17. Memori Hujan

420 50 13
                                    


"Maaf, aku nggak bisa pulang bareng kalian," ucap Trisha merasa tidak enak.

"Udah nggak apa-apa," balas Dira. Sahabat Trisha yang satu ini paham. Sementara Jesslyn tidak banyak berkomentar.

"Sampai ketemu lagi besok." Trisha berpamitan sambil melambaikan tangannya.

"Da ...." Dira membalas lambaian tangan Trisha.

Jesslyn yang sedari tadi tidak banyak bicara kemudian bergegas melangkah menuju mobilnya yang terparkir, gadis itu kemudian duduk di jok kemudi, disusul oleh Dira. Sejenak mereka berdua hening. Dira menoleh ke arah Jesslyn yang tampak diam sedari tadi.

"Jess? Lo kenapa, sih?"

"Lo ngerasa nggak? Trisha tu nggak pernah terbuka sama kita?"

Dira mengeryit. "Maksudnya?"

"Trisha dan cowok tadi, mereka pasti punya hubungan spesial."

"Trisha dan Ervan?"

"Iya! Kita, kan lagi ngomongin mereka," sahut Jesslyn ketus.

"Santai, dong nggak usah ngegas gitu. Lagian, ya, sah-sah aja mereka punya hubungan spesial, emang kenapa coba?"

"Ra, elo nggak curiga apa? Siapa tahu tu cowok bakal manfaatin Trisha, karena tahu Trisha anak orang kaya, mlorotin Trisha misal? Mentang-mentang dia pernah nyelametin Trisha waktu kena musibah di jalan, terus dia bisa menggunakan itu sebagai alat agar Trisha terus merasa berhutang budi padanya. Seperti yang elo lihat sekarang cowok itu berani deketin Trisha."

Dira masih dima.

"Ooo ... atau jangan-jangan, musibah yang dialami Trisha di jalan kemarin cuma akal-akalan dia aja. Semacam skenario dan dia aktornya, bisa aja, kan?" Cerocos Jesslyn asal.

"Jess, udah, deh jangan ngelantur."

"Gue benar-benar curiga sama tu cowok."

"Bisa nggak, sih kalau temen seneng, tuh ikut seneng aja."

"Nggak! Kita nggak bisa diem aja, kita harus nasehatin Trisha, Ra."

"Trisha bukan anak kecil, Jess. Dia berhak menentukan kebahagiaannya sendiri."

"Susah, ya ngomong sama elo!" putus Jesslyn.

Di sisi lain, Ervan mengulur satu helm untuk Trisha, pria itu sudah siap memakai helmnya sendiri, tetapi urung saat kekasihnya bertanya.

"Kita mau ke mana?"

"Belum tahu."

"Lhoh?" Trisha tertawa kecil.

"Bukannya kita pernah pergi tanpa tahu arah dan tujuan?"

"Yup! Dan itu seru, sih." Trisha segera memakai helmnya, sudah tidak sabar dengan petualangan hari ini. Gadis itu sudah duduk manis di belakang Ervan.

"Gini, pengangan biar nggak jatuh." Ervan berinisiatif meraih kedua tangan Trisha lalu melingkarkan di perutnya. Kini kedua tangan Trisha memeluk Ervan dari belakang.

Mesin motor retro milik Ervan menyala, tak lama kemudian ia memacunya perlahan-lahan meninggalkan area pertokoan.

Sepanjang jalan, Trisha harus bekerja keras untuk memastikan jantungnya tetap aman. Mendekap Ervan seperti ini tentu sebuah situasi yang mendebarkan.

Laju motor Ervan melambat saat bertemu lampu merah di persimpangan. Semua kendaraan berbaris, menunggu kapan giliran mereka kembali bergerak. Sambil menunggu, Ervan menumpu satu tangan di atas kedua tangan Trisha yang melingkari perutnya. Dua remaja putri berseragam SMA menangkap momen mereka, kemudian berbisik-bisik di atas motornya sambil melirik ke arah Ervan dan Trisha dengan senyum malu-malu.

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang