Series (18+)
SUDAH TERBIT
.
.
Jessie Collins melarikan diri setelah melakukan hal paling gila dalam hidupnya.
Kejadian di gudang kontainer besar sempat membuatnya mengalami trauma yang mendalam selama beberapa bulan. Sampai akhirnya Jess memutuskan...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
"Jess, what happened?"
"What the hell are you doin' here?" Aku mendelikkan mata pada Louis. Dia nggak peduli. Dia menatap Grace dengan raut wajah marah.
"Apa yang kamu lakukan padanya?" Louis bertanya dengan bahasa Indonesia. Dia menekan setiap kata yang keluar dari mulutnya. Grace pucat! Larry dibelakangnya perlahan melepaskan tangannya dari tubuh Grace. "Berani kamu menyentuhnya sekali lagi–walau cuma seujung kukumu, aku nggak akan segan membuatmu menyesal seumur hidup!" desis Louis sambil menuding wajah Grace.
Aku pengin ketawa sambil joget lihat Grace yang ketakutan setengah mati. Dia nggak tau aja siapa Louis. Belum lagi kalau dia ketemu kakak iparku, tampan sih–tapi bisa nyabut nyawa orang.
"Hai, Lou!" Fanisya menayapa dan melambaikan tangan. Raut wajah Louis berubah, dia tersenyum dan mengangguk pada Fanisya.
Ih!
Pandangan semua orang lagi-lagi teralihkan. Kata 'wah' terdengar jelas banget dari beberapa orang. Grace membuka mulutnya dan kalau Larry nggak menepuk bahu menyadarkannya, aku yakin rahangnya udah jatuh ke lantai.
"Pak Gun!" seru beberapa orang bersamaan sambil menundukkan kepala setelahnya. Orang yang dipanggil 'Pak Gun' itu tersenyum.
"Kok kamu ada di sini sih, Har?" Aku menghela napas kasar. Semua mata tertuju pada Harry sekarang. Grace buru-buru menyisiri rambutnya pakai jari, Sherly di belakangku kayak habis kesetrum nggak bisa diam. Beberapa perempuan lainnya di sekitarku langsung berbisik dengan orang di sebelahnya.
"Kenapa bajumu basah?" Harry meneliti wajahku dan penampilanku. "Ada apa ini?" Dia beralih pada Grace yang langsung mematung di tempatnya.
"Grace menyiram Jess pakai minumannya!" seru Sherly yang langsung mendapat senyum dari Harry dan dia mendesah di belakangku.
"Ah, ya ampun senyumnya, Fan." Sherly berpegangan pada Fanisya.
"Kamu ada masalah apa sama adikku?" tanya Harry pada Grace.
"Har, udah! Aku malu. Aku bukan anak kecil lagi," gumamku sambil menarik lengan kemejanya.
"Kamu udah selesai kelas?" tanya Harry padaku. Aku mengangguk. Dia meninggikan alis matanya dan menelengkan kepala pada Sherly dan Fanisya.
"Kita juga udah selesai," sahut duo keong racun bersamaan.
"Lou." Harry menelengkan kepalanya pada Louis dan aku segera di rangkul ke luar dari gedung kampus. Kedua temanku mengekor di belakang.