5. Kinan

773 71 4
                                    


Motor retro milik Ervan berhenti di sebuah tempat yang lebih mirip seperti markas. Pria itu melepas helm full face-nya, berjalan menuju pintu masuk yang dijaga oleh dua pria berbadan kekar dengan pakaian serba hitam. Ervan disambut baik dan dipersilakan masuk.

"Selamat datang, Ervan!" sapa seorang pria tambun yang tengah duduk santai di sofa ruang utama dengan sebatang rokok di tangannya. Asap mengepul memenuhi ruangan temaram itu.

"Duduklah."

Tanpa suara, Ervan mengikuti titah pria di hadapannya.

"Bagaimana bisnis kafenya, lancar?" Pria tambun itu meraih gelas kosong lalu menuang minuman dari botol beling di tangannya, kemudian menaruhnya tepat di hadapan Ervan. "Minumlah."

Tanpa basa-basi, Ervan meneguk minuman jenis wiski itu hingga tandas hanya dalam sekali tengak. Pipinya menggembung seiring ia menahan cairan itu di dalam mulut untuk sensasi rasa manis dan pahit secara bersamaan, sebelum menelannya. Ervan menaruh kembali gelas beling yang telah kosong di atas meja.

Pria tambun di hadapannya tersenyum simpul. "Dulu kamu enggak suka minuman seperti ini."

Benar, dulu ia tidak menyukai minuman dengan kadar alkohol paling tinggi itu. Dulu ia adalah seorang pria baik-baik, sampai semua getir kehidupan ini merenggut jati dirinya secara paksa.

"Apa kamu sudah berhasil mendekati gadis itu?"

Ervan teringat wajah Trisha yang berbinar hanya dengan melihat seekor kucing. Senyum itu, senyum yang paling ingin ia rampas, sekaligus senyum paling menawan yang pernah ia lihat. Bahkan, saat ia mengabaikannya sekalipun.

"Kamu ingat tujuanmu, 'kan? Jangan sampai kamu lupa dan malah jatuh cinta sungguhan pada gadis itu." Pria tambun di hadapan Ervan tertawa kecil sebelum mengisap rokok batangnya dalam-dalam. Kepulan asap kembali menghias udara.

"Jatuh cinta?" Ervan tersenyum sinis. "Dia yang akan aku buat jatuh cinta, sampai menyerahkan diri sepenuhnya padaku!" Amarah berkilat jelas pada sepasang mata jelaganya.

Pria tambun itu terkekeh sambil menuang kembali gelas kosong keduanya dengan wiski.

"Cukup, Kak. Aku nggak mau mabuk kali ini. Besok aku masih harus tampil sebagai pria baik-baik yang membuat cewek itu penasaran."

Lagi-lagi pria tambun itu dibuat terkekeh. "Benar-benar sebuah usaha yang keras."

"Mendekati putri seorang pengusaha klonglomerat, bukanlah perkara mudah."

"Ya, benar. Dengan membuat gadis itu merasa diselamatkan dan berhutang budi, kamu sudah memegang permainan ini dari awal."

"Tapi aku nggak mau terlihat begitu mengejarnya, juga nggak mau dia lepas."

"Itu strategimu sekarang? Lakukan! Kamu tahu aku selalu mendukungmu. Katakan saja kalau kamu butuh sesuatu. Aku pasti bantu."

"Terima kasih, Kak. Kak Arman udah banyak bantu aku."

"Tak masalah. Tujuan kita sama." Arman menjeda. "Menghancurkan Tristan!" lanjutnya menekan setiap kalimat. Pria itu mencengkeram kuat gelas beling di atas meja. Ervan bisa merasakan emosi yang sama pada diri pria itu.

Ervan menatap ke arahnya dalam diam. Mengerti betul apa yang dirasakan pria di hadapannya, kurang lebih sama seperti apa yang dirasakannya. Sama-sama kehilangan seseorang.

Pandangan kosong pria itu mengarah pada gelas beling yang seolah dapat menyeretnya ke dalam portal waktu, di mana ia masih bisa melihat wanita yang amat ia cintai lebih dari dirinya sendiri, di sore hari itu ....

Arman berhasil menepikan motor di dekat danau dengan jejeran pohon soga yang bermekaran. Angin berdesir, membuat batang pepohonan saling bergesek dan bunganya turut berjatuhan.

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang