih belum cukup bukti?" tanya mereka lagi.

"ARGHH!  Tapi kan itu bukan mama papa saya yang menghendaki! Kalian seharusnya nuntut pihak maskapai penerbangannya bukan kita!"

"Tapi mau bagaimanapun mereka sudah menanda tangani perjanjian ini sebelumnya. Perjanjian ini tidak boleh dilanggar"

Doyoung menghela nafasnya frustasi.

"Mau kalian apa?"

"Kami meminta ganti rugi uang tunai sebesar 100 miliar"

"H-hah?? Yang benar aja pak?? Gak salah??"

Doyoung tak habis pikir dengan nominal yang baru saja disebutkan. Begitu pula dengan Renjun yang terkejut. Membiarkan mulutnya terbuka tak percaya.

"Tidak. Silahkan dibaca ulang suratnya."

Sontak Doyoung merampas selembar kertas itu untuk ia baca ulang dengan seksama. Entah mimpi buruk apalagi yang menimpah mereka. Itu semua benar adanya. 100 miliar harus diserahkan pada mereka. Sesuai dengan kesepakatan.

"S-saya dapat uangnya dari mana pak.."

"Bukan urusan kami. Kami berikan waktu seminggu untuk kalian memberikan uang tersebut kepada kami. Jadi mohon kerjasamanya, terima kasih."

Kepergian mereka meninggalkan kedua kakak beradik itu membeku kehabisan kata-kata. Kaki Doyoung seakan terasa melemas sehingga ia terjatuh duduk di depan pintu megah itu.

"Kak.. Gapapa?" Renjun menunduk untuk membantu sang kakak berdiri.

"Gak tau Njun... Kakak gak bisa mikir lagi, kenapa bisa begini...."

-

Yap hari itu benar-benar mengubah segalanya. Mengubah kehidupan mereka 180 derajat. Semuanya hilang begitu saja bak ditelan bumi tanpa seizin majikannya. Rumah megah yang mereka tinggali sejak lahir harus terpaksa dijual, aset serta warisan dari orang tua mereka juga harus direlakan untuk melunasi hutang dari perusahaan itu.

Tak ada harta sedikitpun yang tersisa bahkan untuk mereka berdua pun. Semua pekerja di rumah sebelumnya terpaksa diberhentikan, perusahaan yang telah didirikan ayahnya bertahun-tahun pun bangkrut dalam sekejap.

Hanya kehadiran satu sama lain yang tersisa. Siapa sangka kehidupan mereka begitu cepat berubah bagaikan sebuah kedipan mata.

Doyoung terpaksa harus mencari pekerjaan paruh waktu sembari sekolah untuk memenuhi kebutuhannya dengan sang adik. Untuk pendidikan mereka, setidaknya mereka dapat bersyukur karena keduanya memiliki prestasi yang luar biasa. Mereka masih dapat bertahan di sekolah elit itu dengan bantuan beasiswa yang diberikan pihak sekolah.

Untuk sekedar makan dan minum setiap hari, mungkin masih bisa dicukupi Doyoung dari hasil gaji paruh waktunya. Tetapi ada satu hal yang membuatnya harus mencari tambahan pekerjaan lain untuk bisa memenuhinya. Biaya check up serta kebutuhan cairan suntik adiknya.

Biaya cairan itu bahkan menyentuh angka 4 juta per suntik. Sedangkan biasanya Renjun memakai suntikan itu rutin seminggu sekali untuk meminimalisir kemungkinan  buruk yang akan terjadi meskipun tak harus.

"Kak.. Check up sama suntik mingguan Njun ga perlu dilakuin lagi gapapa kok kak.. Renjun bakal jaga diri biar gak kenapa-napa"

Renjun membuka suara setelah belum lama saja kakaknya kembali ke kediaman mereka jam 10 malam seusai menyelesaikan kerja paruh waktunya. Doyoung terlihat begitu lelah. Bahkan pipi Doyoung juga terlihat menirus seiring berjalannya waktu.

"Selagi kakak bisa, kakak gak akan berhentiin pengobatan kamu Njun" ucap Doyoung yang tengah sibuk membereskan tas ranselnya.

Renjun semakin dibuat merasa tidak enak terhadap Doyoung. Ia merasa hanya menjadi beban untuk Doyoung. Andai ia tidak memiliki penyakit ini pasti kebutuhan hidup mereka tidak akan membengkak seperti ini.

"Udah gak usah dipikirin, kamu tugasnya cukup fokus belajar aja yaa, tidur gih udah malem besok sekolah"

Doyoung menampilkan senyum manisnya dan segera merangkul sang adik untuk ia bawa ke kamarnya. Kamar yang mereka tempati berdua. Sebab tak ada lagi kamar masing-masing seperti biasanya, agar mereka bisa lebih menghemat. Renjun hanya bisa berpasrah dan menurut kepada sang kakak.


TBC.
Next (16/02/21)

Brother || Renjun x Doyoung ft. NCT Dream 00LTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang