12. Ketulusan Memadamkan Bara Api

463 47 4
                                    

"Ervan tinggal sendiri. Mungkin saat sakit begini, tidak ada yang merawatnya di rumah."

Kalimat Adam terngiang-ngiang di benak Trisha. Membuatnya mantap menjenguk Ervan. Dari informasi Adam, ia baru tahu kalau Ervan ternyata seseorang yang sebatang kara, membuat hatinya terenyuh. Pantas saja ia merasa pria itu sangat jarang atau nyaris tidak pernah tersenyum. Ternyata ia kesepian?

Mobilnya sudah menepi di pinggir jalan raya. Untuk bisa sampai ke rumah Ervan, Trisha harus berjalan kaki terlebih dahulu. Tempat tinggal Ervan berada di gang sempit, mobilnya tidak bisa masuk.

Dengan menenteng paper bag berisi buah dan makanan di satu tangannya, sementara tangan lain sibuk menelusuri share lokasi yang Ervan kirimkan melalui chat. Trisha celingak-celinguk mengamati rumah-rumah sekitar.

Langkahnya yang terbalut sneaker putih masih dituntun oleh Goggel Maps, hingga penelusuran berakhir pada satu alamat rumah di hadapannya.

Trisha mengamati sejenak bangunan rumah minimalis dengan dua sangkar burung berukuran sedang yang menggantung di atap teras, cuitannya memberi efek menenangkan.

"Ervan, aku sudah sampai di depan rumahmu," katanya dalam sambungan telepon.

Tak lama kemudian, pintu rumah Ervan terbuka. Pria itu berjalan mendekat membukakan gerbang besi yang hanya setinggi perutnya.

"Hai," sapa Trisha tak lupa dengan senyum tipis yang menawan.

Ervan menatapinya sebentar sebelum mempersilakan masuk.

"Gimana keadaanmu sekarang, Van?"

"Mendingan," sahutnya sambil menutup kembali pintu gerbang.

"Udah nggak demam?"

"Udah enggak. Ayo masuk, tapi rumahku ya gini, kecil."

"Rumahmu teduh, Van. Aku suka." Trisha mengedarkan pandangan ke sekeliling.

"Miouw ...." Kemunculan Mocca praktis menyita perhatian Trisha.

"Hai, Mocca." Gadis itu sudah terjongkong mengusap bulu-bulu Mocca sebentar.

"Sepertinya Mocca menyukaimu."

"Ah, benarkah?" Gadis itu tersenyum semringah.

"Ayo, masuk. Nanti juga Mocca ngikutin kita ke dalam."

"Baiklah." Trisha mengekor Ervan, masuk ke dalam rumah.

"Duduk, Tris." Ervan menyingkirkan asbak yang sudah penuh dengan debu rokok dari atas meja.

"Kamu merokok, Van?" celetuk Trisha.

Ervan menghentikan langkah sejenak. "Iya."

Bahkan aku juga peminum. Kalau kamu tahu yang sebenarnya, kamu bakal nyesel udah mengenal aku, Tris.

"Oh ...." Trisha mengangguk sekali kemudian tersenyum.

Gadis itu berpikir wajar saja kalau seorang pria merokok, hanya saja Ervan belum pernah sekalipun merokok di depannya. Walau sebenarnya ia lebih suka pria yang tidak merokok.

Ah, sudahlah!

Tatapan Trisha menjelajah seisi ruang. Rumah Ervan terhitung rapi untuk ukuran pria bujang yang tinggal sendirian. Sejauh mata memandang, ia tidak menemukan satu pun bingkai foto keluarga di ruangan ini.

"Mau minum apa, Tris?"

Kemunculan Ervan membuat fokus Trisha kembali terpusat padanya.

"Jangan repot, Van. Kamu, kan lagi kurang sehat."

Jagat Raya Trisha (Completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang